artikel islam
artikel islam
Nasehat Untuk Remaja
Muslim
Penulis: Redaksi Assalafy.org
Kami persembahkan nasehat ini untuk saudara-saudara kami
terkhusus para pemuda dan remaja muslim. Mudah-mudahan nasehat ini dapat
membuka mata hati mereka sehingga mereka lebih tahu tentang siapa dirinya
sebenarnya, apa kewajiban yang harus mereka tunaikan sebagai seorang muslim,
agar mereka merasa bahwa masa muda ini tidak sepantasnya untuk diisi dengan
perkara yang bisa melalaikan mereka dari mengingat Allah subhanahu wata’ala sebagai
penciptanya, agar mereka tidak terus-menerus bergelimang ke dalam kehidupan
dunia yang fana dan lupa akan negeri akhirat yang kekal abadi.
Wahai para pemuda muslim, tidakkah kalian menginginkan kehidupan yang bahagia selamanya? Tidakkah kalian menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu wata’ala yang luasnya seluas langit dan bumi?
Ketahuilah, jannah Allah subhanahu wata’ala itu diraih dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam beramal. Jannah itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa yang mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, mereka merasa bahwa gemerlapnya kehidupan dunia ini akan menipu umat manusia dan menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di negeri akhirat selamanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)
Untuk Apa Kita Hidup di Dunia?
Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)
Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.
Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan yang lain.
Umurmu Tidak Akan Lama Lagi
Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka).
Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)
Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.
Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ, فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ, يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.
“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan.
Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala:
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)
Bersegeralah dalam Beramal
Wahai para pemuda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada hari kiamat, sebagaimana sabdanya:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lafazh hadits riwayat Abu Dawud no.733)
Bagi laki-laki, hendaknya dengan berjama’ah di masjid. Banyaklah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan memberikan syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat nanti.
Banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang telah kalian lakukan selama ini. Mudah-mudahan dengan bertaubat, Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberi pahala yang dengannya kalian akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Wahai para pemuda, banyak-banyaklah beramal shalih, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberi kalian kehidupan yang bahagia, dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97)
Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu?
Pertanyaan inilah yang akan diajukan kepada setiap hamba Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat nanti. Sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya:
لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)
Sekarang cobalah mengoreksi diri kalian sendiri, sudahkah kalian mengisi masa muda kalian untuk hal-hal yang bermanfaat yang mendatangkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala? Ataukah kalian isi masa muda kalian dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan kemurkaan-Nya?
Kalau kalian masih saja mengisi waktu muda kalian untuk bersenang-senang dan lupa kepada Allah subhanahu wata’ala, maka jawaban apa yang bisa kalian ucapkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala Sang Penguasa Hari Pembalasan? Tidakkah kalian takut akan ancaman Allah subhanahu wata’ala terhadap orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah mengancam pelaku kejahatan dalam firman-Nya:
مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (An Nisa’: 123)
Bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, pergunakanlah kesempatan di masa muda kalian ini untuk kebaikan.
Ingat-ingatlah selalu bahwa setiap amal yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Jauhi Perbuatan Maksiat
Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)? Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.
Wahai para pemuda, senantiasa iblis, setan, dan bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Setiap amalan kejelekan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)
Setan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, itu merupakan wujud solidaritas dan kekompakan di antara kalian. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)
Demikianlah setan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai sarana untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.
Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu
Wahai para pemuda, setelah kalian mengetahui bahwa tugas utama kalian hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata, maka sekarang ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala hanya menerima amalan ibadah yang dikerjakan dengan benar. Untuk itulah wajib atas kalian untuk belajar dan menuntut ilmu agama, mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal agama Islam ini, mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana yang bid’ah.
Dengan ilmu agama, kalian akan terbimbing dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga ibadah yang kalian lakukan benar-benar diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak orang yang beramal kebajikan tetapi ternyata amalannya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, karena amalannya tidak dibangun di atas ilmu agama yang benar.
Oleh karena itu, wahai para pemuda muslim, pada kesempatan ini, kami juga menasehatkan kepada kalian untuk banyak mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis ilmu, mendengarkan Al Qur’an dan hadits serta nasehat dan penjelasan para ulama. Jangan sibukkan diri kalian dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri kalian, terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.
Ketahuilah, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224)
Akhir Kata
Semoga nasehat yang sedikit ini bisa memberikan manfaat yang banyak kepada kita semua. Sesungguhnya nasehat itu merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini, bahkan saling memberikan nasehat merupakan salah satu sifat orang-orang yang dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam surat Al ‘Ashr:
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)
Wallahu ta‘ala a’lam bishshowab.
Wahai para pemuda muslim, tidakkah kalian menginginkan kehidupan yang bahagia selamanya? Tidakkah kalian menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu wata’ala yang luasnya seluas langit dan bumi?
Ketahuilah, jannah Allah subhanahu wata’ala itu diraih dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam beramal. Jannah itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa yang mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, mereka merasa bahwa gemerlapnya kehidupan dunia ini akan menipu umat manusia dan menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di negeri akhirat selamanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)
Untuk Apa Kita Hidup di Dunia?
Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)
Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.
Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan yang lain.
Umurmu Tidak Akan Lama Lagi
Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka).
Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)
Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.
Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ, فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ, يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.
“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan.
Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala:
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)
Bersegeralah dalam Beramal
Wahai para pemuda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada hari kiamat, sebagaimana sabdanya:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lafazh hadits riwayat Abu Dawud no.733)
Bagi laki-laki, hendaknya dengan berjama’ah di masjid. Banyaklah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan memberikan syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat nanti.
Banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang telah kalian lakukan selama ini. Mudah-mudahan dengan bertaubat, Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberi pahala yang dengannya kalian akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Wahai para pemuda, banyak-banyaklah beramal shalih, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberi kalian kehidupan yang bahagia, dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97)
Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu?
Pertanyaan inilah yang akan diajukan kepada setiap hamba Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat nanti. Sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya:
لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)
Sekarang cobalah mengoreksi diri kalian sendiri, sudahkah kalian mengisi masa muda kalian untuk hal-hal yang bermanfaat yang mendatangkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala? Ataukah kalian isi masa muda kalian dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan kemurkaan-Nya?
Kalau kalian masih saja mengisi waktu muda kalian untuk bersenang-senang dan lupa kepada Allah subhanahu wata’ala, maka jawaban apa yang bisa kalian ucapkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala Sang Penguasa Hari Pembalasan? Tidakkah kalian takut akan ancaman Allah subhanahu wata’ala terhadap orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah mengancam pelaku kejahatan dalam firman-Nya:
مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (An Nisa’: 123)
Bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, pergunakanlah kesempatan di masa muda kalian ini untuk kebaikan.
Ingat-ingatlah selalu bahwa setiap amal yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Jauhi Perbuatan Maksiat
Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)? Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.
Wahai para pemuda, senantiasa iblis, setan, dan bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Setiap amalan kejelekan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)
Setan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, itu merupakan wujud solidaritas dan kekompakan di antara kalian. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)
Demikianlah setan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai sarana untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.
Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu
Wahai para pemuda, setelah kalian mengetahui bahwa tugas utama kalian hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata, maka sekarang ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala hanya menerima amalan ibadah yang dikerjakan dengan benar. Untuk itulah wajib atas kalian untuk belajar dan menuntut ilmu agama, mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal agama Islam ini, mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana yang bid’ah.
Dengan ilmu agama, kalian akan terbimbing dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga ibadah yang kalian lakukan benar-benar diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak orang yang beramal kebajikan tetapi ternyata amalannya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, karena amalannya tidak dibangun di atas ilmu agama yang benar.
Oleh karena itu, wahai para pemuda muslim, pada kesempatan ini, kami juga menasehatkan kepada kalian untuk banyak mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis ilmu, mendengarkan Al Qur’an dan hadits serta nasehat dan penjelasan para ulama. Jangan sibukkan diri kalian dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri kalian, terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.
Ketahuilah, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224)
Akhir Kata
Semoga nasehat yang sedikit ini bisa memberikan manfaat yang banyak kepada kita semua. Sesungguhnya nasehat itu merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini, bahkan saling memberikan nasehat merupakan salah satu sifat orang-orang yang dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam surat Al ‘Ashr:
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)
Wallahu ta‘ala a’lam bishshowab.
Menyelisik Kehidupan di Alam Kubur
Penulis: Buletin Islam AL-ILMU Edisi: 38 / X / VIII / 1431
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati
kita semua. Kehidupan yang dialami oleh seorang manusia di dunia ini bukanlah
sebuah kehidupan yang terus-menerus tiada berujung dan tiada penghabisan. Ia
adalah sebuah kehidupan yang terbatas, berujung dan akan ada
pertanggungjawabannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)
Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya! Kita dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa ke masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya dari generasi pertama sampai yang terakhir (artinya):
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)
Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah) kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).
Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.
Alam Kubur
Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)
Di antara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:
1. Fitnah kubur
Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu (Tuhanmu)?, apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:
« إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ - أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ - أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ »
“Apabila mayit telah dikuburkan -atau beliau bersabda: (apabila) salah seorang dari kalian (dikuburkan)- dua malaikat yang berwarna hitam kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)
Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)
Perkataan yang kokoh dalam ayat di atas adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur.
Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua malaikat: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu; kemudian ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu, kemudian ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari neraka! Bukakan baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kubur.”
Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada yang gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya, niscaya mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)
2. Adzab dan nikmat kubur
Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di alam kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.
Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga! Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata: “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah, Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka ia akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya. Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta, tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan Ahmad)
Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya, karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)
Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46),
Kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21).
Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.
Penutup
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami manusia di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan cerdas akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di akhirat kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a memohon perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)
Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
MUTIARA HADITS SHAHIH
Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:
«أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ»
و ﰲ رواية: لاَ يَسْتَنزِهُ مِن بَوْلِهِ
“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah (mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)
Dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”
“Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)
Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya! Kita dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa ke masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya dari generasi pertama sampai yang terakhir (artinya):
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)
Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah) kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).
Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.
Alam Kubur
Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)
Di antara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:
1. Fitnah kubur
Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu (Tuhanmu)?, apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:
« إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ - أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ - أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ »
“Apabila mayit telah dikuburkan -atau beliau bersabda: (apabila) salah seorang dari kalian (dikuburkan)- dua malaikat yang berwarna hitam kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)
Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)
Perkataan yang kokoh dalam ayat di atas adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur.
Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua malaikat: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu; kemudian ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu, kemudian ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari neraka! Bukakan baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kubur.”
Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada yang gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya, niscaya mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)
2. Adzab dan nikmat kubur
Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di alam kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.
Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga! Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata: “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah, Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka ia akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya. Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta, tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan Ahmad)
Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya, karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)
Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46),
Kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21).
Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.
Penutup
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami manusia di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan cerdas akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di akhirat kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a memohon perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)
Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
MUTIARA HADITS SHAHIH
Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:
«أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ»
و ﰲ رواية: لاَ يَسْتَنزِهُ مِن بَوْلِهِ
“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah (mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)
Dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”

Meningkatkan Ketakwaan kepada Allah
‘Azza wa Jalla
Penulis: Buletin Islam AL-ILMU Edisi: 37 / X / VIII / 1431
Para pembaca rahimakumullah semoga Allah menerima
amalan-amalan kita dan mengampuni dosa-dosa kita dengan ibadah puasa Ramadhan
yang telah kita laksanakan serta mengabulkan doa-doa kita.
Takwa, suatu istilah yang pendengaran kita kerap mendengarnya, karena kata takwa merupakan istilah yang pendek akan tetapi sangat besar kandungannya dan orang yang bertakwa akan meraih kebaikan dunia dan akhirat. Untuk lebih memahami kandungannya mari kita ikuti pembahasan berikut ini.
Makna Takwa
Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang takwa diantaranya adalah perkataan Thalq bin Habib rahimahullah, beliau mengatakan: “Takwa yaitu melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah semata-mata mengharap pahala dari-Nya. Dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah karena takut akan adzab-Nya.”
Jika demikian, begitu tingginya nilai ketakwaan disisi Allah ‘azza wa jalla. Bahkan tujuan diwajibkannya puasa Ramadhan yang baru saja kaum muslimin melaksanakannya adalah agar mereka bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)
Ketakwaan yang dimaksud bukan hanya di bulan Ramadhan saja namun juga di selain bulan Ramadhan. Oleh karenanya, tidak benar anggapan bahwa bertakwa kepada Allah cukup di bulan Ramadhan, sementara setelah keluar dari bulan itu merasa bebas sehingga kembali melakukan berbagai dosa dan kemaksiatan dengan anggapan dosanya akan diampuni dengan melaksanakan puasa Ramadhan di tahun yang akan datang. Hal ini karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala hanya dari Allah, niscaya akan diampuni dosanya yang lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Perlu diketahui bahwa ampunan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah ampunan bagi dosa-dosa kecil, bukan dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ .
“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya sebagai penebus dosa yang terjadi diantara keduanya apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no.233)
Sedangkan dosa besar tidak akan diampuni, kecuali pelakunya bertaubat dengan taubat yang tulus (taubatan nashuhan). Perintah untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla sangat banyak dalam Al-Qur’an. Diantaranya firman Allah azza wa jalla (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102)
Dan juga firman-Nya (yang artinya):
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)
Dan firman-Nya pula (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 70-71)
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, ketiga ayat di atas sering dibaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam pembukaan khuthbahnya yang dikenal dengan KHUTHBATUL HAAJAH. Hal ini menunjukkan pentingnya takwa sehingga beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sering kali mengingatkan kaum muslimin untuk senantiasa bertakwa kepada Allah azza wa jalla.
Kedudukan Takwa
- Takwa adalah sebaik-sebaik bekal
Para pembaca rahimakumullah, ketahuilah! Bekal yang terbaik bagi seorang hamba untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak adalah bekal ketakwaan kepada Allah. Sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “Dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (Al-Baqaroh: 197)
Al-Imam As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan: “Adapun bekal yang sebenarnya yang manfaatnya terus berlanjut bagi pelakunya di dunia maupun di akhirat adalah bekal ketakwaan (kepada Allah azza wa jalla), yaitu bekal untuk kampung akhirat yang kekal yang mengantarkan kepada kelezatan yang sempurna dan kepada kenikmatan yang terus-menerus. Barangsiapa yang meninggalkan bekal ini, maka dia akan terputus dengannya yang berarti ini menjadi peluang bagi setiap kejelekan (untuk menjangkitinya), dan dia tercegah untuk sampai ke kampung orang-orang yang bertakwa (Al-Jannah/surga-red). Ini adalah pujian bagi sifat takwa.” (lihat Taisiru Al-Karimi Ar-Rahman, halaman 91)
- Kemuliaan hanya akan dapat diraih dengan ketakwaan
Para pembaca semoga Allah memuliakan kita semua, setiap orang pasti menginginkan kemuliaan dan tidak menyukai kehinaan. Lalu dengan apa seseorang menjadi mulia? Kemuliaan hanya dapat diraih dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, dan bukan dengan banyaknya harta atau dengan tingginya kedudukan. Hanya dengan ketakwaan seseorang akan mulia disisi Allah, sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam Al-Qur’an (yang artinya):
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)
Kapan dan dimana kita bertakwa?
Saudaraku, ketahuilah! bahwa Allah azza wa jalla Maha Mengetahui dan Maha Melihat, baik yang kecil maupun yang besar, yang jauh maupun yang dekat, yang tampak maupun yang tersembunyi. Semua itu dilihat dan diketahui oleh Allah azza wa jalla. Diantara sifat-sifat-Nya yang lain adalah bahwa Allah azza wa jalla Maha Mendengar, baik suara itu pelan ataupun keras. Allah azza wa jalla berfiman (yang artinya):
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha: 7)
Bahkan Allah azza wa jalla Mengetahui apa yang terlintas dalam hati seseorang, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati.” (Faathir: 38)
Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat agar kita bertakwa kepada Allah azza wa jalla dimanapun dan kapanpun kita berada. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ »
“Bertakwalah engkau kepada Allah dimana saja kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan (amal sholih) tersebut akan menghapuskannya (perbuatan jelek-red); dan bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi no.1987)
Kita diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah dimana saja kita berada, baik dalam keadaan sendirian ataupun ditengah orang banyak, karena Allah azza wa jalla Melihat dan Mengawasi kita dimana dan kapanpun kita berada.
Janji Allah Bagi Orang Yang Bertakwa
Allah azza wa jalla telah banyak menyebutkan janji-janji-Nya dalam Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa, dan Allah azza wa jalla tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Diantara janji-janji-Nya adalah:
1. Akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang dia alami dan diberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan (Dia akan) memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)
2. Akan dimudahkan segala urusannya. Hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nya (yang artinya):
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
3. Akan diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla (yang artinya):
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (Ath-Thalaq: 5)
4. Akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan serta penuh dengan ampunan. Allah azza wa jalla telah menjelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (Muhammad: 15)
Penutup
Para pembaca semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya bagi kita semua. Itulah sekilas pembahasan tentang takwa. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, dan semoga dapat mendorong kita untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla. Semoga Allah azza wa jalla memberi kemampuan kepada kita untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta menggolongkan kita ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa yang akan meraih Al-Jannah (surga) yang penuh dengan kenikmatan. Amiin Ya Rabbal ‘alamiin.
Takwa, suatu istilah yang pendengaran kita kerap mendengarnya, karena kata takwa merupakan istilah yang pendek akan tetapi sangat besar kandungannya dan orang yang bertakwa akan meraih kebaikan dunia dan akhirat. Untuk lebih memahami kandungannya mari kita ikuti pembahasan berikut ini.
Makna Takwa
Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang takwa diantaranya adalah perkataan Thalq bin Habib rahimahullah, beliau mengatakan: “Takwa yaitu melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah semata-mata mengharap pahala dari-Nya. Dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah karena takut akan adzab-Nya.”
Jika demikian, begitu tingginya nilai ketakwaan disisi Allah ‘azza wa jalla. Bahkan tujuan diwajibkannya puasa Ramadhan yang baru saja kaum muslimin melaksanakannya adalah agar mereka bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)
Ketakwaan yang dimaksud bukan hanya di bulan Ramadhan saja namun juga di selain bulan Ramadhan. Oleh karenanya, tidak benar anggapan bahwa bertakwa kepada Allah cukup di bulan Ramadhan, sementara setelah keluar dari bulan itu merasa bebas sehingga kembali melakukan berbagai dosa dan kemaksiatan dengan anggapan dosanya akan diampuni dengan melaksanakan puasa Ramadhan di tahun yang akan datang. Hal ini karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala hanya dari Allah, niscaya akan diampuni dosanya yang lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Perlu diketahui bahwa ampunan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah ampunan bagi dosa-dosa kecil, bukan dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ .
“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya sebagai penebus dosa yang terjadi diantara keduanya apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no.233)
Sedangkan dosa besar tidak akan diampuni, kecuali pelakunya bertaubat dengan taubat yang tulus (taubatan nashuhan). Perintah untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla sangat banyak dalam Al-Qur’an. Diantaranya firman Allah azza wa jalla (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102)
Dan juga firman-Nya (yang artinya):
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)
Dan firman-Nya pula (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 70-71)
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, ketiga ayat di atas sering dibaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam pembukaan khuthbahnya yang dikenal dengan KHUTHBATUL HAAJAH. Hal ini menunjukkan pentingnya takwa sehingga beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sering kali mengingatkan kaum muslimin untuk senantiasa bertakwa kepada Allah azza wa jalla.
Kedudukan Takwa
- Takwa adalah sebaik-sebaik bekal
Para pembaca rahimakumullah, ketahuilah! Bekal yang terbaik bagi seorang hamba untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak adalah bekal ketakwaan kepada Allah. Sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “Dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (Al-Baqaroh: 197)
Al-Imam As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan: “Adapun bekal yang sebenarnya yang manfaatnya terus berlanjut bagi pelakunya di dunia maupun di akhirat adalah bekal ketakwaan (kepada Allah azza wa jalla), yaitu bekal untuk kampung akhirat yang kekal yang mengantarkan kepada kelezatan yang sempurna dan kepada kenikmatan yang terus-menerus. Barangsiapa yang meninggalkan bekal ini, maka dia akan terputus dengannya yang berarti ini menjadi peluang bagi setiap kejelekan (untuk menjangkitinya), dan dia tercegah untuk sampai ke kampung orang-orang yang bertakwa (Al-Jannah/surga-red). Ini adalah pujian bagi sifat takwa.” (lihat Taisiru Al-Karimi Ar-Rahman, halaman 91)
- Kemuliaan hanya akan dapat diraih dengan ketakwaan
Para pembaca semoga Allah memuliakan kita semua, setiap orang pasti menginginkan kemuliaan dan tidak menyukai kehinaan. Lalu dengan apa seseorang menjadi mulia? Kemuliaan hanya dapat diraih dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, dan bukan dengan banyaknya harta atau dengan tingginya kedudukan. Hanya dengan ketakwaan seseorang akan mulia disisi Allah, sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam Al-Qur’an (yang artinya):
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)
Kapan dan dimana kita bertakwa?
Saudaraku, ketahuilah! bahwa Allah azza wa jalla Maha Mengetahui dan Maha Melihat, baik yang kecil maupun yang besar, yang jauh maupun yang dekat, yang tampak maupun yang tersembunyi. Semua itu dilihat dan diketahui oleh Allah azza wa jalla. Diantara sifat-sifat-Nya yang lain adalah bahwa Allah azza wa jalla Maha Mendengar, baik suara itu pelan ataupun keras. Allah azza wa jalla berfiman (yang artinya):
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha: 7)
Bahkan Allah azza wa jalla Mengetahui apa yang terlintas dalam hati seseorang, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati.” (Faathir: 38)
Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat agar kita bertakwa kepada Allah azza wa jalla dimanapun dan kapanpun kita berada. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ »
“Bertakwalah engkau kepada Allah dimana saja kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan (amal sholih) tersebut akan menghapuskannya (perbuatan jelek-red); dan bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi no.1987)
Kita diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah dimana saja kita berada, baik dalam keadaan sendirian ataupun ditengah orang banyak, karena Allah azza wa jalla Melihat dan Mengawasi kita dimana dan kapanpun kita berada.
Janji Allah Bagi Orang Yang Bertakwa
Allah azza wa jalla telah banyak menyebutkan janji-janji-Nya dalam Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa, dan Allah azza wa jalla tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Diantara janji-janji-Nya adalah:
1. Akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang dia alami dan diberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan (Dia akan) memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)
2. Akan dimudahkan segala urusannya. Hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nya (yang artinya):
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
3. Akan diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla (yang artinya):
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (Ath-Thalaq: 5)
4. Akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan serta penuh dengan ampunan. Allah azza wa jalla telah menjelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (Muhammad: 15)
Penutup
Para pembaca semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya bagi kita semua. Itulah sekilas pembahasan tentang takwa. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, dan semoga dapat mendorong kita untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla. Semoga Allah azza wa jalla memberi kemampuan kepada kita untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta menggolongkan kita ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa yang akan meraih Al-Jannah (surga) yang penuh dengan kenikmatan. Amiin Ya Rabbal ‘alamiin.
Tragedi Koja : Fitnah Kuburan Malapetaka Umat
Penulis: Redaksi Assalafy.org
Kalau kita menengok perkembangan ideologi umat dewasa ini,
maka banyak dijumpai kuburan-kuburan yang dikeramatkan oleh sebagian manusia,
dan menjadi tempat yang lebih ramai dari tempat-tempat wisata. Mereka
berduyun-duyun datang dari penjuru daerah maupun negara untuk meraih berbagai
hajatnya masing-masing. Ada yang datang untuk meminta jodoh, jabatan, kekayaan,
ataupun mendatangkan keselamatan hidup. Ada juga sebagian lainnya datang untuk
beribadah kepada Allah seperti shalat, membaca Al Qur’an dan yang lainnya
dengan anggapan bahwa beribadah di samping kuburan orang shalih lebih
mendatangkan kekhusyu’an.
Sementara di sisi lain masjid-masjid Allah semakin sunyi dari jama’ah, sungguh ironis sekali. Hal inilah yang mendorong untuk dimuatnya tema ini, sebagai bentuk nasehat dan tambahan ilmu untuk kita semua, yang didasari atas rasa ukhuwah (solidaritas) imaniyah semata. Rasulullah bersabda:
الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ
“Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat. (HR. Muslim, dari sahabat Tamim Ad Daari )
Bisakah Orang Mati Memberikan Manfaat ?
Secara fitrah yang suci, orang yang telah mati tidak mampu lagi berhubungan dengan orang yang hidup, baik berbicara ataupun mendengar panggilan orang yang memanggil. Lebih dari itu, Allah sebagai dzat Yang Maha Mengetahui tentang makhluk-Nya menetapkan bahwa orang yang mati telah terputus amalnya, tidak lagi ia mampu menjawab panggilan orang yang memanggil atau mengabulkan do’a orang yang berdo’a kepadanya, dan tidak ada seorang pun yang mampu menjadikan orang mati dapat berinteraksi dengan orang yang hidup. Sebagaimana firman Allah (artinya): “Dan orang-orang yang kalian sembah selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruan kalian, dan kalaupun mereka mendengarnya mereka tiada dapat memperkenankan permintaan kalian dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikan kalian……” (Faathir: 13-14)
Begitu juga firman-Nya:
“Dan kamu (Wahai Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (Faathir: 22)
Rasululah bersabda (artinya):
“Bila anak Adam (manusia) telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya.” (HR. At Tirmidzi dan An Nasaa’i)
Pengagungan Kuburan Dari Masa Ke Masa
Awal mula munculnya fitnah pengagungan kuburan ini, terjadi pada kaum Nabi Nuh u, sebagaimana diberitakan oleh Allah Ta’ala tentang mereka (artinya): “Nuh berkata: “Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan mereka telah melakukan tipu daya yang amat besar”. Mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.…” (Nuh: 21-24)
Ibnu ‘Abbas dalam riwayat Al Bukhari menyatakan: “Sesembahan tersebut adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh u. Ketika orang-orang shalih itu mati, tampillah setan membisikkan kepada orang-orang; Dirikanlah di majelis-majelis kalian patung-patung mereka dan namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut namun masih belum disembah, sampai orang-orang itu meninggal (dari generasi ke generasi) dan ilmu semakin dilupakan, akhirnya patung-patung tersebut itu pun disembah.”
Fitnah pengagungan kuburan terus berlangsung dari masa ke masa. Termasuk Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara) juga mendapat kutukan dari Allah , disebabkan mereka terjatuh dalam pengagungan kuburan ini. Al Imam Al Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih keduanya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah, bahwa Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah apa yang ia lihat tentang gereja Maria di negeri Habasyah (Ethopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar/patung-patung. Rasulullah bersabda: “Mereka (Yahudi dan Nashara), bila ada seorang shalih diantara mereka meninggal, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat patung-patung (monumen-monumen) ataupun gambar-gambar orang shalih tersebut di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah . (Al Bukhari 1/15 dan Muslim 1/375)
Rasulullah diutus ke muka bumi juga pada saat bangsa Arab terfitnah dengan penyembahan patung orang-orang shalih yang di tancapkan di kuburan-kuburan mereka atau disekitar Ka’bah. Terbukti -hal yang demikian itu- dengan firman Allah Ta’ala (artinya): “Apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata, Al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.”(An-Najm: 19-22)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas beliau berkata tentang firman Allah “Al-Latta dan Al-’Uzza.”: “Al-Latta adalah seseorang yang membuat adonan roti dari gandum untuk para jamaah haji (tatkala ia mati orang-orang beri’tikaf di atas kuburnya lalu mereka menjadikannya berhala -red).” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/35 dan Al Qaulul Mufid 1/253 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)
Para pembaca, kita bisa menyaksikan (langsung) pula bahwa malapetaka atau fitnah kuburan ini pun merupakan asal usul kekafiran dari agama-agama selain agama samawi, seperti Hindu, Budha, Konghuchu, agama-agama sesat yang ada di Yunani dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang tersebar di belahan dunia ini. Atas dasar itulah, sesungguhnya hakekat seluruh bentuk kekufuran adalah satu, karena dedengkot kekufuran itu adalah satu pula yaitu Iblis la’natullah.
Bentuk-Bentuk Pengagungan Kubur
Para pembaca, sesungguhnya fitnah pengagungan kuburan ini bermula dari sikap ghuluw (ekstrim) di dalam memuliakan orang-orang shalih. Padahal sikap ghuluw merupakan cara jitu iblis dan pengikutnya untuk menjatuhkan manusia dalam kebinasaan, dan ternyata telah terbukti pada kaum-kaum sebelum Islam. Pantaslah Rasulullah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُو فَإِنَّمَا أَهْلََكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُو
“Hati-hatilah kalian dari perbuatan ghuluw (melampaui batas), sesungguhnya kebinasaan kaum sebelum kalian adalah karena disebabkan perbuatan ghuluw.”(HR. Ahmad)
Diantara bentuk-bentuk perbuatan ghuluw terhadap kuburan adalah:
1. Membuat Bangunan Di Atasnya.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tahdzir As-Sajid (hal. 9-20) membawakan hadits-hadits yang semuanya melarang membuat bangunan di atas kuburan. Diantaranya:
1. Hadits Jabir bin Abdullah :
نَهَىرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah melarang untuk mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan (mengkijing dan semisalnya) di atasnya.” (HR. Muslim, 3/62)
2. Hadits Ali , dari Abu Hayyaj Al-Asadi rahimahullah ia berkata:
قاَلَ ليْ علِيُّ بْنُ أَبِيْ طاَلِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى ماَ بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَنْ لاَتَدَعَ تِمْثاَلاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku: ‘Maukah engkau aku utus kepada sesuatu yang Rasulullah telah mengutusku dengannya? (Yaitu) jangan kamu membiarkan patung kecuali kamu hancurkan dan kuburan yang menonjol lebih tinggi melainkan kamu ratakan.” (HR. Muslim)
Kalau kita melihat kenyataan sekarang, jarang sekali kuburan yang bersih dari bangunan, pengapuran, penerangan (lampu), bahkan ada yang dipasang tirai (selambu). Yang semuanya ini dilarang oleh agama, karena selain menyelisihi petunjuk Nabi , bahkan menyerupai kebiasaan orang-orang kafir dan menghambur-hamburkan harta. Padahal usaha tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat kepada penghuni kubur, lebih dari itu sebagai fitnah bagi yang masih hidup.
2. Beribadah Kepada Allah Di Sisi Kuburan.
Perbuatan ini berasal dari sebuah keyakinan bahwa beribadah di sisi kuburan lebih bisa mendatangkan kekhusyu’an dan barakah. Disini kita sebutkan beberapa contoh ibadah yang lagi marak dilakukan di atasnya:
Shalat, sesungguhnya ia merupakan ibadah yang sangat mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan syari’at. Telah datang hadits-hadits shohih yang melarang shalat di atas kubur baik mengadap ke kuburan ataupun tidak (yakni menghadap ke kiblat). Diantaranya:
Hadits Abu Martsad Al Ghanawi , Rasulullah bersabda:
لاَتُصَلُّوا إِلَى الْقُبُور
“Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur.” (HR. Muslim)
2. Hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُورِ
“Sesungguhnya Nabi Muhammad melarang shalat diantara kuburan-kuburan.” (HR. Al Bazzar no. 441, Ath Thabrani di Al Ausath 1/280)
3. Hadits Abu Sa’id Al Khudri
الأََرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi dan seluruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)
a. Memotong hewan kurban di atasnya. Rasulullah bersabda:
لاَعَقْرَ (أَي عِنْدَ الْقَبْرِ) فِي الإِسْلاَمِ
“Tidak ada sesembelihan di atas kuburan dalam Islam.” (HR. Abu Dawud 2/71, Ahmad 3/197, dari sahabat Anas )
Al Imam An Nawawi berkata: “Menyembelih sembelihan di atas kubur merupakan perbuatan yang dilarang, sesuai kandungan hadits Anas .” (Al Majmu’: 5/320)
c. Sengaja membaca Al Qur’an, berdo’a, bernadzar ataupun jenis ibadah yang lainnya di sisi kuburan.
Semua perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, kalau seandainya perkara ini adalah baik niscaya Rasulullah pasti akan menyampaikannya dan para sahabatlah y yang paling dahulu mengamalkannya.
Semestinya rumah-rumah Allah (masjid) ataupun rumah-rumah kita sendiri itulah yang lebih pantas untuk diramaikan dengan berbagai macam ibadah, bukan kuburan. Rasulullah bersabda:
لاَتَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)
Dan jenis perbuatan inipun juga masuk dalam larangan sabda Rasulullah :
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.” (HR. Al-Bukhari, 3/156, Muslim, 2/67 dan lainnya)
Karena makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup membangun masjid di atas kuburan dan juga mencakup menjadikan kuburan sebagai tempat sujud (ibadah) ataupun berdo’a walaupun tidak ada bangunan di atasnya. Kecuali berdo’a untuk si mayit, karena inilah yang dianjurkan dalam agama. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 279 karya Asy Syaikh Al Albani dan Al Qaulul Mufid 1/396)
Sedangkan keyakinan menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah (perantara) untuk mendekatkan dia dengan Allah , juga termasuk amalan baru (diada-adakan) yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam agama kami ini yang bukan bagian dari agama, maka amalannya akan tertolak.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al Imam Asy Syafi’i berkata:
مَنِ اسْتَحَْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barangsiapa yang menganggap baiknya suatu amalan (tanpa dalil), berarti ia telah membuat syari’at.” (Al Muhalla fi Jam’il Jawaami’ 2/395)
Sehingga jenis tawassul seperti ini tergolong dari tawassul yang tidak disyari’atkan (terlarang).
3. Beribadah Kepada Penghuni Kubur.
Tujuan utama yang diharapkan oleh iblis dan bala tentaranya adalah memalingkan manusia untuk mempersembahkan peribadatan kepada selain Allah . Kenyataan ini pun terjadi, banyak kita jumpai kuburan-kuburan yang dikunjungi ratusan bahkan ribuan orang perharinya. Dalam keadaan khusyu’ dan takut, bahkan diiringi linangan air mata, mereka meminta kepada penghuni kubur baik rizki, jodoh, jabatan, atau ketika ditimpa musibah buru-buru menyembelih sembelihan untuk penghuni kuburan tersebut. Inilah hakekat kesyirikan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah :
اللهمَّ لاَتَجْعَل قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), sungguh amat besar sekali kemurkaan Allah terhadap suatu kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi sebagai masjid-masjid.” (HR. Ahmad dari sahabat Abu Hurairah)
هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ
“Celaka dan binasalah orang-orang yang melampaui batas (ekstrim).” (HR. Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud )
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya al jannah, dan tempat kembalinya adalah an naar dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.” (Al Maidah: 72)
Akhir kata, kami mengajak seluruh saudara-saudara kaum muslimin untuk meramaikan masjid-masjid Allah Ta’ala dengan majlis-majlis ilmiah yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan apa yang telah dipahami oleh para sahabat nabi . Karena dengan tersebarnya ilmu yang haq ini merupakan jalan keluar terbaik dari musibah (fitnah) yang menimpa umat Islam yaitu pengagungan terhadap kuburan-kuburan yang dikeramatkan.
Sementara di sisi lain masjid-masjid Allah semakin sunyi dari jama’ah, sungguh ironis sekali. Hal inilah yang mendorong untuk dimuatnya tema ini, sebagai bentuk nasehat dan tambahan ilmu untuk kita semua, yang didasari atas rasa ukhuwah (solidaritas) imaniyah semata. Rasulullah bersabda:
الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ
“Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat. (HR. Muslim, dari sahabat Tamim Ad Daari )
Bisakah Orang Mati Memberikan Manfaat ?
Secara fitrah yang suci, orang yang telah mati tidak mampu lagi berhubungan dengan orang yang hidup, baik berbicara ataupun mendengar panggilan orang yang memanggil. Lebih dari itu, Allah sebagai dzat Yang Maha Mengetahui tentang makhluk-Nya menetapkan bahwa orang yang mati telah terputus amalnya, tidak lagi ia mampu menjawab panggilan orang yang memanggil atau mengabulkan do’a orang yang berdo’a kepadanya, dan tidak ada seorang pun yang mampu menjadikan orang mati dapat berinteraksi dengan orang yang hidup. Sebagaimana firman Allah (artinya): “Dan orang-orang yang kalian sembah selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruan kalian, dan kalaupun mereka mendengarnya mereka tiada dapat memperkenankan permintaan kalian dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikan kalian……” (Faathir: 13-14)
Begitu juga firman-Nya:
“Dan kamu (Wahai Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (Faathir: 22)
Rasululah bersabda (artinya):
“Bila anak Adam (manusia) telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya.” (HR. At Tirmidzi dan An Nasaa’i)
Pengagungan Kuburan Dari Masa Ke Masa
Awal mula munculnya fitnah pengagungan kuburan ini, terjadi pada kaum Nabi Nuh u, sebagaimana diberitakan oleh Allah Ta’ala tentang mereka (artinya): “Nuh berkata: “Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan mereka telah melakukan tipu daya yang amat besar”. Mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.…” (Nuh: 21-24)
Ibnu ‘Abbas dalam riwayat Al Bukhari menyatakan: “Sesembahan tersebut adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh u. Ketika orang-orang shalih itu mati, tampillah setan membisikkan kepada orang-orang; Dirikanlah di majelis-majelis kalian patung-patung mereka dan namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut namun masih belum disembah, sampai orang-orang itu meninggal (dari generasi ke generasi) dan ilmu semakin dilupakan, akhirnya patung-patung tersebut itu pun disembah.”
Fitnah pengagungan kuburan terus berlangsung dari masa ke masa. Termasuk Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara) juga mendapat kutukan dari Allah , disebabkan mereka terjatuh dalam pengagungan kuburan ini. Al Imam Al Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih keduanya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah, bahwa Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah apa yang ia lihat tentang gereja Maria di negeri Habasyah (Ethopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar/patung-patung. Rasulullah bersabda: “Mereka (Yahudi dan Nashara), bila ada seorang shalih diantara mereka meninggal, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat patung-patung (monumen-monumen) ataupun gambar-gambar orang shalih tersebut di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah . (Al Bukhari 1/15 dan Muslim 1/375)
Rasulullah diutus ke muka bumi juga pada saat bangsa Arab terfitnah dengan penyembahan patung orang-orang shalih yang di tancapkan di kuburan-kuburan mereka atau disekitar Ka’bah. Terbukti -hal yang demikian itu- dengan firman Allah Ta’ala (artinya): “Apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata, Al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.”(An-Najm: 19-22)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas beliau berkata tentang firman Allah “Al-Latta dan Al-’Uzza.”: “Al-Latta adalah seseorang yang membuat adonan roti dari gandum untuk para jamaah haji (tatkala ia mati orang-orang beri’tikaf di atas kuburnya lalu mereka menjadikannya berhala -red).” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/35 dan Al Qaulul Mufid 1/253 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)
Para pembaca, kita bisa menyaksikan (langsung) pula bahwa malapetaka atau fitnah kuburan ini pun merupakan asal usul kekafiran dari agama-agama selain agama samawi, seperti Hindu, Budha, Konghuchu, agama-agama sesat yang ada di Yunani dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang tersebar di belahan dunia ini. Atas dasar itulah, sesungguhnya hakekat seluruh bentuk kekufuran adalah satu, karena dedengkot kekufuran itu adalah satu pula yaitu Iblis la’natullah.
Bentuk-Bentuk Pengagungan Kubur
Para pembaca, sesungguhnya fitnah pengagungan kuburan ini bermula dari sikap ghuluw (ekstrim) di dalam memuliakan orang-orang shalih. Padahal sikap ghuluw merupakan cara jitu iblis dan pengikutnya untuk menjatuhkan manusia dalam kebinasaan, dan ternyata telah terbukti pada kaum-kaum sebelum Islam. Pantaslah Rasulullah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُو فَإِنَّمَا أَهْلََكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُو
“Hati-hatilah kalian dari perbuatan ghuluw (melampaui batas), sesungguhnya kebinasaan kaum sebelum kalian adalah karena disebabkan perbuatan ghuluw.”(HR. Ahmad)
Diantara bentuk-bentuk perbuatan ghuluw terhadap kuburan adalah:
1. Membuat Bangunan Di Atasnya.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tahdzir As-Sajid (hal. 9-20) membawakan hadits-hadits yang semuanya melarang membuat bangunan di atas kuburan. Diantaranya:
1. Hadits Jabir bin Abdullah :
نَهَىرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah melarang untuk mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan (mengkijing dan semisalnya) di atasnya.” (HR. Muslim, 3/62)
2. Hadits Ali , dari Abu Hayyaj Al-Asadi rahimahullah ia berkata:
قاَلَ ليْ علِيُّ بْنُ أَبِيْ طاَلِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى ماَ بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَنْ لاَتَدَعَ تِمْثاَلاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku: ‘Maukah engkau aku utus kepada sesuatu yang Rasulullah telah mengutusku dengannya? (Yaitu) jangan kamu membiarkan patung kecuali kamu hancurkan dan kuburan yang menonjol lebih tinggi melainkan kamu ratakan.” (HR. Muslim)
Kalau kita melihat kenyataan sekarang, jarang sekali kuburan yang bersih dari bangunan, pengapuran, penerangan (lampu), bahkan ada yang dipasang tirai (selambu). Yang semuanya ini dilarang oleh agama, karena selain menyelisihi petunjuk Nabi , bahkan menyerupai kebiasaan orang-orang kafir dan menghambur-hamburkan harta. Padahal usaha tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat kepada penghuni kubur, lebih dari itu sebagai fitnah bagi yang masih hidup.
2. Beribadah Kepada Allah Di Sisi Kuburan.
Perbuatan ini berasal dari sebuah keyakinan bahwa beribadah di sisi kuburan lebih bisa mendatangkan kekhusyu’an dan barakah. Disini kita sebutkan beberapa contoh ibadah yang lagi marak dilakukan di atasnya:
Shalat, sesungguhnya ia merupakan ibadah yang sangat mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan syari’at. Telah datang hadits-hadits shohih yang melarang shalat di atas kubur baik mengadap ke kuburan ataupun tidak (yakni menghadap ke kiblat). Diantaranya:
Hadits Abu Martsad Al Ghanawi , Rasulullah bersabda:
لاَتُصَلُّوا إِلَى الْقُبُور
“Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur.” (HR. Muslim)
2. Hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُورِ
“Sesungguhnya Nabi Muhammad melarang shalat diantara kuburan-kuburan.” (HR. Al Bazzar no. 441, Ath Thabrani di Al Ausath 1/280)
3. Hadits Abu Sa’id Al Khudri
الأََرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi dan seluruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)
a. Memotong hewan kurban di atasnya. Rasulullah bersabda:
لاَعَقْرَ (أَي عِنْدَ الْقَبْرِ) فِي الإِسْلاَمِ
“Tidak ada sesembelihan di atas kuburan dalam Islam.” (HR. Abu Dawud 2/71, Ahmad 3/197, dari sahabat Anas )
Al Imam An Nawawi berkata: “Menyembelih sembelihan di atas kubur merupakan perbuatan yang dilarang, sesuai kandungan hadits Anas .” (Al Majmu’: 5/320)
c. Sengaja membaca Al Qur’an, berdo’a, bernadzar ataupun jenis ibadah yang lainnya di sisi kuburan.
Semua perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, kalau seandainya perkara ini adalah baik niscaya Rasulullah pasti akan menyampaikannya dan para sahabatlah y yang paling dahulu mengamalkannya.
Semestinya rumah-rumah Allah (masjid) ataupun rumah-rumah kita sendiri itulah yang lebih pantas untuk diramaikan dengan berbagai macam ibadah, bukan kuburan. Rasulullah bersabda:
لاَتَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)
Dan jenis perbuatan inipun juga masuk dalam larangan sabda Rasulullah :
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.” (HR. Al-Bukhari, 3/156, Muslim, 2/67 dan lainnya)
Karena makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup membangun masjid di atas kuburan dan juga mencakup menjadikan kuburan sebagai tempat sujud (ibadah) ataupun berdo’a walaupun tidak ada bangunan di atasnya. Kecuali berdo’a untuk si mayit, karena inilah yang dianjurkan dalam agama. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 279 karya Asy Syaikh Al Albani dan Al Qaulul Mufid 1/396)
Sedangkan keyakinan menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah (perantara) untuk mendekatkan dia dengan Allah , juga termasuk amalan baru (diada-adakan) yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam agama kami ini yang bukan bagian dari agama, maka amalannya akan tertolak.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al Imam Asy Syafi’i berkata:
مَنِ اسْتَحَْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barangsiapa yang menganggap baiknya suatu amalan (tanpa dalil), berarti ia telah membuat syari’at.” (Al Muhalla fi Jam’il Jawaami’ 2/395)
Sehingga jenis tawassul seperti ini tergolong dari tawassul yang tidak disyari’atkan (terlarang).
3. Beribadah Kepada Penghuni Kubur.
Tujuan utama yang diharapkan oleh iblis dan bala tentaranya adalah memalingkan manusia untuk mempersembahkan peribadatan kepada selain Allah . Kenyataan ini pun terjadi, banyak kita jumpai kuburan-kuburan yang dikunjungi ratusan bahkan ribuan orang perharinya. Dalam keadaan khusyu’ dan takut, bahkan diiringi linangan air mata, mereka meminta kepada penghuni kubur baik rizki, jodoh, jabatan, atau ketika ditimpa musibah buru-buru menyembelih sembelihan untuk penghuni kuburan tersebut. Inilah hakekat kesyirikan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah :
اللهمَّ لاَتَجْعَل قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), sungguh amat besar sekali kemurkaan Allah terhadap suatu kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi sebagai masjid-masjid.” (HR. Ahmad dari sahabat Abu Hurairah)
هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ
“Celaka dan binasalah orang-orang yang melampaui batas (ekstrim).” (HR. Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud )
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya al jannah, dan tempat kembalinya adalah an naar dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.” (Al Maidah: 72)
Akhir kata, kami mengajak seluruh saudara-saudara kaum muslimin untuk meramaikan masjid-masjid Allah Ta’ala dengan majlis-majlis ilmiah yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan apa yang telah dipahami oleh para sahabat nabi . Karena dengan tersebarnya ilmu yang haq ini merupakan jalan keluar terbaik dari musibah (fitnah) yang menimpa umat Islam yaitu pengagungan terhadap kuburan-kuburan yang dikeramatkan.
Di Bawah Tikar Sembahyang
Tarajee
Abdur-Rahim
Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak
ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan
kebaikan kepadamu. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS 6:17)
Pada
usia empat puluh dua tahun, dia menerbitkan jihad iklan Tauheed,2 sebuah laporan berkala yang terbit dua
bulan sekali tentang AIDS. Jurnalis memuat ulasan percobaan klinis,
artikel-artikel tentang gejala atau ciri-ciri umum di antara para PWA (People
With AIDS --orang-orang yang mengidap penyakit AIDS), daftar pelayanan sosial,
tanya jawab, iklan dan tajuk rencana, beserta ayat-ayat Al-Quran. Dia juga
menawarkan kepada para PWA sebuah kelompok diskusi, bantuan dari luar, layanan
pembersihan apartemen, binatu, belanja, suruhan, pengawalan, kunjungan pribadi.
Dia adalah seorang yang bersemangat luar biasa besar dan sebuah benteng
kekuatan bagi kelima putrinya. Tetapi dia berjuang keras untuk merasakan
perlindungan dan penghormatan oleh masyarakat Muslim.
Saya
mengikrarkan syahadat enam belas tahun yang lalu. Suami saya telah memeluk
Islam dua tahun sebelum saya mengucapkan syahadat saya. Saya pikir Islam begitu
hebat.
Dulu
saya memakai thobe3 dan kirfi (topi) kepunyaan suami
saya. Pakaian itu tampak bagus saya pakai. Tetapi saya tidak tertarik. Saya
menyebut diri saya, nyaris dengan kebanggaan, sebagai seorang ateis.
Suatu
hari saya mengambil Al-Quran dan membacanya. Kitab itu sungguh melambungkan
jiwa saya. Saya tahu inilah kebenaran. Sangat masuk akal. Tapi, saya tidak
dapat segera mengucapkan kalimat syahadat. Sebab hal itu berarti saya harus
membakar semua rok mini dan celana pendek saya. Tetapi saya tidak keberatan.
Itu sama sekali tidak memberatkan saya. Karena sejak saat itu saya tidak ingin
menjadi yang lain lagi.
Putri
saya yang paling besar saat itu baru berumur enam tahun dan yang nomor dua
sekitar dua tahun. Sekarang mereka berusia dua puluh tiga dan delapan belas
tahun. Dahulu mereka bernama Nadine dan Hillary. Sekarang Latifa dan Malika.
Sesudah itu saya memiliki tiga anak lagi, semuanya perempuan.
Ketika
saya menikah, anak tertua saya telah berumur empat atau lima tahun. Kami
memutuskan untuk menikah secara resmi. Kami meninggalkan Harlem menuju ke
Brooklyn. Malik adalah teman saya, kekasih saya, sahabat saya.
Malik
mempunyai masalah keterlibatan dengan obat-obatan. Dahulu saya sering
menyindirnya. Saya katakan kepadanya bahwa dia bukan seorang pemadat yang baik.
Dia telah berusaha keras dan tetap tidak berhasil. Dia mungkin bisa
meninggalkan kecanduan itu selama lima atau enam tahun, kemudian minum-minum
lagi selama satu tahun.
Dia
cukup mampu membiayai kebiasaan itu. Dia tidak pernah mengambil apa pun dari
rumah. Melihat perubahan wajah dan sikap yang dialaminya ketika dia sedang
dalam pengaruh obat-obatan, merupakan saat yang paling menyakitkan. Saya tidak
pernah melihat dia menggunakannya. Dia tidak pernah melakukannya di hadapan
saya atau anak-anak, tetapi saya selalu mengetahui kalau dia memakai obat-obat
itu lagi.
Tak
ada alasan untuk meninggalkan orang ini. Dia terlibat dalam masalah yang dia
sendiri tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Dan itulah persoalan utamanya.
Ketika
orang-orang mulai membicarakan tentang AIDS, saya mendengarkan dan saya
memikirkannya sendiri. Saya tidak perlu mengkhawatirkannya: saya seorang
Muslim. Saya shalat lima kali sehari. Malik juga seorang Muslim. Saya berkata
pada diri sendiri, dia yang menggunakan obat-obatan, bukan saya.
Tetapi
ketika saya terus mendengarkan tentang AIDS, saya mengatakan, mari kita pergi
dan periksa. Pada awalnya, dia tidak mau pergi. Tetapi saya, perlu mengetahui,
sebab saya dengar bahwa tempat-tempat yang berhubungan langsung dengannya
merupakan kategori risiko tinggi. Akhirnya dia setuju dan kami pergi. Hasil
diagnosa mengatakan bahwa sejak sebelas tahun yang lalu kami mengidap
HIV-positif.
Saya
benar-benar terhenyak. Saya tidak dapat mempercayai bahwa saya terjangkiti
virus tersebut. Tetapi saya tidak meratapinya terlalu lama. Islam mengajarkan
kepada Anda bagaimana menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam hidup
Anda. Dan cara untuk menghadapinya sangat sederhana: beriman dan tawakal kepada
Allah. Saya memikirkan hal itu dan saya berkata pada diri sendiri, mungkin
sekarang dia akan meninggalkan obat-obat itu.
Tak
ada dukungan komunitas Muslim yang dapat diharapkannya. Tak ada sistem yang
mendukung kaum heteroseksual. AIDS adalah penyakit para gay. Itu adalah
penyakit orang Haiti, itu adalah penyakit kaum homoseks kulit putih. Begitu
pendapat orang banyak dan sekarang kita ketahui bahwa pendapat semacam itu
salah. Tetapi saat itu, itulah yang dipercaya semua orang. Kami bukan orang
kulit putih, kami bukan gay, kami bukan orang Haiti. Dan saya tahu ini tidak
disadari masyarakat. Saya sangat marah pada Malik sebab saya ingin dia
melindungi saya, bukan dari virus itu, tetapi dari unsur-unsur di sekeliling
virus tersebut. Saya ingin duduk di samping Malik dan mendapat rasa aman. Saya
tidak ingin mencemaskan apa yang dipikirkan orang Muslim yang lain. Saya ingin
Malik membuat hidup ini aman bagi saya. Saya sangat marah pada Malik atas semua
ini, tetapi saya tidak pernah marah mengenai penyakit itu.
***
Saya
harus memberanikan diri untuk keluar. Saya ingin tahu apa yang dilakukan orang
terhadap AIDS, saya ingin mengambil manfaatnya bagi saya. Saya tahu banyak
orang yang mengidap penyakit tersebut selain saya. Lagi pula, saya tahu banyak
orang Muslim selain saya yang terjangkiti penyakit ini. Saya tahu saya bukan
satu-satunya yang terkena virus tersebut.
Malik
tidak ingin menghadiri kelompok pendukung. Dia tidak ingin mengetahui apa-pun.
Dia hanya marah: Mengapa Allah menimpakan hal ini kepadanya? Mengapa Allah
meletakkannya pada posisi di mana terdapat kemungkinan besar bahwa dia akan mati
karena sesuatu yang tidak ada obatnya, dan meninggalkan istri dan anak-anaknya?
Saya bukan seorang laki-laki, dan saya tidak memahami bagaimana seorang lelaki
berpikir, tetapi saya kira saya memakluminya.
Kami
selalu bertengkar sejak saat itu. Saya mencela kemarahannya. Dia mencaci cara
saya menghadapi keadaan tersebut. Saya pikir mungkin sebagai laki-laki dia
merasa gelisah karena istrinya lebih kuat dari dirinya. Saya tidak pernah
mencoba menegangkan otot, dalam arti mengajaknya berkelahi. Saya pun ingin
melindunginya. Tetapi kadang-kadang saya sendiri pun merasa ingin menangis.
Saya ingin menangis tetapi saya tidak dapat melakukannya. Saya terlalu sibuk
menabahkan diri untuk menghadapi kenyataan itu.
Entah
bagaimana sebagai seorang perempuan, saya mendapati diri saya setahap demi
setahap meninggalkan sifat feminin saya dan memandang segala sesuatu dari sudut
pandang maskulin. Karena saya merasa tak seorang pun melindungi saya, maka saya
harus melindungi diri saya sendiri. Lalu saya mengenakan baju baja saya,
membawa perisai di satu tangan saya dan tombak di tangan yang lain. Saya mulai
mendatangi kelompok pendukung yang satu ke kelompok yang lain, hanya untuk
melihat.
Saya
mengetahui semuanya dari 'penghuni planet Mars yang kecil dan hijau'. Tetapi
saya gembira. [Tertawa].
Gay
Men's Health Crisis Center (Pusat
Penanganan Krisis Kesehatan Kaum Gay) di (Greenwich) Village memperlakukan saya
seperti seorang ratu.
Sebelum
saya ke sana, saya tahu bahwa tempat itu hanya untuk kaum gay semata. Tetapi
itu tidak membuat saya berbalik. Merekalah yang terperanjat dengan kehadiran
saya. Lupakan kenyataan bahwa saya seorang wanita. Tetapi saya seorang wanita
kulit hitam, dan saya seorang wanita Muslim. Saya membiasakan diri dengan
kenyataan tersebut.
Ketika
saya mengunjungi GMHC dan beberapa organisasi AIDS lain yang semuanya dikelola
oleh para pria homoseks, tindakan pertama mereka semuanya sama: Mereka hanya
duduk dan memandangi saya. Di wajah mereka saya dapat membaca pikiran mereka
[dengan suara yang dibuat-buat, difemininkan]: "Oh, dia nyata-nyata
berada di tempat yang salah."
Dan
di wajah-wajah yang lain saya dapat melihat: Saya heran apa yang dia lakukan
di sini. Dan ada pula wajah-wajah yang menyiratkan: "Oooo, saya
menyukai pakaiannya."
Itu
semua sangat menghibur saya. Mereka memperlakukan saya dengan begitu baik.
Tentu saja saya tidak membuang waktu menunggu mereka bertanya mengapa saya
berada di sana. Saya segera menjelaskan duduk persoalannya. Saya segera
memperkenalkan diri: "Nama saya Tarajee. Saya juga mengidap HIV positif.
Saya tahu saya berada di tempat yang tepat."
Mereka
senang bersama saya, saya pun demikian. Mereka ingin mengetahui mengapa saya
menutup rambut saya dan seberapa panjang rambut saya. Mereka menanyakan kepada
saya beberapa pertanyaan kewanitaan. Itulah yang sangat menghibur saya. Saya
dapat berbagi rasa. Saya merasa nyaman bersama mereka. Saya merasa bersama
"para wanita". Saya tidak merasa terkucil.
Mereka
membuka lebar pintu mereka. Saya dapat datang dan pergi-sesuka hati. Sebagian
besar dari mereka merasa saya orang yang mengagumkan. Kami tidak banyak
berbicara masalah HIV, tetapi kami lebih banyak membicarakan masalah-masalah
kemanusiaan. Saya datang ke sana tanpa mengetahui apa yang saya cari, tetapi
saya keluar dengan begitu banyak pengetahuan. Saya mempelajari banyak hal
tentang mereka --kecemasan mereka, cara mereka menghadapi masalah itu. Lebih
dari itu, saya mengetahui bahwa mereka pun berdarah jika terluka, sama seperti
yang terjadi pada saya. Mereka merasakan apa yang saya rasakan. Mereka terluka
seperti saya terluka. Mereka tidak berbeda.
Saya
tidak segera mendatangi masyarakat Muslim dan mengungkapkan status HIV saya.
Saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepada suatu kelompok atau seseorang
mengenai masalah AIDS hanya untuk melihat reaksi mereka. Dan banyak orang
Muslim yang meyakini bahwa siapa pun yang terserang AIDS berarti telah
melakukan suatu perbuatan dosa, dan Allah menghukum mereka.
Saya
melihat begitu banyak kecemasan dan ketakutan serta penolakan dalam taraf yang
tinggi. Saya menyarankan kepada seorang imam bahwa kami memerlukan
kelompok-kelompok pendukung dari kalangan masyarakat Muslim untuk berkomunikasi
dengan orang Muslim yang terjangkiti virus tersebut. Dan dia berkata kepada
saya, "Saudaraku, engkau tidak memerlukan kelompok pendukung. Engkau telah
memiliki kami."
Dan
saya menjawab, "Ini tidak realistis. Misalnya saya bosan hidup sendiri.
Tindakan apa yang akan Anda ambil untuk meyakinkan bahwa saya akan mendapatkan
seorang suami? Saya tidak mau kumpul kebo. Saya tidak mau berzina. Jadi langkah
apa yang Anda ambil untuk meyakinkan bahwa saya masih berada dalam batas-batas
agama saya?"
Dia
berkata, "Baiklah, kita akan melewati jembatan itu jika kita sampai di
sana."
Ini
reaksi yang khas. Dia marah pada saya karena saya terlalu banyak membicarakan
masalah itu. Saya menjadi kurang ajar sekali.
Dialah
imam pertama yang saya ajak bicara.
Saya
mulai melontarkan beberapa pertanyaan: Mengapa masyarakat Muslim tidak
menangani masalah ini? Mengapa setiap orang begitu tegang dan cemas terhadap
persoalan ini? Apa yang tengah terjadi di sini?
Saya
berjumpa seorang rekan sesama Muslim di Manhattan yang berkata kepada saya,
"Mereka harus menempatkan semua orang Muslim yang terserang virus AIDS
dalam perkampungan penderita kusta. Mereka harus mengunci para penderita
tersebut dan membuang kuncinya jauh-jauh."
Lalu
saya berkata padanya, "Tetapi, saya tidak ingin tinggal di perkampungan
penderita kusta."
Dia
memandang saya dan berkata, "Saya tidak membicarakan tentang Anda, saya
membicarakan orang-orang yang mengidap virus tersebut."
Saya
berkata, "saya salah satu di antara orang yang 'mengidap virus itu'."
Dia kaget sekali.
***
Saya
memohon kepada Allah untuk tidak membiarkan saya merasa takut, dan itulah yang
saya dapatkan. Anda akan mendapatkan apa yang Anda perjuangkan. Allah berfirman
bahwa seseorang hanya akan memperoleh apa yang dia perjuangkan. Saya tidak
mencari materi dan harta benda. Saya memohon petunjuk Allah. Saya memohon
kepada-Nya untuk melindungi saya. Saya memohon kepada-Nya untuk menunjukkan
pada saya bagaimana cara melewati air yang keruh ini. Dari Dia menunjukkan
caranya. Dan saya juga memperoleh karunia-Nya yang lain sebagai tambahan.
Malik
meninggal dunia tiga tahun yang lalu karena AIDS. Dia kembali menggunakan obat-obatan,
dan dia melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lihat selama dua puluh empat
tahun mengenalnya: Dia menjadi seorang pemadat ulung. Akhirnya dia berhasil.
Ketika telah kehabisan uang, Malik menyapu bersih dua deposito di bank, sebuah
rekening koran; semua polis asuransi kami pun lenyap. Semuanya hilang ketika
Malik meninggal. Bahkan saya harus meminta jasa kemasyarakatan untuk
menguburkannya.
Pada
hari dia meninggal saya berada di rumah. Saya bangun dan merasa aneh, saya tahu
Malik telah meninggal. Saya tahu. Mereka menelepon saya dari rumah sakit. Saya
tidak terkejut. Saya gembira Malik meninggal. Saya bahagia penderitaannya telah
berakhir, sebab dia telah mengalami neraka yang sebenarnya, dan saya selalu
berkata kepadanya, bangkitlah dari kedunguanmu, berilah perlawanan! Jangan
biarkan hal ini menguasaimu! Bukan begini cara untuk mati. Engkau tidak perlu
merasa sengsara. Kesengsaraan, bagiku merupakan pilihan.
Saya
tidak berhasil membuatnya sadar. Dia begitu sedih dan marah sehingga dia
dibutakan oleh keadaan. Saya sampai pada keputusan bahwa saya tidak dapat
membicarakan hal itu lebih jauh dengan Malik. Dia lama sekali tidak
mendengarkan apa yang saya katakan. Dia mencabik-cabik tubuhnya sendiri dengan
obat-obat tersebut. Saya yakin dia mati karena perasaan pedih dan marah.
Perasaan itu memangsanya hidup-hidup.
Dia
terserang AIDS yang telah menyebar ke seluruh tubuhnya sekitar dua tahun
sebelum meninggal. Saya telah mengetahuinya --sebelum dia diperiksa. Kami pergi
melakukan shalat hari raya, di Prospect Park. Saya sedang berdiri dalam jarak
yang agak jauh dari Malik, berbincang-bincang dengan seorang teman wanita. Lalu
saya mendongak dan menatap Malik. Saya berkata pada diri sendiri, Ya Tuhan, dia
telah terjangkit AIDS yang parah yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Saat itu
dia tidak tampak kurus. Saya tidak pernah memberitahunya apa yang saya lihat.
Ketakutan mencekam saya lebih dari segalanya, sebab sebagai Muslim kami
diajarkan untuk tidak takut terhadap apa pun kecuali Allah. Saya meyakini hal ini.
Malik
takut dikucilkan. Dia takut direndahkan. Dia takut orang lain tahu bahwa dia
kacau balau, bahwa dia telah membuat kesalahan.
Kadang-kadang
seorang Muslim ingin orang lain mempercayai bahwa dia tidak pernah melakukan
kesalahan, atau dia tidak dapat berbuat kesalahan. Tetapi kita manusia. Kita
selalu berbuat kesalahan dari waktu ke waktu. Allah menyatakan hal itu dalam
Al-Quran. Begitulah cara Dia menciptakan kita.
Begitulah
cara orang-orang Muslim menangani hal itu. Mereka lebih takut terhadap apa yang
dipikirkan orang lain daripada kenyataan bahwa mereka mengidap virus itu. Saya
tidak dapat mengerti hal itu. Sebab saya masih tetap berpendapat kami orang
Islam. Jika Anda mengucapkan, La ilaha illa Allah, Anda telah mengikrarkan
janji pada Allah. Anda harus percaya pada Allah bahwa Dia akan memimpin Anda,
membimbing Anda, bersama Anda di mana pun Anda berada. Saya menjadi lebih memahami
hal itu sejak saya mengidap virus tersebut.
***
Pada
awalnya saya merasa takut menerbitkan laporan berkala ini. Penerbitan itu telah
berumur dua tahun. Saya menginginkan nama para imam agar saya dapat mengirimkan
laporan berkala itu kepada mereka. Saya membeli buku petunjuk Muslim yang
memuat alamat segala macam bisnis dan organisasi. Dalam waktu satu tahun jurnal
itu telah mencapai oplah lebih dari 900 eksemplar.
Tujuan
penerbitan jurnal itu sebenarnya adalah untuk memberikan informasi yang
sebagian besar orang tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya. Sebagian besar
orang tidak mau pergi ke organisasi AIDS untuk mencari keterangan tentang hal
tersebut. Terutama orang-orang Muslim.
Saya
memberikan informasi secara gamblang. Saya memasukkan dalam tulisan saya
surat-surat dari Al-Quran sehingga orang dapat membaca sesuatu yang benar-benar
meresap ke dalam hati. Ayat-ayat itu menjadi peringatan-peringatan kecil.
Saya
mendapatkan beberapa tanggapan bernada marah lewat surat dan telepon: Mengapa
seorang Muslimah membeberkan segala macam tentang AIDS?
Membeberkan
"masalah" apa? Saya memberi Anda informasi. Anda mungkin berpikir
Anda tidak membutuhkannya? Berapa banyak rekan wanita yang berada dalam situasi
seperti yang saya alami? Hidup didampingi pria yang kecanduan narkotika? Banyak
orang berganti-ganti suami dan istri seperti berganti kaus kaki. Laki-laki
boleh memiliki lebih dari satu istri.
Seorang
rekan pria Muslim dari Sri Lanka yang tinggal di Manhattan menulis kepada saya
sepucuk surat yang manis, menerangkan bagaimana dia dulu terbiasa melakukan
tindakan-tindakan tercela ketika baru datang ke Amerika Serikat, dan bagaimana
sekarang dia kembali mengenakan thobe dan kufi-nya, dan dia akan
mencari seorang Muslimah yang baik untuk diperistri dan hidup bahagia
bersamanya selamanya. Dia memberitahu saya jika saya telah menemukan diri saya
kembali (bertobat) dan tidak lagi melakukan apa pun yang pernah saya lakukan,
maka Allah tidak akan menghukum saya dengan penyakit AIDS.
Saya
menjadi marah. Betapa beraninya Anda berpendapat bahwa saya telah berbuat
salah, dan hal itu menunjukkan pada saya tingkat kebodohan Anda!
Lalu
saya menulis kepadanya dan mengatakan, "Saya bahagia Anda kembali pada thobe
dan kufi Anda. Tapi Andalah yang telah mengacaukan semua rencana dengan
satu hentakan, bukan saya. Saya hidup bersama satu pria dalam separuh umur
saya. Saya mendapatkan lima anak dari satu laki-laki yang sama. Saya tidak
pernah menggunakan narkotika. Tidak pernah! Saya memanggang roti dan membuat
biskuit ketika Anda berkeliaran di luar melakukan segala perbuatan keji Anda.
"Dan
sekarang ketika Anda telah memakai thobe dan kufi Anda kembali, jika seorang
Muslimah melihat Anda, dia tidak akan menanyakan tentang masa lalu Anda. Dia
akan memandang Anda dan berkata, 'Alhamdulillah!' Katakan pada saya apakah hal
itu benar atau salah. Anda terlalu sombong sehingga Anda bahkan tidak mau
bertanya lebih dahulu. Bagi saya, Anda berbahaya! Saya takut pada Anda. Sebab
semua orang yang tidak terjangkiti virus itu akan memandang pada Anda dan pada
orang-orang seperti Anda dan akan dininabobokan oleh rasa aman palsu yang Anda
proyeksikan.
"Jangan
khawatir. Saya tidak mengenal Anda. Dan Anda juga tidak akan membiarkan saya
mengetahui siapa Anda. Anda tahu bahwa apa yang saya katakan adalah
benar."
Saya
tahu cara menghadapi orang-orang dengan pola pikir seperti itu.
Saya
mengenal sedikitnya 150 orang Muslim yang mengidap AIDS, laki-laki dan
perempuan. Yang paling banyak laki-laki. Tak mudah mengajak mereka untuk
bergabung. Tapi saya coba mempengaruhi mereka.
Saya
berkorespondensi dengan rekan-rekan pria di mana-mana. Mereka ketakutan. Mereka
bahkan tidak ingin bertemu satu lama lain, sebab mereka tidak ingin yang lain
tahu bahwa mereka mengidap virus itu --walaupun orang lain itu juga terkena
virus tersebut.
Saya
mempunyai daftar --yang saya sebut daftar sahabat pena yang terdiri dari
orang-orang Muslim yang HIV-positif. Saya mengedarkan daftar itu kepada orang
Muslim yang terjangkiti virus tersebut, supaya mereka tidak merasa bahwa mereka
tidak mempunyai pilihan lagi. Setiap orang yang tertera dalam daftar itu telah
setuju untuk ikut dimasukkan ke dalam daftar tersebut. Jika Anda tidak mau
mencantumkan nama Anda dalam daftar, maka Anda pun tidak akan mendapatkan copy
daftar tersebut. Saya hanya menuliskan nama, jabatan, dan nomor seri. Untuk
membuat mereka terus berkomunikasi.
Saya
diperkenalkan dengan seorang imam yang istrinya juga mengidap AIDS. Orang yang
mengenalkan saya dengannya juga mengidap AIDS, tetapi imam tersebut tidak
mengetahuinya. Saya ingin imam itu memberitahu istrinya bahwa banyak orang yang
seperti dia, yang berbicara dengan bahasa yang sama dengan bahasanya. Yang
semuanya juga orang Islam. Saya tidak tertarik bagaimana atau mengapa dia
sampai mendapatkan penyakit itu. Saya hanya prihatin pada kenyataan bahwa
keadaan itu adalah cara yang mengerikan untuk mati. Bukan karena AIDS tetapi
karena rasa kesepian, amarah, dan kepahitan.
Allah
berfirman, jangan berputus asa, jangan berkecil hati. Itu artinya Anda tidak
boleh mendahului menyimpulkan sesuatu yang Anda tidak mempunyai kekuatan untuk
mengendalikannya. Anda tidak dapat berbuat apa pun mengenainya. Jadi jangan
sesali keadaan itu dan carilah hikmahnya.
Imam
itu heran bagaimana saya tahu. Dia berkata, "saya ingin tahu siapa yang
telah memberitahu Anda."
Saya
berkata, "Saya tidak ingin membicarakan hal itu."
Dia
tidak peduli, "Anda tidak akan dapat membicarakan masalah ini dengan saya
sebelum Anda memberitahukan siapa yang menceritakan pada Anda."
Kemudian
saya berkata, "Mengapa Anda mempersoalkan masalah ini? Istri Anda terkena
AIDS! Saya juga terkena virus itu. Biarkan saya menjadi temannya, sebab jika
Anda tidak terjangkiti virus ini, imam, tidak mungkin Anda dapat memahami apa
yang dia alami. Saya tidak peduli apa yang telah Anda baca dari buku."
Saya
tidak pernah berhasil membujuknya.
Ketika
saya sadari bahwa yang jadi persoalan baginya adalah siapa orang yang
memberitahu saya, saya sadar bahwa penyakit AIDS tidak menjadi persoalan. Maka
saya mohon diri dan pamit.
Tetapi
saya ingin mereka mengerti. Betul, saya mengidap virus itu, tetapi Anda tidak
dapat mengusir saya keluar dari masyarakat ini. Lalu saya jalan-jalan
berkeliling dan meyakinkan diri bahwa mereka melihat saya. Yah, saya masih di
sini. Allah belum memanggil saya kembali kepada-Nya.
Saya
pergi ke masjid Al-Farooq di Atlantic Avenue [di Brooklyn]. Beberapa
sukarelawan dari organisasi-organisasi AIDS di seluruh Brooklyn, Manhattan, dan
Queens diundang. Kami menggantungkan poster-poster di mana-mana.
Kami
mengadakan pertemuan di sana. Tak ada seorang Muslim pun yang hadir. Ada
sekitar dua puluh lima orang non-Muslim yang datang, saya pikir ini luar biasa.
Mereka harus duduk di lantai. Itu hal yang sulit bagi mereka.
Sang
imam akhirnya masuk. Dan seorang rekan wanita yang merencanakan program itu
berkata, "Imam, apakah Anda mau mengucapkan sepatah kata?"
Dia
berkata, "Ya. Orang Islam mempunyai obat ampuh untuk AIDS: jangan
bergonta-ganti pasangan, maka AIDS pun tidak akan datang!"
Kami
tidak percaya dia akan berkata begitu.
Saya
berkata kepadanya, "Imam, bolehkah saya menyampaikan sepatah kata?"
Dia
menjawab, "Ya."
"Sayalah
yang mengirimkan pada Anda laporan berkala itu. Lupakan masalah gonta-ganti
pasangan. Saya tidak mempunyai pacar. Saya tidak pernah melakukannya. Saya
mempunyai seorang suami. Tapi saya terjangkiti virus itu. Mengapa saya
diperlakukan seolah-olah saya harus bungkam mengenai semua masalah ini?"
Dia
begitu terperanjat bahwa ada seseorang yang terjangkiti virus duduk di
dekatnya. Dia hanya bisa memandang saya. Dia tidak pernah menjawab pertanyaan
itu. Dia berdiri dan berkata, "Assalaamu alaikum wa rahmatullah wa
barakatuh." Dan dia pergi. Dia meninggalkan kami duduk terperangah di
sana. Saya memandang orang-orang non-Muslim yang duduk di sana. Saya berkata
pada diri sendiri: Tak mungkin saya dapat menyeru mereka untuk memeluk agama
Islam. Tak mungkin mereka mau mendengar apa yang akan saya sampaikan.
Sekarang,
mungkin saya telah salah menafsirkan semuanya. Tetapi jika mereka memerlukan
bantuan, maka Anda harus memberikannya. Itulah ajaran Islam yang saya tahu.
Itulah yang diajarkan Allah kepada kami. Dia mengajarkan pada kami bagaimana
menjadi manusia yang bijak.
***
Saya
tidak mencari keuntungan apa pun dari laporan berkala itu. Siapa yang mau
terkenal sebagai penderita AIDS? Tetapi saya harus melakukan itu dengan tujuan
mengajak orang-orang Muslim yang lain untuk muncul. Saya sedih kalau mengingat
mereka.
Pilihan
apa lagi yang saya miliki? Saya telah menyaksikan apa yang terjadi pada Malik
ketika dia tidak dapat menghadapinya. Saya sering menyaksikan hal itu terjadi
pada orang lain. Saya melihat mereka mati karena berbagai sebab yang saya pikir
tidak ada hubungannya dengan AIDS.
Saya
tahu banyak orang Muslim lain yang terkena AIDS di luar sana. Saya tahu apabila
saya tidak datang untuk memberikan pertolongan, mereka tidak akan
mendapatkannya. Mereka berhubungan dengan saya dan mereka meneruskan
korespondensi mereka. Orang memiliki sejuta cara untuk menangis, menjerit. Saya
telah melanggar beberapa ketentuan stunnah. Misalnya, masalah hubungan antara
pria dan wanita. Saya pergi mendatangi tempat tinggal rekan pria Muslim dan
berkata, "Nah, istri pengganti Anda telah datang." Dan saya pergi
belanja untuk mereka, dan saya bersahabat dengan mereka. Saya belanja dan masak
untuk mereka.
Semua
itu merupakan suatu petualangan. Saya telah berjumpa dengan orang-orang yang
paling baik dan menyenangkan di planet ini. Dulu saya selalu berpikir bahwa
semua orang adalah iblis yang menyamar menjadi manusia dan saya adalah sebuah
pasak persegi yang tidak sesuai dengan lubang bulat, yang juga tidak berusaha
untuk cocok dengan lubang bulat itu.
Saya
duduk dengan sekelompok orang. Saya tidak menilai mereka: Oh, dia orang baik...
orang ini lesbian, dan sebagainya. AIDS telah memisahkan manusia menjadi dua
kelompok: Orang-orang yang tidak terkena AIDS dan orang-orang yang terkena
AIDS.
Saya
berpegang pada kehendak Allah, dan tidak akan melepaskannya. Saya tidak tahu
kemana Dia akan membawa saya, tetapi saya tahu itu benar, kemana pun saya
pergi. Dan Anda dapat merasakannya di sini [menepuk dadanya dengan kepalan
tangan]. Anda tahu itu benar.
Saya
tidak pernah berangan-angan menjadi penasihat AIDS, tetapi jika itu yang harus
saya lakukan, saya akan melakukannya.
Segala
sesuatu telah direncanakan dan dirancang untuk mengajar Anda. Itulah yang
membentuk karakter Anda. Itulah yang mendefinisikan Anda. Keadaan selalu
membuat Anda harus melakukan definisi ulang. Itulah yang membentuk Anda. Itulah
gunanya kesengsaraan --untuk menguatkan karakter kita. Tanpa itu Anda tidak
akan menjadi pribadi yang tegar.
***
Sebelum
saya memulai jurnal itu, saya berhadapan dengan satu persoalan: bagaimana cara
berjumpa dengan orang lain? Saya benar-benar tidak menyukai pilihan yang
dihadapkan pada saya apalagi bertemu dengan orang lain yang juga terkena virus
itu.
Saya
membaca The Village Voice dan menilik rubrik pencari jodoh. Saya belum pernah
melihat kolom itu selama hidup saya. Saya menandai beberapa iklan khusus untuk
kaum pria. Mereka semuanya gay, mereka terkena virus itu, dan mereka mencari
orang lain yang juga mengidap virus yang sama. Saya berkata, oh, ini ide yang
bagus! Lalu saya mengirimkan sebuah iklan. Saya menulis sebagai berikut:
WANITA
MUSLIM, HIV-POSITIF, UMUR 40-AN, SETEGAR KARANG, JUJUR. TIDAK UNTUK MAIN-MAIN,
MENCARI SEORANG PRIA MUSLIM YANG SAMA. DI MANAKAH ANDA? MARI KITA PERGI.
Saya
mendapatkan banyak jawaban. Saya juga mendapat balasan dari orang non-Muslim.
Saya mengenal mereka semua sampai sekarang. Dan saya sangat akrab dengan
mereka, tetapi saya tidak ingin menghabiskan sisa hidup saya bersama salah satu
dari mereka.
Saya
mendapat teguran dari seorang rekan Muslim pria yang mengetahui bahwa saya
begitu peduli tentang AIDS, tetapi tidak tahu saya terkena virus itu. Dia
sangat marah. Iklan itu ditunjukkan kepadanya oleh salah seorang Muslim lain
yang membacanya. Mereka berkumpul di Al-Farooq untuk suatu rapat kecil membahas
iklan itu. Mereka tidak tahu yang menulis iklan tersebut adalah saya.
Dia
berkata, "Lihat? Seorang rekan wanita Mushmah mengirimkan iklan dalam
koran Sodom dan Gomorah. Dia terjangkit AIDS dan dia mengiklankan mencari
seorang suami!"
Saya
berkata, "Hei, mengapa kalian membaca kolom pribadi jika kalian pikir itu
sebuah kolom yang menjijikkan?"
"Tidak,
tidak, tidak. Pesolek ini membawanya kepada kami dan berkata, 'Saya tidak tahu
ada orang Muslim yang juga terjangkiti virus ini'."
Lalu
saya jawab, "Nah, adakah di antara kalian yang HIV-positif?" itu.
"Tidak,
tidak, tak seorang pun di antara kami terjangkiti virus"
Saya
berkata, "Kalau ada, suruh dia menghubungi nomor kontak di koran
itu."
Dia
heran, "Apa maksudmu?"
"Itu
iklan saya."
Sejak
saat itu saya tidak pernah mendengar apa pun dari dia. Tidak pernah. Saya
membuat diri saya menjadi seorang musuh.
Cara
kaum Muslim memberi salam, antar sesama pria atau wanita, adalah dengan
berpelukan. Sebelum saya terkena AIDS, itu merupakan kebiasaan yang saya
lakukan secara otomatis. Setelah saya terjangkiti virus itu, saya menghentikan
kebiasaan tersebut.
Saya
menghentikannya karena dua alasan. Pertama: Saya tidak tahu sebenarnya setakut
apakah orang-orang itu. Mengapa saya membuat diri saya merasa begitu pedih
menyaksikan orang-orang itu menarik diri? Saya pernah mengalami peristiwa itu.
Tapi saya tetap melakukannya dengan orang-orang yang paham bahwa mereka tidak
akan tertulari lewat cara itu. Untuk orang yang tidak mengerti, saya tidak
ingin menakuti mereka, dan saya tidak ingin melukai perasaan mereka.
Saya
menyaksikan peristiwa itu terjadi pada seorang rekan pria Muslim. Dia meninggal
dunia dua tahun yang lalu. Dia tertular AIDS melalui transfusi darah. Dia
seorang penderita hemophily, masih muda. Dia tidak pernah keluar untuk melihat
dunia.
Saya
ingat suatu saat saya sedang berada di rumahnya ketika bibinya bersama dua
anaknya datang menjenguknya. Dia duduk di tepi tempat tidur, dan dia berkata
pada kedua gadis kecil itu, "Kemarilah beri saya sebuah pelukan."
Mereka gemetar ketakutan, dan saat itu saya menyadari apa yang sedang terjadi.
Saya
pikir dia akan membiarkannya, tetapi ternyata tidak. Dan dia berkata lagi,
"Kemarilah, kemari dan peluklah saya."
Anak
yang lebih besar, berusia sekitar delapan tahun, berkata, "Mama bilang
saya tidak boleh memelukmu karena engkau terserang AIDS."
Saya
benar-benar terguncang. Bukan untuk diri saya sendiri --saya telah mengerti
hal-hal semacam itu-- tetapi untuk efek yang akan timbul pada diri orang itu.
Ada beberapa orang di ruangan itu. Saya meminta mereka untuk meninggalkan kami.
Dia
menangis, hatinya hancur berkeping-keping. Saya berkata, "Sekarang
dengarkan. Engkau tahu mereka menyayangimu, tidak semua orang dapat menerima
hal ini. Beberapa orang masih merasa takut dan engkau harus memahaminya. Mereka
prihatin, ya, tetapi mereka masih takut menyentuhmu. Begitulah kenyataannya.
Sekarang, engkau harus membasuh wajahmu, dan jangan menempatkan dirimu dalam
posisi seperti itu lagi. Jangan pernah begitu."
Dia
berusia dua puluh dua tahun ketika meninggal. Dia berada di rumah sakit. Saya
datang menjenguknya. Saya membawa minyak. Saya berkata, "Nah, istri
penggantimu telah tiba." Saya sudah pernah melihat pantatnya dan semuanya.
Saya membantunya ke kamar mandi jika dia memerlukannya. Dan saya memijitnya dan
bercanda dengannya. Lalu dua orang laki-laki Muslim masuk, mereka memandang
saya dan berkata: "Astaghfirullah, saudaraku! Dia bukan suamimu, engkau
tidak boleh menyentuhnya!"
Itu
sebuah kebodohan. Mereka menanggapinya dengan begitu buruk, sehingga saya
mengambil sebotol minyak dan berkata, "Baiklah, kalau begitu, Andalah yang
harus menggosoknya."
Tak
seorang pun yang berani menyentuhnya.
Saya
bilang pada mereka, "Bisa saya bicara sebentar dengan kalian di ruang
duduk?"
Saya
katakan pada mereka, "Betapa beraninya Anda bicara tanpa memikirkannya.
Allah mengetahui niat saya. Jika yang saya lakukan itu hanya membatalkan wudhu
saya, maka saya akan berwudhu lagi. Jika Anda tidak bisa membantu, jika Anda
tidak mau memasukkan kaki Anda ke air yang keruh, maka jangan halangi
saya."
Penderitaan
karena alkohol, tuna wisma, penyiksaan istri, penyiksaan anak-anak, homoseksual
--semuanya sama saja. Semua itu persoalan yang harus diselesaikan. Jika Anda
menyembunyikannya setiap kali Anda menjumpainya, itu berarti Anda tidak
menyelesaikan apa pun.
Ketika
Malik terlibat penggunaan narkotika dan saya mengharapkan dukungan dari
masyarakat Muslim, saya mendatangi mereka dan berkata, "Tolong saya,
Tunjukkan pada saya ada yang harus saya lakukan. Katakan pada saya bagaimana
saya harus menghadapinya. Saya tidak ingin dia menjadi begini. Saya tidak akan
minta cerai. Anda seorang laki-laki, dia pun seorang laki-laki, bicaralah
sebagai seorang laki-laki padanya. Bicaralah padanya dengan bahasa yang engkau
lebih tahu dari saya." Mungkin dia akan mendengar sesuatu yang engkau
katakan, yang saya tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Malik tidak mau
datang kepada seorang penasihat dengan saya, jadi saya berusaha mengajak
penasihat itu ke rumah. Saya mengharapkan pertolongan, saya mengharapkan
pertolongan yang Islami.
Saya
diberitahu sesuatu yang menarik, seperti, "Siapa? Abdul Malik terlibat
obat-obatan? Dia selalu bekerja setiap hari." Dengan kata lain, "Saya
tidak melihatnya melakukan apapun."
AIDS
merajalela di sana. Saya ingin kaum Muslim yang tidak terjangkiti virus itu
mengusahakan supaya pelayanan AIDS dapat diperoleh, dan saya ingin melihat
mereka melakukannya secara Islami, bukan berdasar pada ada yang mereka rasakan.
Rekan-rekan
pria yang selalu berkomunikasi dengan saya, tidak pernah menghubungi saya lagi.
Saya telah menghubungi mereka, berkomunikasi dengan mereka mungkin selama
setahun, dan mereka tidak mau memberitahu saya siapa mereka. Mereka tahu bahwa
saya terjangkiti virus itu juga.
Ada
seorang rekan yang telah berkorespondensi dengan saya selama tiga tahun. Dia
tinggal di California. Dia menikah dengan seseorang yang tidak terkena virus
tersebut. Dia mendapatkan dirinya terkena virus itu, dan untungnya istrinya
tidak tertular. Istrinya mengetahui hal itu, mereka telah menikah selama enam
belas tahun. Dia tidak melakukan hubungan seks dengan suaminya. Hati saya trenyuh
pada pria ini. Tak ada pelukan, tak ada ciuman, tak ada hubungan intim di
antara mereka. Mereka hanya berhubungan tentang anak-anak. Dia memasakkan makan
malam. Hanya itu. Menyedihkan sekali ketika akhirnya dia berkata betapa
mudahnya dia melakukan perzinaan.
Sementara
itu, dia mulai mengalami gangguan syaraf, karena tidak mempunyai seorang pun
tempat mengadu. Dan itulah yang menyebabkan kematiannya. Dia tidak mati karena
virus itu. Saya memahami ketakutan istrinya. Lepaskan dia. Atau biarkan dia menikahi
wanita lain --seseorang yang akan mengurus kebutuhannya. Itu tidak bisa
diabaikan. Kebutuhan itu tidak hilang begitu saja hanya karena Anda terjangkiti
virus itu. Kini, komunikasi dan uluran tangan justru merupakan sesuatu yang
sangat membantu. Keadaan tidak lagi sama.
Saya
ingat suatu ketika saya sedang duduk di kereta api dan ada seorang wanita tua
duduk di samping saya. Dia tertidur, dan bersandar pada saya. Saya pikir betapa
indahnya hal itu. Saya mendapat kehangatan darinya. Saya begitu menikmati
kehadirannya dengan perasaan yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.
Ini
membuat saya mengerti apa yang dibicarakan pria itu.
Tetapi
juga memahami apa yang dibicarakan istrinya.
Saya
menikah lagi untuk waktu yang sangat singkat, empat bulan, dengan seorang pria
yang telah saya kenal selama lima belas tahun. Dia tahu saya mengidap virus
itu; selama empat tahun dia meminta saya untuk menikah dengannya, dan saya
menolak karena dia tidak terkena virus itu.
Akhirnya
saya mengatakan ya, tetapi saya merasa tidak nyaman selama perkawinan itu.
Tentu saja kami menggunakan alat pelindung. Tetapi saya selalu khawatir
kalau-kalau alat itu robek. Pikiran saya selalu penuh kecurigaan. Saya ingin
mencium. Tapi saya tidak akan menciumnya. Karena saya selalu merasa khawatir.
Saya tidak pernah mendapatkan perasaan apa-apa dari hubungan intim kami karena
saya tidak bisa santai. Saya tidak ingin bertanggung jawab karena menyakiti
seseorang dengan cara seperti itu. Maka saya memutuskan orang yang terkena
virus harus bersama dengan orang yang juga terjangkiti virus itu. Saya tidak
dapat menghadapi hal itu lagi. Seseorang yang mengidap virus itu lebih
membutuhkan saya daripada yang tidak.
Perjuangan
yang sebenarnya bukan mengenai virus AIDS. Tetapi mengenali fakta bahwa Allahlah
yang berkuasa. Persoalannya begitu sederhana. Manusialah yang mempersulit
semuanya. Manusia ingin mendapatkan apa yang diinginkannya ketika dia
menghendakinya. Kenyataan tidaklah seperti itu.
Saya
tahu kepada siapa saya harus pergi. Saya mengucapkan syahadat. Saya memasuki
perjanjian dengan Allah. Saya merasa seperti menemukan sebelanga emas di ujung
pelangi. Rasanya saya dapat merasakan segala sesuatu. AIDS membuat saya
mengerti siapa Allah.
Bagaimana
saya memandang AIDS saat ini? Saya memandangnya seolah-olah Allah memberi kita
kesempatan hebat untuk menggalang aksi spiritual kami bersama-sama. Tetapi saya
tidak dapat berdiri dengan tombak dan perisai saya dan muncul dari pusat Amazon
sambil berkata, "Sekarang lihatlah! Kalian semua harus bangkit dan melakukan
hal ini!" Saya harus mengatakannya dengan kalimat yang lebih halus,
"Lindungi kami. Dukunglah kami ketika kami melintasi dinding-dinding bata
ini. Banyak pekerjaan yang harus kami lakukan, walaupun tugas itu tidak
menyenangkan. Kami harus melindungi kepentingan kami di sini."
Anak-anak
saya sangat cantik. Semua anak saya mengetahui saya mengidap virus itu, kecuali
yang paling kecil. Umurnya delapan tahun. Sekarang saya masih membiarkannya
bermain dengan boneka Barbienya. Mengapa saya harus membuatnya takut?
Anak
saya yang paling besar tampaknya begitu penasaran dengan dunia luar. Dia
sedikit nakal. Saya melihat dia mulai aktif secara seksual, lalu saya berkata
kepadanya, "Saya mendapat AIDS dan saya telah menikah. Kamu harus sangat
hati-hati, kamu juga tidak terlepas dari kemungkinan itu, mengerti?"
Saya
memeriksakan mereka. Mereka mengira kami pergi untuk kunjungan rutin kepada
dokter anak-anak. Segalanya berjalan dengan baik. Tak satu pun dari anak-anak
itu HIV-positif. Saya sangat bersyukur bahwa anak-anak saya tidak terjangkiti
virus itu, saya tidak berhenti memekikkan Allahu Akbar!
Dari Al-Azhar ke Oak Park
Hoda
Boyer
Hiduplah di dunia ini seakan-akan engkau adalah orang asing
atau musafir dalam perjalanan panjang. Hadis Nabi Muhammad (Al-Bukhari)
Ia
seorang warga Amerika kulit putih, pejuang hak-hak wanita (feminis). Ia
tinggalkan negerinya untuk hidup di dunia Arab, tenggelam dalam budaya dan
agama bagaikan batu karang di lautan. Dipilihnya seorang lelaki sebagai
pembimbing spiritualnya. Wanita-wanita Timur Tengah juga banyak mewarnai
pemahamannya tentang masalah-masalah kewanitaan. Dipeluknya seorang syekh
pertama yang ditemuinya, ia hidup di perkampungan miskin, makan jeruk
bersama-sama penjaga toko dan penjaga masjid, dan bertemu dengan keluarga
Muslim di Spanyol. Kini ia menjadi seorang penganut Sufi Naqsyabandiyah dan
juga penyair. Memilih untuk menjanda karena rerai, dia tinggal bersama dua
orang anaknya yang Muslim di Oak Park, Illinois.
Sebenarnya,
saya mempelajari Islam dengan maksud untuk menambah wawasan tentang sejarah
seni. Tapi kemudian saya benar-benar jatuh cinta pada agama ini dengan segala
romantikanya. Ketika itu, saya sangat tertarik pada sufisme, tetapi saya belum
ingin menjadi seorang Muslim yang harus melakukan segala kerepotan berwudhu,
shalat dan menutup aurat.
Saya
berkenalan dengan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar, Kairo.
Sesudah saya mengutarakan maksud, ia katakan bahwa saya tak mungkin jadi sufi
tanpa menjadi seorang Muslim. Kemudian saya bertemu dengan Mufti Besar
Al-Azhar. Sekretarisnya bersedia memberikan les privat tentang Islam. Empat
pekan kemudian, secara resmi saya memeluk Islam.
Saya
mengucap syahadat di depan Mufti Besar. Hal yang pertama kali saya lakukan
sesudah mengucap syahadat, tentu saja, memeluknya. Tapi ia berkata, 'berhubung
kau sekarang seorang Muslimah, kau tak dapat lagi memelukku:' "Oh, baik.
Saya mengerti," kata saya tersipu.
Ketika
itu tahun 1978, sulit rasanya untuk menemukan seorang wanita asing yang
tertarik pada Islam dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama ini. Saya
masih giat mencari seorang guru sufi. Saya pergi ke Damaskus, dan menemukan
guru yang saya cari. Ketika bertemu dengannya saya merupakan pengikut
berkebangsaan asing pertama di Damaskus. Kini dia mempunyai sekitar 10.000
pengikut. Mereka berkebangsaan Eropa seperti Inggris, Jerman, Swiss, dan
Italia. Dia juga mempunyai banyak pengikut di Malaysia dan Srilanka.
Pengikutnya mula-mula hanya terdiri dari orang Turki dan Arab.
Saya
juga mengunjungi makam Ibn Arabi.1 Tempat tinggal sang guru lebih di atas
dari makam itu. Syeikh Nazim Al-Haqqani hidupnya amat sederhana. Saya dibawa ke
rumahnya dan diterima di ruang tamu. Dia keluar, duduk, dan minum segelas air
putih. Dia tersenyum dan dengan perlahan berucap, "La illaha illa
Allah." Lantas dia mulai ngobrol dengan saya, dalam bahasa Inggris.
Selama
beberapa pekan, saya tinggal bersama keluarganya. Suatu hari dia pergi ke Lebanon,
sementara saya sendiri ke Inggris. Selama beberapa pekan tinggal bersama
mereka, dia tak pernah memaksa saya untuk melakukan apa pun. Dia mengajar
dengan memberi contoh. Saya banyak mengerjakan shalat sunah karena dia juga
mengerjakannya, dan agaknya ini membuat dia dan keluarganya senang. Istrinya
juga seorang guru yang membimbing sekitar dua ratus wanita di Damaskus. Saya
sungguh kagum dengan pengetahuan istrinya. Dia hapal Al-Quran, menguasai bahasa
Turki, Arab, dan Rusia. Dia juga memahami hadis dengan baik.
Kalau
menengok ke belakang saya benar-benar tak habis pikir. Bayangkan, seorang
wanita asing yang nekat, yang tak tahu apa pun tentang budaya Muslim, begitu
ngotot untuk menggeluti hal-hal di dalamnya. Tetapi, teryata mereka menerimanya
dengan penuh kebaikan dan ketulusan. Mereka juga penuh simpati. Tak ada yang
berlaku kasar, dan semua perintah dan ajaran disampaikan dengan cara lemah
lembut dan bijaksana.
Saya
katakan pada diri sendiri, saya bukan seorang pejuang kebebasan wanita lagi
karena saya memang menginginkan pengalaman mistis semacam ini. Saya harus
lakukan semua ini dan mungkin harus mengalami tekanan dan penderitaan. Di
Mesir, pria dan wanita masih bercampur, tetapi di negara-negara seperti Syria,
wanita benar-benar dikesampingkan. Menyaksikan hal ini saya agak sakit hati.
Mereka pikir tak ada hal-hal berarti yang dapat dilakukan oleh kaum wanita.
Hanya kaum prialah yang dapat melakukan semuanya. Dalam hal imi saya
benar-benar merasa direndahkan! Ini tak pernah terbayangkan oleh saya dan
takkan pernah terbayangkan kalau saja saya tidak mengunjungi sebuah masyarakat
Islam.
Begitu
saya paham bahasa Arab sedikit-sedikit, saya baru bisa merasakan nikmatnya
berada di tengah-tengah kelompok wanita. Dalam masyarakat Islam, tak ada
persaingan untuk berebut laki-laki. Buat saya ini merupakan sesuatu yang baru.
Yang saya maksud, mereka benar-benar seperti saudara satu sama lain. Jika pun
ada persaingan, tak lain adalah berlomba-lomba dalam ketakwaan dan keimanan.
Saya mengalami perasaan yang benar-benar indah. Saya juga merasa bahwa Islam
telah berbuat sesuatu untuk saya: meyakinkan bahwa kaum wanita mempunyai peran
yang amat penting, dan bersama-sama mereka merupakan saat-saat yang penting
pula.
Sekembalinya
saya ke Mesir saya kehabisan uang, dan akhirnya saya mengajar bahasa Inggris.
Sejak itu saya tak pernah punya masalah keuangan lagi.
Saya
tinggal di lingkungan masyarakat miskin. Mereka tak punya gula, garam, kopi,
teh, apalagi obat-obatan. Mereka hidup dalam kemiskinan materi. Hanya punya
selembar pakaian, tetapi mereka punya naluri dan perasaan yang indah tentang
bagaimana hidup yang seharusnya. Mereka memiliki keanggunan dan keluwesan yang
mungkin, Anda pikir, hanya ditemui dalam dongeng-dongeng negeri Baghdad.
Kepedulian tentang nasib sesamanya benar-benar menakjubkan. Itulah hal-hal yang
saya pikir tak pernah ada di mana pun.
Tahun
1980 saya menunaikan ibadah haji bersama sejumlah warga Mesir. Sejak itu saya
rasa, dengan alasan apa pun, saya tak akan pernah bisa meninggalkan Islam.
Ketika itu saya satu-satunya orang Amerika, karena itu para pemeriksa paspor
mengira kebetulan saja ada satu paspor Amerika yang terselip di situ.
Saya
hidup dan makan sebagaimana mereka makan. Sama sekali tak ada kesulitan untuk
menyesuaikan diri dengan mereka, karena saya terbiasa dengan kehidupan dan
makanan yang serba sederhana, dan saya juga terbiasa dengan cuaca panas. Banyak
orang mengira saya keturunan Syria atau Turki. Di wilayah itu memang ada
sekelompok suku yang para wanitanya bermata bening. Mata saya mirip sekali
dengan mata mereka, karena itu saya dikira berasal dari wilayah itu. Ketika
mereka tahu bahwa saya orang Amerika, persahabatan kami bertambah akrab.
Di
Ka'bah, ada perasaan damai dan kebersamaan yang luar biasa-tak ada duanya. Di
depan makam Rasul, saya merasakan emosi, kebahagiaan, kegembiraan, dan cinta.
Berjam-jam lamanya bersimbah air mata, merasakan kebahagiaan dan cinta yang
mendalam. Saya masih ingat semua itu, hal yang tak pernah saya bayangkan
sebelumnya. Ada kira-kira dua setengah juta orang di sana, dan semuanya
mengalami perasaan yang sama. Perasaan cinta dan damai muncul pada setiap
orang, tak peduli apakah Anda seorang Amerika, Saudi, Persia, kulit hitam,
ataupun kulit putih. Jelasnya itu semua merupakan rahmat bagi setiap orang yang
ingin bersama-sama menunaikan ibadah haji.
Di
Mesir, saya seperti hidup dalam negeri dongeng. Saya selalu shalat di masjid
yang begitu indah, dan tinggal di wilayah tua Kairo. Rasanya seperti ada dalam
Kisah Seribu Satu Malam. Berdiri di persimpangan jalan dan melihat sekehling,
ternyata selama tiga belas abad lamanya tak ada sesuatu pun yang berubah di
sini. Suasananya masih sama ketika para pengrajin, seperti penenun, pandai
besi, dan tukang sepatu, menggunakan alat dan metode yang sama dengan yang digunakan
tujuh ratus tahun lalu.
Suatu
kali saya pergi ke the American University Kairo, dan menemukan sebuah buku. Di
dalamnya terdapat peta Kairo dimasa Dinasti Fathimiyyah --sebuah dinasti Syi'ah
yang memerintah sekitar tahun 909 sampai 1171. Peta itu menggambarkan pembagian
wilayah dan jalan-jalan utama di Kairo di masa itu. Ternyata jalan-jalan itu
hingga kini masih menggunakan nama yang sama. Saya berjalan keliling kota. Di
salah satu sudut peta tertera tulisan 'pembuat arang' dan lokasi itu ternyata
masih ditempati pembuat arang. Di bagian lagi terdapat petunjuk adanya
pengrajin tembaga, setelah saya periksa ternyata di lokasi itu masih ada
pengrajin tembaga. Tukang tenda juga masih ada di lokasi semula. Di situ
orang-orang sedang membuat kain tenda, menjahit, dan memasukkannya ke dalam
kantung-kantung. Tampaknya ada upaya yang sungguh-sungguh untuk melestarikan
lokasi-lokasi bersejarah. Dan harap Anda tahu, busana masyarakat Timur Tengah
tak pernah berubah, mungkin sejak zaman Nabi Ibrahim. Suasananya mirip sekali
dengan museum hidup, bagaikan menggeser kehidupan ke masa lalu. Begitu romantis
--seperti yang diimpikan oleh para ahli sejarah seni. Mengamati semua itu saya
seperti mabuk kepayang, dan dengan mudah melupakan hal-hal yang lain.
Peta
itu ada di dalam buku yang berjudul Fatimid Cairo. Ada sejumlah foto lama yang
menggambarkan bangunan-bangunan yang hingga kini masih berdiri. Di buku itu
juga ada peta yang dibuat ketika gedung-gedung itu baru dibangun. Peta itu
menunjukkan bangunan mana yang masih ada dan juga gedung yang telah dibongkar.
Ada sebuah masjid dengan ornamen kayu yang indah, yang dibangun pada 1200-an.
Karena keringnya udara, bangunan masjid itu jadi tahan lama.
Biasanya
saya selalu shalat di masjid. Di Mesir kaum wanita mempunyai peran penting
dalam kehidupan sehari-hari. Wanita dari kalangan kelas menengah biasanya
datang ke masjid-masjid untuk mengerjakan shalat. Ada juga kaum wanita yang
berjualan buah-buahan di warung-warung sekitar masjid. Di bulan Ramadhan,
orang-orang tumpah ruah di jalanan. Dan kaum wanita boleh masuk ke mana saja.
(Tidak
demikian halnya dengan Sudan. Di negeri itu, pada 1981, saya tak diizinkan
masuk ke masjid. Begitu pula di Kashmir, saya ditempatkan di ruang khusus
wanita yang tampaknya sudah lima belas tahun tak pernah dipakai. Debu
berserakan di mana-mana. Memang, kaum wanita di negeri itu tak terbiasa datang
ke masjid. Karenanya meskipun ada ruangan yang sengaja dibuat ketika masjid itu
dibangun, tetap saja tak pernah digunakan. Karena ruangan untuk wanita itu
tertutup dan agak jauh, Anda tak akan dapat mendengarkan Imam. Oleh sebab itu
Anda tak seperti sedang shalat berjamaah. Kalau saja saya tak pernah tinggal
lama di Mesir, mungkin saya tak akan begitu kecewa dengan pengalaman itu).
Ada
banyak masjid besar sebagaimana tertera dalam buku-buku seni. Tetapi lebih
banyak lagi masjid-masjid kecil yang tersebar di wilayah-wilayah kumuh. Masjid
semacam ini hampir tak pernah menarik perhatian para turis.
Bagi
seorang Muslim, keindahan sebuah masjid tak semata-mata terletak pada bentuk
arsitekturnya, tetapi juga pada perasaan berada di dalamnya. Ada perasaan
tenang jika Anda masuk ke sebuah masjid. Ada rahmat yang selalu mengalir,
karena masjid-masjid itu telah digunakan untuk shalat selama ribuan tahun
lamanya. Masjid-masjid yang telah berubah menjadi museum tak akan menimbulkan
perasaan semacam itu.
Amat
jarang rasanya saya menemukan masjid yang tak saya sukai. Salah satu kesukaan
saya adalah mengunjungi masjid-masjid yang tak banyak diperhatikan orang, bak
perhiasan yang tersembunyi. Misalnya Masjid Mamluk yang dibangun pada 1350 dan
hingga kini masih utuh. Masuklah dan coba shalat di dalamnya.
Pada
saat pembangunannya, masjid-masjid itu banyak didukung pendanaannya. Di sekitar
masjid dibangun toko-toko. Dan penghasilan dari toko-toko itu digunakan untuk
menyokong keuangan masjid. Sebuah sistem yang amat bagus yang hingga kini masih
berjalan.
Di
bagian selatan Perancis, banyak gereja yang dihiasi dengan huruf-huruf besar
gaya Romawi, yang tampak begitu jelas, dan dibingkai dengan hiasan kecil-kecil
dan indah. Saya menemukan beberapa gereja yang juga dihiasi dengan tulisan Arab
yang berbunyi: Bismillah-ar-Rahman-ar-Rahim. Saya terheran-heran
dibuatnya.
Perjalanan
Muslim ke Barat terhenti di Perancis. Tetapi sebelum itu Perancis bagian
selatan sebenarnya wilayah yang sangat Islami. Saya tak tahu persis, apakah
mereka telah dipaksa pindah ke agama Kristen atau apakah para seniman di sana
hanya mengikuti tradisi yang tak dimengerti maknanya. Kalau Anda tidak mengerti
bahasa Arab, ornamen dalam gereja itu tampaknya seperti hiasan arabes biasa.
Tetapi kalau Anda memahaminya, Anda pasti akan terkejut dengan makna hiasan
yang ada dalam gereja-gereja itu.
Dan
tentu saja, di Spanyol sejarah Islam telah berakhir karena masyarakat Muslim di
sana telah dipaksa untuk masuk Kristen dan ini terus berlanjut selama beberapa
waktu.
Ketika
mengunjungi Cordoba,2
saya masuk ke Masjid Raya, yang di tengah-tengahnya dibangun sebuah gereja.
Masjid itu benar-benar indah. Saya memasuki masjid besar itu di suatu siang.
Tak banyak orang di dalamnya. Karena waktu shalat telah tiba, maka saya
tunaikan kewajiban shalat saya. Selesai shalat, di belakang saya berdiri
seorang laki-laki Spanyol. Ketika itu saya pikir saya telah melakukan
kesalahan. Tak tahunya pria itu mendekat dan berucap "Assalamu'alaikum.".
"Wa'alaikum salaam;" jawab saya. Dia mengundang saya mampir ke
rumahnya. Belakangan saya tahu bahwa dia salah satu penjaga masjid itu, yang
dipekerjakan oleh Kantor Pariwisata setempat. Ia dan keluarganya adalah
kripto-Muslim. Mereka telah menjadi Muslim sejak sebelum 1492.3
Dia
perlihatkan foto-foto keluarganya, kakek neneknya berbusana Muslim, mengenakan
jubah dan serban. Ia benar-benar kagum dan tak percaya melihat seseorang shalat
dalam masjid itu. Kini ada beberapa komunitas sufi tinggal di sana.
Pada
bulan Ramadhan, mereka mengerjakan shalat sunnah dan juga aktivitas-aktkvitas
lainnya. Lingkungan mereka memang kurang mendukung. Penjaga masjid itu
bercerita kalau orang-orang tahu bahwa mereka Muslim, bisa-bisa mereka
dianiaya. "Dari luar kami berpura-pura menjadi pemeluk Kristen, malahan
pergi ke gereja segala. Tetapi di dalam hati kami tetap berpegang teguh sebagai
Muslim;" katanya. Mereka menyimpan Al-Quran di tempat yang tersembunyi,
dan tetap membacanya. Penanggalan Hijriyah untuk bulan Ramadhan telah
ditandainya untuk keperluan selama 500 tahun.
Dia
benar-benar tersentuh melihat seseorang melakukan shalat di masjid itu secara
terang-terangan. Tetapi, saya pikir, ini kan masjid dan ketika waktu shalat
tiba, saya pun segera shalat. Lantas apanya yang salah?
Ia
katakan, keluarganya merasa seperti pelindung Islam di Cordoba; merekalah yang
menjaga kebersihan masjid, membuka dan mengunci pintu-pintunya. Dan mereka
memilih melakukan pekerjaan itu karena ingin menjadi Muslim secara
bersungguh-sungguh, meskipun harus sembunyi-sembunyi.
Sebagaimana
diketahui, di masa Inkuisisi4 siapa pun yang dicurigai akan dibunuh
atas nama Kristus. Karenanya masa itu benar-benar tak aman, tetapi mereka tetap
melindungi dan menjaga masjid sebagai bagian dari kewajiban mereka terhadap
agama Islam.
Saya
pikir ini merupakan contoh yang baik bagaimana keislaman seseorang dapat
dirahasiakan dan tetap dipegang teguh selama bertahun-tahun, sambil menjaga
tradisi dan masjid itu.
Untuk
dapat menarik masyarakat, sampai tingkat tertentu, sebuah agama haruslah dapat
menyesuaikan diri dengan tradisi setempat. Jika tidak, mempengaruhi orang-orang
untuk pindah agama tak akan berhasil dalam jangka panjang. Dalam hal ini, baik
Kristen maupun Islam, telah mampu beradaptasi dengan tradisi animisme penduduk
asli Afrika. Anda dapat menyaksikan hal ini di Sudan. Di sana masih ada tradisi
melempar tulang untuk meramal masa depan.
Dan
di Sudan, seorang wanita tak boleh kawin sebelum dia disunat. Ini merupakan
tradisi yang mengerikan. Akibatnya mereka terserang infeksi. Bagi mereka,
masa-masa menstruasi adalah penderitaan yang berkepanjangan. Tetapi, jangan
salah paham, tradisi itu bukan tradisi Islam. Dan ternyata orang-orang Kristen
di sana juga melakukannya.
Orang-orang
Sudan merupakan Muslim yang baik. Bayangkan, mereka tetap berpuasa di bulan
Ramadhan, meskipun udara panas sampai 120 derajat (Farenheit). Ketika saya
mengunjungi pelabuhan Sudan, saya pernah menyaksikan seseorang harus mengalami
kematian gara-gara ngotot berpuasa di bulan Ramadhan. Dan seorang Imam kemudian
berkata, 'Tidak, bukan itu yang dimaksud. Demi Tuhan, jika engkau merasa letih,
minumlah. Maksud puasa di bulan Ramadhan sama sekali bukan untuk mencari
mati." Memang orang-orang di sana benar-benar rela mengorbankan hidupnya
untuk berpuasa di bulan Ramadhan.
Di
negara-negara dunia ketiga, banyak sekali orang dan juga binatang berkeliaran
di jalanan. Sedangkan hidup orang Amerika telah diatur seperti dalam sebuah
mesin besar, sehingga susah untuk menyesuaikan dengan hal-hal yang baru. Di
sana tak ada tiang-tiang ataupun dekorasi bernafaskan Islam, seperti di
masjid-masjid yang menakjubkan. Keindahan sebuah masjid rasanya dapat membuka
hati Anda dan mengkhusyukkan shalat Anda.
Saya
percaya betul bahwa bentuk fisik benda-benda di sekitar kita akan mempengaruhi
sikap dan perilaku kita. Dan ada bentuk sakral dari arsitektur. Setiap masjid
terdiri dari ruang-ruang kosong. Tak ada patung-patung yang diletakkan di
hadapan orang-orang shalat. Tak ada altar, seperti pada gereja-gereja. Anda
menghadapkan shalat Anda secara horisontal ke Kiblat di Makkah, dan secara
vertikal kepada Allah. Dan juga ke dalam hati Anda sendiri. Adalah menarik
untuk memahami bahwa ruang-ruang kosong masjid itu, agar dipenuhi dengan rahmat
Tuhan. Ada perasaan keislaman manakala Anda masuk ke dalam masjid, entah itu
Taj Mahal atau Masjid Sultan Hasan, dan masjid-masjid itu memang ekspresi dari
perasaan ini.
Karena
saya tinggal jauh dari masjid, saya shalat di rumah. Saya rindu suasana shalat
dalam masjid. Ada masjid dekat rumah tetapi masih baru. Kita tahu bahwa masjid
Al-Azhar adalah sebuah masjid tua yang dibangun oleh Dinasti Fathimiyyah. Di
dalamnya terdapat mihrab. Mereka "memperindah" mihrab itu dengan
plastik berlapis batu pualam, yang sepintas tampak seperti ruangan kamar mandi
murahan. Hiasan yang mudah dicopot dan dibersihkan itu merupakan pengganti dari
ornamen tua yang sudah hancur. Lapisan batu pualamnya imitasi dan kelihatan
seperti linoleum. Sungguh sangat memprihatinkan.
Tetapi
saya merindukan keindahan semacam itu. Dan tentu, saya merindukan ucapan
selamat dari orang-orang, yang sambil menepuk-nepuk punggung saya berucap
betapa indahnya menjadi seorang Muslim. Saya pikir akan selalu ada penguatan
kembali.
Kembali
ke kehidupan Amerika mirip dengan apa yang dikatakan Rasul ketika kembali dari
sebuah peperangan --bahwa dia baru kembali dari jihad kecil dan menuju ke jihad
yang lebih besar. Jihad yang lebih besar adalah melawan ego dan hawa nafsu
kita.
Saya
percaya bahwa Tuhan ada di mana-mana dan Anda tak dapat hidup tanpa bimbingan
Tuhan. Saya masih merasakan keberadaan Tuhan di Amerika, sama kuatnya ketika
saya berada di Kairo, Damaskus, Delhi, dan di mana pun juga.
Masalah
yang saya hadapi adalah berkaitan dengan gaya hidup seorang Muslim, terutama
tata cara berpakaian, di tengah-tengah masyarakat perkotaan Amerika. Saya pikir
para imigran Muslim akan lebih mudah berbusana Muslimah ketimbang saya yang
jelas-jelas orang Amerika.
Bagi
seorang Amerika seperti saya sulit rasanya untuk berbusana sebagaimana para
imigran Muslim mengenakannya, karena masyarakat Amerika akan menganggap pakaian
mereka sebagai bagian dari kebudayaan. Karena itu wajar saja mereka berpakaian
demikian. Padahal sebenarnya mereka itu berpakaian secara Muslim.
Saat
ini media massa dan pers tak berpihak kepada Muslim. Banyak pemberitaan tentang
Muslim yang meledakkan pesawat. Islam selalu dikait-kaitkan dengan hal-hal yang
negatif seperti terorisme dan semacamnya.
Seperti
telah dikemukakan berulang-ulang, adalah lebih mudah untuk menjadi pemeluk
Budha atau Hindu dan berpenampilan seperti halnya orang-orang Amerika
kebanyakan. Tetapi tak demikian halnya untuk menjadi seorang Muslim. Karena
sejarah Perang Salib dan pertentangan bangsa-bangsa Eropa dan Timur Tengah, maka
sikap antipati terhadap Muslim begitu besar.
Meskipun
sarat dengan kesan-kesan negatif, Islam toh tetap merupakan agama yang paling
cepat perkembangannya di Eropa maupun di Amerika. Karena itu saya merasakannya
sebagai sebuah gelombang masa depan. Dan saya bangga menjadi bagian dari
gelombang itu.
Syeikh
saya menekankan pentingnya selalu menjalankan syariat Islam, karena dengan cara
itulah kita menghambakan diri kepada Tuhan. Percampuran antara pria dan wanita
seperti kaum Yahudi, jelas sudah tak perlu lagi dipertanyakan hukumnya. Tetapi
saya kira keluwesan masih dimungkinkan. Nah, saya lebih sering menutup rambut
dengan topi daripada dengan kerudung. Dengan begitu saya tak terlalu menarik
perhatian secara berlebihan.
Kemarin
saya bertemu dengan seorang wanita di Dunkin' Donuts, yang sedang bersama-sama
dengan suaminya. Wanita itu mengenakan baju panjang dan kerudung, menutup
seluruh tubuhnya. Saya lihat dia tidak diganggu. Orang-orang tak lagi melotot
kepadanya. Sama saja dengan seseorang yang mengenakan bikini dan masuk ke toko
ini untuk beli donat.
Saya
kagum dengan saudara-saudara wanita yang sanggup berbusana Muslimah, mereka
sungguh hebat. Saya rasa, kalau Anda berpakaian dengan maksud untuk menarik
perhatian banyak orang, maka Anda telah mengabaikan fungsi hijab. Karena itu
saya berpakaian seperti ini, yang saya pikir merupakan sunnah bagi orang
Amerika. Inilah yang saya sebut dress for success bagi Muslimah: karena saya
mengenakan jas longgar, celana panjang, topi, dan scarf.
Saya
biasa pergi berbelanja ke toko, dan pelayannya selalu bersikap ramah. Saya juga
sering membawa serta anak-anak untuk ikut berbelanja. Pada suatu hari si
pelayan tampak seperti terharu hendak menangis. Saya tak mengerti kenapa ia
bersikap demikian. Kemudian kami ngobrol tentang kehidupan masing-masing. Saya
ceritakan padanya bahwa saya sudah bercerai dengan suami. "Aduh, sedih
sekali," katanya. "Ah, tapi 'kan banyak ya pasangan yang cerai."
Akhirnya ia bertanya, "Sudahkah kau memikirkan bekal bagi anak-anakmu.
Sekadar berjaga-jaga."
"Berjaga-jaga
karena apa?" tanya saya keheranan.
Ia
tak mau menjawab. Setelah yakin tak ada seorang pun di sekitar kami, ia
bertanya lagi,"Apakah kau terkena kanker?".
"Tidak;"
jawab saya. Akhirnya saya mengerti.
Saya
jelaskan kepada pemilik toko itu bahwa saya menutup kepala karena saya seorang
Muslim, dan itu merupakan ajaran agama, bukan karena kanker.
Itu
mirip cerita komik yang sedih. Saya tetap mengenakan tutup kepala, tetapi
menampakkan sedikit rambut saya. Sekadar menunjukkan bahwa saya masih punya
rambut.
Posting Komentar