Proposal Olahraga

Proposal Olahraga

PROPOSAL KEGIATAN UNIT BULU TANGKIS (UBT)
PERIODE TAHUN 2013






UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
A.    PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah manciptakan alam semesta ini serta melimpahkan rahmat dan karunia-Nya bagi kita semua.
Sebagai generasi muda yang mengemban tugas untuk mengisi pembangunan disegala bidang, dalam hal ini kami juga ikut andil di dalamnya sebagai pelaku-pelaku pengembangan bidang olahraga khususnya di dalam olahraga bulu tangkis. Dengan demikian kami harus berperan aktif dan proaktif sebagai pewaris dan generasi pengisi pembangunan, kami harus senantiasa menjadi motivator, dinamisator, fasilitator, stabilisator dan innovator yang baik, sehingga menjadi inspirasi bagi generasi muda selanjutnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya kegiatan yang nyata dan menyentuh yang dapat membangkitkan semangat serta kerjasama secara aktif, produktif dan edukatif sehingga akan mewujudkan rasa tanggung jawab dan rasa kebersamaan. Maka dengan adanya kegiatan unit bulu tangkis ini, diharapkan dapat menumbuhkan semangat berolahraga agar dapat mengembangkan jiwa sportivitas dan mewujudkan rasa tanggung jawab demi kemajuan dunia olahraga bulu tangkis di Universitas Muhammadyah Surakarta ini.

 Upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu kegiatan yang tidak pernah lepas dari perhatian kita semua, oleh karena itu perlu adanya strategi yang tepat untuk melaksanakannya, salah satu program yang akan dilaksanakan oleh UKM Universitas Muhammadiyah Surakarta berkenaan dalam hal ini yakni Unit Bulu Tangkis (UBT).

            Secara umum manfaat pendidikan bulu tangkis bagi mahasiswa adalah untuk membentuk potensi diri dan kebersamaan setiap individu dalam melakukan suatu kegiatan yang bersifat positif. Sehingga kami sadar bahwa Unit Bulu Tangkis ( UBT) Juga perlu dilaksanakan demi meningkatkan potensi akademik maupun non akademik bagi mahasiswa itu sendiri.



B.     DASAR KEGIATAN

Berdasarkan hasil musyawarah pengurus Unit Kegitan Mahasiswa (UKM) dengan Pembina Unit Bulu Tangkis Universitas Muhammadyah Surakarta (UBT – UMS) dengan di hadiri anggotanya pada Tnggal 2 Januari Tahun 2013.

C.    MAKSUD DAN TUJUAN

Dengan diselenggarakannya kegiatan ini diharapkan mahasiswa pecinta dan para pelaku olahraga bulu tangkis lebih mampu memacu kemampuannya untuk menciptakan sekaligus melahirkan atlet-atlet yang handal, agar di masa yang akan datang dapat lebih mengapresiasikan dirinya,daerah serta Universitasnya.

D.    VISI DAN MISI
Unit Kegiatan Mahasisawa (UKM) Universitas Muhammadyah Surakarta Mempunyai Visi dan Misi Sebagai Berikut:
VISI
  Menciptakan mahasiswa yang sehat dan melahirkan pemain-pemain muda yang berbakat, berpretasi dan pastinya tanpa narkoba. Karena di dalam tubuh yang sehat itu terdapat jiwa yang kuat.
MISI
1.      Mempererat tali silaturahmi antara mahasiswa pecinta dan pemain olahraga  bulu tangkis.
2.      Menumbuh kembangkan olahraga bulu tangkis paada generasi muda tanpa narkoba.
3.      Merangsang prestasi para pemain pemula.
4.      Mendukung dan membantu program-program pemerintah dibidang Olahraga.

E.     WAKTU , TEMPAT JADWAL
Kegiatan ini di laksanakan pada hari senin sore pukul 15.00 – 07.00 WIB rutin, di Gor Samping Pasar Kleco.
F.     SUSUNAN KEPANITIAAN
1. Pembina                              : Ngatono SE.,MM
2. Ketua UKM                                    : Johan Arifin ( G000100050)
3. Sekretaris                            : Yudhiwan Nur Rokhim (L200100023)
4. Bendahara                           : Yusika Prawisudawati (J410100108)
5. Seksi-seksi
            a. Humas                     : Novian Adi Wibowo (A320110104)
            b. Perlengkapan           : Lintang Bayu P (D100100019)
            c. Pertandingan           : Raksa Lingga K (J120100026)

G.    ESTIMASI DANA
1.      Pengajuan Dana Operasional Selama 6 bulan (Juli – Agustus – September – Oktober – November - Desember)  Pada Tahun 2012 Sebesar Rp 1.850.000

2.      Pengajuan Dana Operasional Selama 1 Tahun Pada Tahun 2013
Ø  Sewa Gedung Bulu Tangkis 1(Len) x 12 (Bulan) Rp 75.000       =Rp 900.000
Ø  Pembelian Suttle Kok 4 (Slop) x 12 (Bulan)  Rp 40.000              =Rp 1.920.000
Ø  Dana Pembuatan Pamflet                                                             =Rp 180.000

JUMLAH                                            =Rp 3.000.000
(Tiga Juta Rupiah)
H.    PENUTUP

          Demikian Proposal yang kami buat sebagai bahan acuan dan kerangka dasar demi terlaksananya kegiatan yang dimaksud , sekaligus menjadi bahan pertimbangan bagi Bapak/Ibu/Saudara ( i ) untuk berpartisipasi dalam kegiataan ini . atas perhatian dan bantuannya kami hanturkan Terima Kasih.

Surakarta, 5 Februari 2013
         



Ketua                                                                                                  Sekertaris



Johan Arifin                                                                                        Yudhiwan Nur R





Mengetahui  Pembina




Ngatono SE.,MM
Artikel Islami

Artikel Islami


Jangan meremehkan Dosa
Manusia adalah makhluk yang lalai. Tidak hanya lalai untuk mengerjakan amal ketakwaan namun juga lalai dari dosa-dosa. Lebih memilukan lagi jika manusia acap mengentengkan dosa atau maksiat yang ia perbuat. Seolah-olah dengan sikapnya itu, dia aman dari adzab Alloh di dunia ataupun di akhirat.
Alloh telah menciptakan bumi dan menghiasinya dengan berbagai perhiasan yang indah dan menawan untuk menguji hamba-Nya, siapa diantara mereka yang taat kepada-Nya dan siapa yang membangkang perintah-Nya.
Diperintahnya hamba-Nya untuk melakukan kebaikan dan dilarangnya dari kemaksiatan adalah semata-mata demi kebaikan hamba, karena Alloh sangat penyayang terhadap manusia. Dan suatu hal yang pasti bahwa tidaklah Alloh memerintahkan suatu kebaikan sekecil apapun kecuali pasti didalamnya mengandung maslahat, baik disadari ataupun tidak. Demikian pula jika melarang sesuatu, tentu didalamnya terdapat mudharat yang membahayakan hamba.
Kewajiban Mengagungkan Alloh dan Takut kepada-Nya
Tak kenal maka tak sayang. Demikian kedaan orang yang tidak mengenal Alloh dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sehingga sesuai dengan kadar pengetahuan seseorang terhadap Alloh SWT, sebatas itu pula pengagungannya terhadap-Nya. Sesungguhnya mengenal Alloh dengan sebenar-benarnya pengenalan merupakan pokok kebaikan. Dengannya seseorang selalu merasa diawasi oleh Alloh SWT, sehingga tidaklah ia berucap kecuali yang benar dan tidak berbuat kecuali yang baik. Berbeda dengan orang yang tidak mengenal Alloh SWT dengan sebenar-benar pengenalan. Alloh SWT berfirman,” Dan mereka tidak mengagungkan Alloh dengan pengagungan yang semestinya.” (Az-Zumar:67)
Ayat ini mencakup semua orang yang meremehkan kedudukan Alloh seperti orang-orang atheis yang mengingkari adanya Alloh. Demikian pula orang-orang musyrik yang meyakini adanya alloh serat meyakini bahwa Ia yang mengatur alam semesta, namun dalam neribadah mempersekutukan Alloh dengan makhluk-Nya. Ayat ini juga meliputi orang-orang yang mengingkari nam-nama Alloh dan sifat-sifat-Nya atau mempercayai-Nya tapi menakwilkannya dengan selain makna yang sesungguhnya.
Termasuk meremehkan keagungan Alloh adalah bermaksiat kepada-Nya dan melakukan apa yang diharamkan-Nya berupa kemaksiatan, serta meninggalkan ketaatan yang Alloh wajibkan.
Suatu hak yang tidak diragukan lagi bahwa orang yang membangkang terhadap makhluk (misalnya raja) berarti dia telah meremehkannya. Bagaimana terhadap orang yang membangkang terhadap Al-khaliq?
Sebab-sebab Terjatuhnya Seseorang Dalam Maksiat
Sesungguhnya lemahnya keimanan dan keyakinan seseorang terhadap Alloh SWT, Dzat yang menciptakan makhluk dan yang mengaturnya merupakan perkara yang berbahaya. Tidak adanya perasaan takut kepada Alloh akan menyebabkan seseorang meremehkan janji Alloh dan ancaman-Nya. Janji-Nya di dunia (bagi yang taat) adalah kemenangan dan kebahagiaan, serta di akhirat adalah surge yang luasnya seperti langit dan bumi. Adapun ancaman-ancaman (bagi yang membangkang) di dunia adalah kehinaan dan ketidaktentraman, serta di akhirat kelak adalah belenggu yang melilit tubuhnya dan diseret kedalam neraka yang menyala-nyala.
Oleh karena itu sudah menjadi keharusan atas hamba yang beriman untuk bertakwa kepada Alloh serta takut kepada-Nya dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Diantara sebab terjatuhnya seseorang terhadap kemaksiatan adalah KEBODOHAN SESEORANG TENTANG ALLOH DAN SYARIAT-NYA. Kebodohan merupakan penyakit kronis yang tidak segera di obati akan membinasakan pemiliknya. Obat dari kebodohan adalah mempelajari Al-Qur’an dan As-sunnah.
CINTA DUNIA DAN TENGGELAM DALAM KELEZATANNYA sehingga melalaikan dari ketaatan juga faktor utama yang menyebabkan seseorang terjerumus kedalam dosa. Demikian pula LALAI TERHADAP TUJUAN HIDUP yang sesungguhnya serta TIDAK MAU MENGAMBIL PELAJARAN dari yang telah lewat.
Tingkatan-tingkatan Dosa
Dosa adalah suatu bentuk pelanggaran terhadap larangan Alloh atau meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya. Dan dosa itu bertingkat-tingkat kejahatannya. Dosa besar adalah setiap pelanggaran yang pelakunya mendapat had (hukuman yang telah ada ketentuannya dari syariat) seperti membunuh, berzina dan mencuri, atau ada ancaman secara khusus di akhirat nanti berupa adzab dan kemurkaan Alloh, atau yang pelakunya dilaknat melalui lisan rosululloh. Adapun jumlah dosa besar lebih dari tujuh puluh. Alloh telah menjanjikan surge dan ampunan-Nya bagi yang menjauhi dosa-dosa besar sebagaimana dalam firman-Nya,”jika kamu menjauhi dosa-dosa besar  diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukkan kamu ketempat yang mulia (surga).”(An-Nisa : 31)


Kapan Suatu Dosa Menjadi Besar…???
Ketika hendak melakukan dosa jangan melihat besar kecinya dosa, namun lihatlah dengan siapa kita melakukan dosa? Patutkah bagi seorang yang diciptakan dan diberi oleh Alloh sarana yang lengkapdan cukup, lantas melanggar larangan-Nya? Sesungguhnya suatu dosa bisa menjadi besar karena hal berikut:
1.      Dosa yang dilakukan secara rutin. Sehingga dahulu dikatakan, “tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus, dan tidak ada dosa besar jika diikuti istighfar.
2.      Menanggap remeh suatu dosa. Ketika seorang hamba menganggap besar dosa yang dilakukannya maka menjadi kecil di sisi Alloh. Namun jika ia menganggap kecil maka menjadi besar di sisis Allo. Disebutkan dalam suatu atsar bahwa seorang mukmin melihat dosa-dosanya laksana dia duduk di bawah gunung dimana ia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan orang durhaka melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu ia halau dengan tangannya.
3.      Bangga dengan dosa yang dilakukannya serta menganggap bisa melakukan dosa sebagai suatu nikamt. Setiap kali seorang hamba menganggap manis suatu dosa, maka menjadi besar kemaksiatannya serta besar pula pengaruhnya dalam menghitamkan hati. Karena setiap kali seorang berbuat dosa, akan dititik hitam pada hatinya.
4.      Menganggap ringan suatu dosa karena mengira ditutupi oleh Alloh SWT dan diberi tangguh serta tidak segera dibeberkan atau diadzab. Orang seperti ini tidak tahu bahwa ditangguhkannya adzab adalah agar bertambah dosanya.
5.      Sengaja menampakkan dosa dimana sebelumnya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Alloh SWT. Sehingga mendorong orang yang pada dirinya ada bibit kejahatan untuk ikut melakukannya. Demikian pula seseorang yang sengaja berbuat maksiat dihadapan orang.
6.      Dosa menjadi besar jika dilakukan seorang yang alim (berilmu) yang menjadi panutan.

Pengaruh Dosa atau Maksiat
Ø  Pengaruh dosa terhadap hati seperti bahayanya racun bagi tubuh.
Ø  Menghalangi seseorang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu adalah cahaya yang Alloh letakkan pada hati seseorang. Sedangkan maksiat yang akan meresupkan cahaya tersebut.
Ø  Menyebabkan seorang terhalang dari rizki, sebagaimana sebaliknya yaitu takwa akan mendatangkan rizki.
Ø  Adanya kegersangan pada hati seseorang yang berbuat maksiat dan kesenjangan antara dia dengan Alloh.
Ø  Disulitkan urusannya, sehingga tidaklah ia menuju pada suatu perkara  kecuali ia mendapatkannya tertutup.
Ø  Kegelapan yang ia dapatkan pada hatinya. Ibnu abbas berkata, “ sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah, cahaya di hati, luasnya rizki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk. Sedangkan kemaksiatan menyebabkan hitamnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rizki dan kebencian hati para makhluk.
Ø  Kemaksiatan melenyapkan barakah umur serta memendekkannya. Karena sebagaimana kebaikan menambahkan umur.
Ø  Tabiat dari kemaksiatan adalah melahirkan kemaksiatan yang lainnya.
Ø  Menyebabkan seorang hamba hina dimata Alloh.
Ø  Mengundang kehinaan, merusak akal. Dan jika dosa telah banyak maka pelakunya akan ditutup hatinya sehingga digolongkan menjadi orang yang lalai.
Ø  Memunculkan berbagai kerusakan di muka bumi, pada air, tanaman, udara, buah-buahan, dan tempat tinggal.
Ø  Menghilangkan sifat malu yang merupakan pokok segala kebaikan serta melemahkan pelakunya.
Ø  Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan memunculkan adzab
artikel islam

artikel islam


Nasehat Untuk Remaja Muslim

 

Jumat, 31 Desember 2010 - 09:58:46 :: kategori Aqidah
Penulis: Redaksi Assalafy.org
.: :.
Kami persembahkan nasehat ini untuk saudara-saudara kami terkhusus para pemuda dan remaja muslim. Mudah-mudahan nasehat ini dapat membuka mata hati mereka sehingga mereka lebih tahu tentang siapa dirinya sebenarnya, apa kewajiban yang harus mereka tunaikan sebagai seorang muslim, agar mereka merasa bahwa masa muda ini tidak sepantasnya untuk diisi dengan perkara yang bisa melalaikan mereka dari mengingat Allah subhanahu wata’ala sebagai penciptanya, agar mereka tidak terus-menerus bergelimang ke dalam kehidupan dunia yang fana dan lupa akan negeri akhirat yang kekal abadi.

Wahai para pemuda muslim, tidakkah kalian menginginkan kehidupan yang bahagia selamanya? Tidakkah kalian menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu wata’ala yang luasnya seluas langit dan bumi?

Ketahuilah, jannah Allah subhanahu wata’ala itu diraih dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam beramal. Jannah itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa yang mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, mereka merasa bahwa gemerlapnya kehidupan dunia ini akan menipu umat manusia dan menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di negeri akhirat selamanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)

Untuk Apa Kita Hidup di Dunia?

Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)

Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.

Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan yang lain.

Umurmu Tidak Akan Lama Lagi

Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka).

Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.

Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ, فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ, يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.

“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan.

Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala:

فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)

Bersegeralah dalam Beramal

Wahai para pemuda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada hari kiamat, sebagaimana sabdanya:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lafazh hadits riwayat Abu Dawud no.733)

Bagi laki-laki, hendaknya dengan berjama’ah di masjid. Banyaklah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan memberikan syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat nanti.

Banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang telah kalian lakukan selama ini. Mudah-mudahan dengan bertaubat, Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberi pahala yang dengannya kalian akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wahai para pemuda, banyak-banyaklah beramal shalih, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberi kalian kehidupan yang bahagia, dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97)

Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu?

Pertanyaan inilah yang akan diajukan kepada setiap hamba Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat nanti. Sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya:

لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)

Sekarang cobalah mengoreksi diri kalian sendiri, sudahkah kalian mengisi masa muda kalian untuk hal-hal yang bermanfaat yang mendatangkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala? Ataukah kalian isi masa muda kalian dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan kemurkaan-Nya?

Kalau kalian masih saja mengisi waktu muda kalian untuk bersenang-senang dan lupa kepada Allah subhanahu wata’ala, maka jawaban apa yang bisa kalian ucapkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala Sang Penguasa Hari Pembalasan? Tidakkah kalian takut akan ancaman Allah subhanahu wata’ala terhadap orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah mengancam pelaku kejahatan dalam firman-Nya:

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (An Nisa’: 123)

Bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, pergunakanlah kesempatan di masa muda kalian ini untuk kebaikan.

Ingat-ingatlah selalu bahwa setiap amal yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

Jauhi Perbuatan Maksiat

Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)? Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Wahai para pemuda, senantiasa iblis, setan, dan bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)

Setiap amalan kejelekan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)

Setan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, itu merupakan wujud solidaritas dan kekompakan di antara kalian. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)

Demikianlah setan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai sarana untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.

Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu

Wahai para pemuda, setelah kalian mengetahui bahwa tugas utama kalian hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata, maka sekarang ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala hanya menerima amalan ibadah yang dikerjakan dengan benar. Untuk itulah wajib atas kalian untuk belajar dan menuntut ilmu agama, mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal agama Islam ini, mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana yang bid’ah.

Dengan ilmu agama, kalian akan terbimbing dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga ibadah yang kalian lakukan benar-benar diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak orang yang beramal kebajikan tetapi ternyata amalannya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, karena amalannya tidak dibangun di atas ilmu agama yang benar.

Oleh karena itu, wahai para pemuda muslim, pada kesempatan ini, kami juga menasehatkan kepada kalian untuk banyak mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis ilmu, mendengarkan Al Qur’an dan hadits serta nasehat dan penjelasan para ulama. Jangan sibukkan diri kalian dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri kalian, terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.

Ketahuilah, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.

“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224)

Akhir Kata

Semoga nasehat yang sedikit ini bisa memberikan manfaat yang banyak kepada kita semua. Sesungguhnya nasehat itu merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini, bahkan saling memberikan nasehat merupakan salah satu sifat orang-orang yang dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam surat Al ‘Ashr:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

Wallahu ta‘ala a’lam bishshowab.




















Menyelisik Kehidupan di Alam Kubur
Selasa, 12 Oktober 2010 - 08:26:10 :: kategori Aqidah
Penulis: Buletin Islam AL-ILMU Edisi: 38 / X / VIII / 1431
.: :.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kehidupan yang dialami oleh seorang manusia di dunia ini bukanlah sebuah kehidupan yang terus-menerus tiada berujung dan tiada penghabisan. Ia adalah sebuah kehidupan yang terbatas, berujung dan akan ada pertanggungjawabannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):

“Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)

Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya! Kita dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa ke masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya dari generasi pertama sampai yang terakhir (artinya):

“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)

Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah) kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.

Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).

Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.
Alam Kubur

Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):

“Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)

Di antara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:
1. Fitnah kubur

Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu (Tuhanmu)?, apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:

« إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ - أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ - أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ »

“Apabila mayit telah dikuburkan -atau beliau bersabda: (apabila) salah seorang dari kalian (dikuburkan)- dua malaikat yang berwarna hitam kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)

Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):

“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)

Perkataan yang kokoh dalam ayat di atas adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur.

Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua malaikat: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu; kemudian ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu, kemudian ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari neraka! Bukakan baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kubur.”

Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia.

Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada yang gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya, niscaya mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):

“Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)
2. Adzab dan nikmat kubur

Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di alam kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.

Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga! Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata: “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah, Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”

Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka ia akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya. Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta, tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan Ahmad)

Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya, karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):

“(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)

Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):

“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46),

Kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):

“Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21).

Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.
Penutup

Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami manusia di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan cerdas akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di akhirat kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a memohon perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)

Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
MUTIARA HADITS SHAHIH

Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:

«أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ»

و
رواية: لاَ يَسْتَنزِهُ مِن بَوْلِهِ

“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah (mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

Dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”


 
Top of Form
Bottom oMeningkatkan Ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla
Selasa, 12 Oktober 2010 - 08:25:18 :: kategori Aqidah
Penulis: Buletin Islam AL-ILMU Edisi: 37 / X / VIII / 1431
.: :.
Para pembaca rahimakumullah semoga Allah menerima amalan-amalan kita dan mengampuni dosa-dosa kita dengan ibadah puasa Ramadhan yang telah kita laksanakan serta mengabulkan doa-doa kita.

Takwa, suatu istilah yang pendengaran kita kerap mendengarnya, karena kata takwa merupakan istilah yang pendek akan tetapi sangat besar kandungannya dan orang yang bertakwa akan meraih kebaikan dunia dan akhirat. Untuk lebih memahami kandungannya mari kita ikuti pembahasan berikut ini.

Makna Takwa

Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang takwa diantaranya adalah perkataan Thalq bin Habib rahimahullah, beliau mengatakan: “Takwa yaitu melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah semata-mata mengharap pahala dari-Nya. Dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah karena takut akan adzab-Nya.”

Jika demikian, begitu tingginya nilai ketakwaan disisi Allah ‘azza wa jalla. Bahkan tujuan diwajibkannya puasa Ramadhan yang baru saja kaum muslimin melaksanakannya adalah agar mereka bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)

Ketakwaan yang dimaksud bukan hanya di bulan Ramadhan saja namun juga di selain bulan Ramadhan. Oleh karenanya, tidak benar anggapan bahwa bertakwa kepada Allah cukup di bulan Ramadhan, sementara setelah keluar dari bulan itu merasa bebas sehingga kembali melakukan berbagai dosa dan kemaksiatan dengan anggapan dosanya akan diampuni dengan melaksanakan puasa Ramadhan di tahun yang akan datang. Hal ini karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »

“Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala hanya dari Allah, niscaya akan diampuni dosanya yang lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Perlu diketahui bahwa ampunan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah ampunan bagi dosa-dosa kecil, bukan dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ .

“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya sebagai penebus dosa yang terjadi diantara keduanya apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no.233)

Sedangkan dosa besar tidak akan diampuni, kecuali pelakunya bertaubat dengan taubat yang tulus (taubatan nashuhan). Perintah untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla sangat banyak dalam Al-Qur’an. Diantaranya firman Allah azza wa jalla (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102)

Dan juga firman-Nya (yang artinya):

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)

Dan firman-Nya pula (yang artinya):

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 70-71)

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, ketiga ayat di atas sering dibaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam pembukaan khuthbahnya yang dikenal dengan KHUTHBATUL HAAJAH. Hal ini menunjukkan pentingnya takwa sehingga beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sering kali mengingatkan kaum muslimin untuk senantiasa bertakwa kepada Allah azza wa jalla.

Kedudukan Takwa

- Takwa adalah sebaik-sebaik bekal

Para pembaca rahimakumullah, ketahuilah! Bekal yang terbaik bagi seorang hamba untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak adalah bekal ketakwaan kepada Allah. Sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “Dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (Al-Baqaroh: 197)

Al-Imam As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan: “Adapun bekal yang sebenarnya yang manfaatnya terus berlanjut bagi pelakunya di dunia maupun di akhirat adalah bekal ketakwaan (kepada Allah azza wa jalla), yaitu bekal untuk kampung akhirat yang kekal yang mengantarkan kepada kelezatan yang sempurna dan kepada kenikmatan yang terus-menerus. Barangsiapa yang meninggalkan bekal ini, maka dia akan terputus dengannya yang berarti ini menjadi peluang bagi setiap kejelekan (untuk menjangkitinya), dan dia tercegah untuk sampai ke kampung orang-orang yang bertakwa (Al-Jannah/surga-red). Ini adalah pujian bagi sifat takwa.” (lihat Taisiru Al-Karimi Ar-Rahman, halaman 91)

- Kemuliaan hanya akan dapat diraih dengan ketakwaan

Para pembaca semoga Allah memuliakan kita semua, setiap orang pasti menginginkan kemuliaan dan tidak menyukai kehinaan. Lalu dengan apa seseorang menjadi mulia? Kemuliaan hanya dapat diraih dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, dan bukan dengan banyaknya harta atau dengan tingginya kedudukan. Hanya dengan ketakwaan seseorang akan mulia disisi Allah, sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam Al-Qur’an (yang artinya):

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)

Kapan dan dimana kita bertakwa?

Saudaraku, ketahuilah! bahwa Allah azza wa jalla Maha Mengetahui dan Maha Melihat, baik yang kecil maupun yang besar, yang jauh maupun yang dekat, yang tampak maupun yang tersembunyi. Semua itu dilihat dan diketahui oleh Allah azza wa jalla. Diantara sifat-sifat-Nya yang lain adalah bahwa Allah azza wa jalla Maha Mendengar, baik suara itu pelan ataupun keras. Allah azza wa jalla berfiman (yang artinya):

“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha: 7)

Bahkan Allah azza wa jalla Mengetahui apa yang terlintas dalam hati seseorang, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):

“Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati.” (Faathir: 38)

Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat agar kita bertakwa kepada Allah azza wa jalla dimanapun dan kapanpun kita berada. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ »

“Bertakwalah engkau kepada Allah dimana saja kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan (amal sholih) tersebut akan menghapuskannya (perbuatan jelek-red); dan bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi no.1987)

Kita diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah dimana saja kita berada, baik dalam keadaan sendirian ataupun ditengah orang banyak, karena Allah azza wa jalla Melihat dan Mengawasi kita dimana dan kapanpun kita berada.

Janji Allah Bagi Orang Yang Bertakwa

Allah azza wa jalla telah banyak menyebutkan janji-janji-Nya dalam Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa, dan Allah azza wa jalla tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Diantara janji-janji-Nya adalah:

1. Akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang dia alami dan diberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan (Dia akan) memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)

2. Akan dimudahkan segala urusannya. Hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nya (yang artinya):

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)

3. Akan diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla (yang artinya):

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (Ath-Thalaq: 5)

4. Akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan serta penuh dengan ampunan. Allah azza wa jalla telah menjelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (Muhammad: 15)

Penutup

Para pembaca semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya bagi kita semua. Itulah sekilas pembahasan tentang takwa. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, dan semoga dapat mendorong kita untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla. Semoga Allah azza wa jalla memberi kemampuan kepada kita untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta menggolongkan kita ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa yang akan meraih Al-Jannah (surga) yang penuh dengan kenikmatan. Amiin Ya Rabbal ‘alamiin.
Tragedi Koja : Fitnah Kuburan Malapetaka Umat
Sabtu, 22 Mei 2010 - 06:51:57 :: kategori Aqidah
Penulis: Redaksi Assalafy.org
.: :.
Kalau kita menengok perkembangan ideologi umat dewasa ini, maka banyak dijumpai kuburan-kuburan yang dikeramatkan oleh sebagian manusia, dan menjadi tempat yang lebih ramai dari tempat-tempat wisata. Mereka berduyun-duyun datang dari penjuru daerah maupun negara untuk meraih berbagai hajatnya masing-masing. Ada yang datang untuk meminta jodoh, jabatan, kekayaan, ataupun mendatangkan keselamatan hidup. Ada juga sebagian lainnya datang untuk beribadah kepada Allah seperti shalat, membaca Al Qur’an dan yang lainnya dengan anggapan bahwa beribadah di samping kuburan orang shalih lebih mendatangkan kekhusyu’an.

Sementara di sisi lain masjid-masjid Allah semakin sunyi dari jama’ah, sungguh ironis sekali. Hal inilah yang mendorong untuk dimuatnya tema ini, sebagai bentuk nasehat dan tambahan ilmu untuk kita semua, yang didasari atas rasa ukhuwah (solidaritas) imaniyah semata. Rasulullah bersabda:
الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ
“Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat. (HR. Muslim, dari sahabat Tamim Ad Daari )

Bisakah Orang Mati Memberikan Manfaat ?
Secara fitrah yang suci, orang yang telah mati tidak mampu lagi berhubungan dengan orang yang hidup, baik berbicara ataupun mendengar panggilan orang yang memanggil. Lebih dari itu, Allah sebagai dzat Yang Maha Mengetahui tentang makhluk-Nya menetapkan bahwa orang yang mati telah terputus amalnya, tidak lagi ia mampu menjawab panggilan orang yang memanggil atau mengabulkan do’a orang yang berdo’a kepadanya, dan tidak ada seorang pun yang mampu menjadikan orang mati dapat berinteraksi dengan orang yang hidup. Sebagaimana firman Allah (artinya): “Dan orang-orang yang kalian sembah selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruan kalian, dan kalaupun mereka mendengarnya mereka tiada dapat memperkenankan permintaan kalian dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikan kalian……” (Faathir: 13-14)
Begitu juga firman-Nya:
“Dan kamu (Wahai Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (Faathir: 22)
Rasululah bersabda (artinya):
“Bila anak Adam (manusia) telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya.” (HR. At Tirmidzi dan An Nasaa’i)

Pengagungan Kuburan Dari Masa Ke Masa
Awal mula munculnya fitnah pengagungan kuburan ini, terjadi pada kaum Nabi Nuh u, sebagaimana diberitakan oleh Allah Ta’ala tentang mereka (artinya): “Nuh berkata: “Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan mereka telah melakukan tipu daya yang amat besar”. Mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.…” (Nuh: 21-24)

Ibnu ‘Abbas dalam riwayat Al Bukhari menyatakan: “Sesembahan tersebut adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh u. Ketika orang-orang shalih itu mati, tampillah setan membisikkan kepada orang-orang; Dirikanlah di majelis-majelis kalian patung-patung mereka dan namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut namun masih belum disembah, sampai orang-orang itu meninggal (dari generasi ke generasi) dan ilmu semakin dilupakan, akhirnya patung-patung tersebut itu pun disembah.”

Fitnah pengagungan kuburan terus berlangsung dari masa ke masa. Termasuk Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara) juga mendapat kutukan dari Allah , disebabkan mereka terjatuh dalam pengagungan kuburan ini. Al Imam Al Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih keduanya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah, bahwa Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah apa yang ia lihat tentang gereja Maria di negeri Habasyah (Ethopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar/patung-patung. Rasulullah bersabda: “Mereka (Yahudi dan Nashara), bila ada seorang shalih diantara mereka meninggal, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat patung-patung (monumen-monumen) ataupun gambar-gambar orang shalih tersebut di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah . (Al Bukhari 1/15 dan Muslim 1/375)

Rasulullah diutus ke muka bumi juga pada saat bangsa Arab terfitnah dengan penyembahan patung orang-orang shalih yang di tancapkan di kuburan-kuburan mereka atau disekitar Ka’bah. Terbukti -hal yang demikian itu- dengan firman Allah Ta’ala (artinya): “Apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata, Al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.”(An-Najm: 19-22)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas beliau berkata tentang firman Allah “Al-Latta dan Al-’Uzza.”: “Al-Latta adalah seseorang yang membuat adonan roti dari gandum untuk para jamaah haji (tatkala ia mati orang-orang beri’tikaf di atas kuburnya lalu mereka menjadikannya berhala -red).” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/35 dan Al Qaulul Mufid 1/253 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)
Para pembaca, kita bisa menyaksikan (langsung) pula bahwa malapetaka atau fitnah kuburan ini pun merupakan asal usul kekafiran dari agama-agama selain agama samawi, seperti Hindu, Budha, Konghuchu, agama-agama sesat yang ada di Yunani dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang tersebar di belahan dunia ini. Atas dasar itulah, sesungguhnya hakekat seluruh bentuk kekufuran adalah satu, karena dedengkot kekufuran itu adalah satu pula yaitu Iblis la’natullah.

Bentuk-Bentuk Pengagungan Kubur
Para pembaca, sesungguhnya fitnah pengagungan kuburan ini bermula dari sikap ghuluw (ekstrim) di dalam memuliakan orang-orang shalih. Padahal sikap ghuluw merupakan cara jitu iblis dan pengikutnya untuk menjatuhkan manusia dalam kebinasaan, dan ternyata telah terbukti pada kaum-kaum sebelum Islam. Pantaslah Rasulullah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُو فَإِنَّمَا أَهْلََكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُو
“Hati-hatilah kalian dari perbuatan ghuluw (melampaui batas), sesungguhnya kebinasaan kaum sebelum kalian adalah karena disebabkan perbuatan ghuluw.”(HR. Ahmad)
Diantara bentuk-bentuk perbuatan ghuluw terhadap kuburan adalah:
1. Membuat Bangunan Di Atasnya.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tahdzir As-Sajid (hal. 9-20) membawakan hadits-hadits yang semuanya melarang membuat bangunan di atas kuburan. Diantaranya:
1. Hadits Jabir bin Abdullah :
نَهَىرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah melarang untuk mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan (mengkijing dan semisalnya) di atasnya.” (HR. Muslim, 3/62)
2. Hadits Ali , dari Abu Hayyaj Al-Asadi rahimahullah ia berkata:
قاَلَ ليْ علِيُّ بْنُ أَبِيْ طاَلِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى ماَ بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَنْ لاَتَدَعَ تِمْثاَلاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku: ‘Maukah engkau aku utus kepada sesuatu yang Rasulullah telah mengutusku dengannya? (Yaitu) jangan kamu membiarkan patung kecuali kamu hancurkan dan kuburan yang menonjol lebih tinggi melainkan kamu ratakan.” (HR. Muslim)
Kalau kita melihat kenyataan sekarang, jarang sekali kuburan yang bersih dari bangunan, pengapuran, penerangan (lampu), bahkan ada yang dipasang tirai (selambu). Yang semuanya ini dilarang oleh agama, karena selain menyelisihi petunjuk Nabi , bahkan menyerupai kebiasaan orang-orang kafir dan menghambur-hamburkan harta. Padahal usaha tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat kepada penghuni kubur, lebih dari itu sebagai fitnah bagi yang masih hidup.
2. Beribadah Kepada Allah Di Sisi Kuburan.
Perbuatan ini berasal dari sebuah keyakinan bahwa beribadah di sisi kuburan lebih bisa mendatangkan kekhusyu’an dan barakah. Disini kita sebutkan beberapa contoh ibadah yang lagi marak dilakukan di atasnya:
Shalat, sesungguhnya ia merupakan ibadah yang sangat mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan syari’at. Telah datang hadits-hadits shohih yang melarang shalat di atas kubur baik mengadap ke kuburan ataupun tidak (yakni menghadap ke kiblat). Diantaranya:
Hadits Abu Martsad Al Ghanawi , Rasulullah bersabda:
لاَتُصَلُّوا إِلَى الْقُبُور
“Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur.” (HR. Muslim)
2. Hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُورِ
“Sesungguhnya Nabi Muhammad melarang shalat diantara kuburan-kuburan.” (HR. Al Bazzar no. 441, Ath Thabrani di Al Ausath 1/280)
3. Hadits Abu Sa’id Al Khudri
الأََرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi dan seluruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)
a. Memotong hewan kurban di atasnya. Rasulullah bersabda:
لاَعَقْرَ (أَي عِنْدَ الْقَبْرِ) فِي الإِسْلاَمِ
“Tidak ada sesembelihan di atas kuburan dalam Islam.” (HR. Abu Dawud 2/71, Ahmad 3/197, dari sahabat Anas )
Al Imam An Nawawi berkata: “Menyembelih sembelihan di atas kubur merupakan perbuatan yang dilarang, sesuai kandungan hadits Anas .” (Al Majmu’: 5/320)
c. Sengaja membaca Al Qur’an, berdo’a, bernadzar ataupun jenis ibadah yang lainnya di sisi kuburan.
Semua perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, kalau seandainya perkara ini adalah baik niscaya Rasulullah pasti akan menyampaikannya dan para sahabatlah y yang paling dahulu mengamalkannya.
Semestinya rumah-rumah Allah (masjid) ataupun rumah-rumah kita sendiri itulah yang lebih pantas untuk diramaikan dengan berbagai macam ibadah, bukan kuburan. Rasulullah bersabda:
لاَتَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)
Dan jenis perbuatan inipun juga masuk dalam larangan sabda Rasulullah :
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.” (HR. Al-Bukhari, 3/156, Muslim, 2/67 dan lainnya)
Karena makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup membangun masjid di atas kuburan dan juga mencakup menjadikan kuburan sebagai tempat sujud (ibadah) ataupun berdo’a walaupun tidak ada bangunan di atasnya. Kecuali berdo’a untuk si mayit, karena inilah yang dianjurkan dalam agama. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 279 karya Asy Syaikh Al Albani dan Al Qaulul Mufid 1/396)
Sedangkan keyakinan menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah (perantara) untuk mendekatkan dia dengan Allah , juga termasuk amalan baru (diada-adakan) yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam agama kami ini yang bukan bagian dari agama, maka amalannya akan tertolak.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al Imam Asy Syafi’i berkata:
مَنِ اسْتَحَْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barangsiapa yang menganggap baiknya suatu amalan (tanpa dalil), berarti ia telah membuat syari’at.” (Al Muhalla fi Jam’il Jawaami’ 2/395)
Sehingga jenis tawassul seperti ini tergolong dari tawassul yang tidak disyari’atkan (terlarang).
3. Beribadah Kepada Penghuni Kubur.
Tujuan utama yang diharapkan oleh iblis dan bala tentaranya adalah memalingkan manusia untuk mempersembahkan peribadatan kepada selain Allah . Kenyataan ini pun terjadi, banyak kita jumpai kuburan-kuburan yang dikunjungi ratusan bahkan ribuan orang perharinya. Dalam keadaan khusyu’ dan takut, bahkan diiringi linangan air mata, mereka meminta kepada penghuni kubur baik rizki, jodoh, jabatan, atau ketika ditimpa musibah buru-buru menyembelih sembelihan untuk penghuni kuburan tersebut. Inilah hakekat kesyirikan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah :
اللهمَّ لاَتَجْعَل قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), sungguh amat besar sekali kemurkaan Allah terhadap suatu kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi sebagai masjid-masjid.” (HR. Ahmad dari sahabat Abu Hurairah)
هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ
“Celaka dan binasalah orang-orang yang melampaui batas (ekstrim).” (HR. Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud )
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya al jannah, dan tempat kembalinya adalah an naar dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.” (Al Maidah: 72)
Akhir kata, kami mengajak seluruh saudara-saudara kaum muslimin untuk meramaikan masjid-masjid Allah Ta’ala dengan majlis-majlis ilmiah yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan apa yang telah dipahami oleh para sahabat nabi . Karena dengan tersebarnya ilmu yang haq ini merupakan jalan keluar terbaik dari musibah (fitnah) yang menimpa umat Islam yaitu pengagungan terhadap kuburan-kuburan yang dikeramatkan.

Di Bawah Tikar Sembahyang
Tarajee Abdur-Rahim


Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS 6:17)


Pada usia empat puluh dua tahun, dia menerbitkan jihad iklan Tauheed,2 sebuah laporan berkala yang terbit dua bulan sekali tentang AIDS. Jurnalis memuat ulasan percobaan klinis, artikel-artikel tentang gejala atau ciri-ciri umum di antara para PWA (People With AIDS --orang-orang yang mengidap penyakit AIDS), daftar pelayanan sosial, tanya jawab, iklan dan tajuk rencana, beserta ayat-ayat Al-Quran. Dia juga menawarkan kepada para PWA sebuah kelompok diskusi, bantuan dari luar, layanan pembersihan apartemen, binatu, belanja, suruhan, pengawalan, kunjungan pribadi. Dia adalah seorang yang bersemangat luar biasa besar dan sebuah benteng kekuatan bagi kelima putrinya. Tetapi dia berjuang keras untuk merasakan perlindungan dan penghormatan oleh masyarakat Muslim.
Saya mengikrarkan syahadat enam belas tahun yang lalu. Suami saya telah memeluk Islam dua tahun sebelum saya mengucapkan syahadat saya. Saya pikir Islam begitu hebat.
Dulu saya memakai thobe3 dan kirfi (topi) kepunyaan suami saya. Pakaian itu tampak bagus saya pakai. Tetapi saya tidak tertarik. Saya menyebut diri saya, nyaris dengan kebanggaan, sebagai seorang ateis.
Suatu hari saya mengambil Al-Quran dan membacanya. Kitab itu sungguh melambungkan jiwa saya. Saya tahu inilah kebenaran. Sangat masuk akal. Tapi, saya tidak dapat segera mengucapkan kalimat syahadat. Sebab hal itu berarti saya harus membakar semua rok mini dan celana pendek saya. Tetapi saya tidak keberatan. Itu sama sekali tidak memberatkan saya. Karena sejak saat itu saya tidak ingin menjadi yang lain lagi.
Putri saya yang paling besar saat itu baru berumur enam tahun dan yang nomor dua sekitar dua tahun. Sekarang mereka berusia dua puluh tiga dan delapan belas tahun. Dahulu mereka bernama Nadine dan Hillary. Sekarang Latifa dan Malika. Sesudah itu saya memiliki tiga anak lagi, semuanya perempuan.
Ketika saya menikah, anak tertua saya telah berumur empat atau lima tahun. Kami memutuskan untuk menikah secara resmi. Kami meninggalkan Harlem menuju ke Brooklyn. Malik adalah teman saya, kekasih saya, sahabat saya.
Malik mempunyai masalah keterlibatan dengan obat-obatan. Dahulu saya sering menyindirnya. Saya katakan kepadanya bahwa dia bukan seorang pemadat yang baik. Dia telah berusaha keras dan tetap tidak berhasil. Dia mungkin bisa meninggalkan kecanduan itu selama lima atau enam tahun, kemudian minum-minum lagi selama satu tahun.
Dia cukup mampu membiayai kebiasaan itu. Dia tidak pernah mengambil apa pun dari rumah. Melihat perubahan wajah dan sikap yang dialaminya ketika dia sedang dalam pengaruh obat-obatan, merupakan saat yang paling menyakitkan. Saya tidak pernah melihat dia menggunakannya. Dia tidak pernah melakukannya di hadapan saya atau anak-anak, tetapi saya selalu mengetahui kalau dia memakai obat-obat itu lagi.
Tak ada alasan untuk meninggalkan orang ini. Dia terlibat dalam masalah yang dia sendiri tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Dan itulah persoalan utamanya.
Ketika orang-orang mulai membicarakan tentang AIDS, saya mendengarkan dan saya memikirkannya sendiri. Saya tidak perlu mengkhawatirkannya: saya seorang Muslim. Saya shalat lima kali sehari. Malik juga seorang Muslim. Saya berkata pada diri sendiri, dia yang menggunakan obat-obatan, bukan saya.
Tetapi ketika saya terus mendengarkan tentang AIDS, saya mengatakan, mari kita pergi dan periksa. Pada awalnya, dia tidak mau pergi. Tetapi saya, perlu mengetahui, sebab saya dengar bahwa tempat-tempat yang berhubungan langsung dengannya merupakan kategori risiko tinggi. Akhirnya dia setuju dan kami pergi. Hasil diagnosa mengatakan bahwa sejak sebelas tahun yang lalu kami mengidap HIV-positif.
Saya benar-benar terhenyak. Saya tidak dapat mempercayai bahwa saya terjangkiti virus tersebut. Tetapi saya tidak meratapinya terlalu lama. Islam mengajarkan kepada Anda bagaimana menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam hidup Anda. Dan cara untuk menghadapinya sangat sederhana: beriman dan tawakal kepada Allah. Saya memikirkan hal itu dan saya berkata pada diri sendiri, mungkin sekarang dia akan meninggalkan obat-obat itu.
Tak ada dukungan komunitas Muslim yang dapat diharapkannya. Tak ada sistem yang mendukung kaum heteroseksual. AIDS adalah penyakit para gay. Itu adalah penyakit orang Haiti, itu adalah penyakit kaum homoseks kulit putih. Begitu pendapat orang banyak dan sekarang kita ketahui bahwa pendapat semacam itu salah. Tetapi saat itu, itulah yang dipercaya semua orang. Kami bukan orang kulit putih, kami bukan gay, kami bukan orang Haiti. Dan saya tahu ini tidak disadari masyarakat. Saya sangat marah pada Malik sebab saya ingin dia melindungi saya, bukan dari virus itu, tetapi dari unsur-unsur di sekeliling virus tersebut. Saya ingin duduk di samping Malik dan mendapat rasa aman. Saya tidak ingin mencemaskan apa yang dipikirkan orang Muslim yang lain. Saya ingin Malik membuat hidup ini aman bagi saya. Saya sangat marah pada Malik atas semua ini, tetapi saya tidak pernah marah mengenai penyakit itu.
***
Saya harus memberanikan diri untuk keluar. Saya ingin tahu apa yang dilakukan orang terhadap AIDS, saya ingin mengambil manfaatnya bagi saya. Saya tahu banyak orang yang mengidap penyakit tersebut selain saya. Lagi pula, saya tahu banyak orang Muslim selain saya yang terjangkiti penyakit ini. Saya tahu saya bukan satu-satunya yang terkena virus tersebut.
Malik tidak ingin menghadiri kelompok pendukung. Dia tidak ingin mengetahui apa-pun. Dia hanya marah: Mengapa Allah menimpakan hal ini kepadanya? Mengapa Allah meletakkannya pada posisi di mana terdapat kemungkinan besar bahwa dia akan mati karena sesuatu yang tidak ada obatnya, dan meninggalkan istri dan anak-anaknya? Saya bukan seorang laki-laki, dan saya tidak memahami bagaimana seorang lelaki berpikir, tetapi saya kira saya memakluminya.
Kami selalu bertengkar sejak saat itu. Saya mencela kemarahannya. Dia mencaci cara saya menghadapi keadaan tersebut. Saya pikir mungkin sebagai laki-laki dia merasa gelisah karena istrinya lebih kuat dari dirinya. Saya tidak pernah mencoba menegangkan otot, dalam arti mengajaknya berkelahi. Saya pun ingin melindunginya. Tetapi kadang-kadang saya sendiri pun merasa ingin menangis. Saya ingin menangis tetapi saya tidak dapat melakukannya. Saya terlalu sibuk menabahkan diri untuk menghadapi kenyataan itu.
Entah bagaimana sebagai seorang perempuan, saya mendapati diri saya setahap demi setahap meninggalkan sifat feminin saya dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang maskulin. Karena saya merasa tak seorang pun melindungi saya, maka saya harus melindungi diri saya sendiri. Lalu saya mengenakan baju baja saya, membawa perisai di satu tangan saya dan tombak di tangan yang lain. Saya mulai mendatangi kelompok pendukung yang satu ke kelompok yang lain, hanya untuk melihat.
Saya mengetahui semuanya dari 'penghuni planet Mars yang kecil dan hijau'. Tetapi saya gembira. [Tertawa].
Gay Men's Health Crisis Center (Pusat Penanganan Krisis Kesehatan Kaum Gay) di (Greenwich) Village memperlakukan saya seperti seorang ratu.
Sebelum saya ke sana, saya tahu bahwa tempat itu hanya untuk kaum gay semata. Tetapi itu tidak membuat saya berbalik. Merekalah yang terperanjat dengan kehadiran saya. Lupakan kenyataan bahwa saya seorang wanita. Tetapi saya seorang wanita kulit hitam, dan saya seorang wanita Muslim. Saya membiasakan diri dengan kenyataan tersebut.
Ketika saya mengunjungi GMHC dan beberapa organisasi AIDS lain yang semuanya dikelola oleh para pria homoseks, tindakan pertama mereka semuanya sama: Mereka hanya duduk dan memandangi saya. Di wajah mereka saya dapat membaca pikiran mereka [dengan suara yang dibuat-buat, difemininkan]: "Oh, dia nyata-nyata berada di tempat yang salah."
Dan di wajah-wajah yang lain saya dapat melihat: Saya heran apa yang dia lakukan di sini. Dan ada pula wajah-wajah yang menyiratkan: "Oooo, saya menyukai pakaiannya."
Itu semua sangat menghibur saya. Mereka memperlakukan saya dengan begitu baik. Tentu saja saya tidak membuang waktu menunggu mereka bertanya mengapa saya berada di sana. Saya segera menjelaskan duduk persoalannya. Saya segera memperkenalkan diri: "Nama saya Tarajee. Saya juga mengidap HIV positif. Saya tahu saya berada di tempat yang tepat."
Mereka senang bersama saya, saya pun demikian. Mereka ingin mengetahui mengapa saya menutup rambut saya dan seberapa panjang rambut saya. Mereka menanyakan kepada saya beberapa pertanyaan kewanitaan. Itulah yang sangat menghibur saya. Saya dapat berbagi rasa. Saya merasa nyaman bersama mereka. Saya merasa bersama "para wanita". Saya tidak merasa terkucil.
Mereka membuka lebar pintu mereka. Saya dapat datang dan pergi-sesuka hati. Sebagian besar dari mereka merasa saya orang yang mengagumkan. Kami tidak banyak berbicara masalah HIV, tetapi kami lebih banyak membicarakan masalah-masalah kemanusiaan. Saya datang ke sana tanpa mengetahui apa yang saya cari, tetapi saya keluar dengan begitu banyak pengetahuan. Saya mempelajari banyak hal tentang mereka --kecemasan mereka, cara mereka menghadapi masalah itu. Lebih dari itu, saya mengetahui bahwa mereka pun berdarah jika terluka, sama seperti yang terjadi pada saya. Mereka merasakan apa yang saya rasakan. Mereka terluka seperti saya terluka. Mereka tidak berbeda.
Saya tidak segera mendatangi masyarakat Muslim dan mengungkapkan status HIV saya. Saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepada suatu kelompok atau seseorang mengenai masalah AIDS hanya untuk melihat reaksi mereka. Dan banyak orang Muslim yang meyakini bahwa siapa pun yang terserang AIDS berarti telah melakukan suatu perbuatan dosa, dan Allah menghukum mereka.
Saya melihat begitu banyak kecemasan dan ketakutan serta penolakan dalam taraf yang tinggi. Saya menyarankan kepada seorang imam bahwa kami memerlukan kelompok-kelompok pendukung dari kalangan masyarakat Muslim untuk berkomunikasi dengan orang Muslim yang terjangkiti virus tersebut. Dan dia berkata kepada saya, "Saudaraku, engkau tidak memerlukan kelompok pendukung. Engkau telah memiliki kami."
Dan saya menjawab, "Ini tidak realistis. Misalnya saya bosan hidup sendiri. Tindakan apa yang akan Anda ambil untuk meyakinkan bahwa saya akan mendapatkan seorang suami? Saya tidak mau kumpul kebo. Saya tidak mau berzina. Jadi langkah apa yang Anda ambil untuk meyakinkan bahwa saya masih berada dalam batas-batas agama saya?"
Dia berkata, "Baiklah, kita akan melewati jembatan itu jika kita sampai di sana."
Ini reaksi yang khas. Dia marah pada saya karena saya terlalu banyak membicarakan masalah itu. Saya menjadi kurang ajar sekali.
Dialah imam pertama yang saya ajak bicara.
Saya mulai melontarkan beberapa pertanyaan: Mengapa masyarakat Muslim tidak menangani masalah ini? Mengapa setiap orang begitu tegang dan cemas terhadap persoalan ini? Apa yang tengah terjadi di sini?
Saya berjumpa seorang rekan sesama Muslim di Manhattan yang berkata kepada saya, "Mereka harus menempatkan semua orang Muslim yang terserang virus AIDS dalam perkampungan penderita kusta. Mereka harus mengunci para penderita tersebut dan membuang kuncinya jauh-jauh."
Lalu saya berkata padanya, "Tetapi, saya tidak ingin tinggal di perkampungan penderita kusta."
Dia memandang saya dan berkata, "Saya tidak membicarakan tentang Anda, saya membicarakan orang-orang yang mengidap virus tersebut."
Saya berkata, "saya salah satu di antara orang yang 'mengidap virus itu'." Dia kaget sekali.
***
Saya memohon kepada Allah untuk tidak membiarkan saya merasa takut, dan itulah yang saya dapatkan. Anda akan mendapatkan apa yang Anda perjuangkan. Allah berfirman bahwa seseorang hanya akan memperoleh apa yang dia perjuangkan. Saya tidak mencari materi dan harta benda. Saya memohon petunjuk Allah. Saya memohon kepada-Nya untuk melindungi saya. Saya memohon kepada-Nya untuk menunjukkan pada saya bagaimana cara melewati air yang keruh ini. Dari Dia menunjukkan caranya. Dan saya juga memperoleh karunia-Nya yang lain sebagai tambahan.
Malik meninggal dunia tiga tahun yang lalu karena AIDS. Dia kembali menggunakan obat-obatan, dan dia melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lihat selama dua puluh empat tahun mengenalnya: Dia menjadi seorang pemadat ulung. Akhirnya dia berhasil. Ketika telah kehabisan uang, Malik menyapu bersih dua deposito di bank, sebuah rekening koran; semua polis asuransi kami pun lenyap. Semuanya hilang ketika Malik meninggal. Bahkan saya harus meminta jasa kemasyarakatan untuk menguburkannya.
Pada hari dia meninggal saya berada di rumah. Saya bangun dan merasa aneh, saya tahu Malik telah meninggal. Saya tahu. Mereka menelepon saya dari rumah sakit. Saya tidak terkejut. Saya gembira Malik meninggal. Saya bahagia penderitaannya telah berakhir, sebab dia telah mengalami neraka yang sebenarnya, dan saya selalu berkata kepadanya, bangkitlah dari kedunguanmu, berilah perlawanan! Jangan biarkan hal ini menguasaimu! Bukan begini cara untuk mati. Engkau tidak perlu merasa sengsara. Kesengsaraan, bagiku merupakan pilihan.
Saya tidak berhasil membuatnya sadar. Dia begitu sedih dan marah sehingga dia dibutakan oleh keadaan. Saya sampai pada keputusan bahwa saya tidak dapat membicarakan hal itu lebih jauh dengan Malik. Dia lama sekali tidak mendengarkan apa yang saya katakan. Dia mencabik-cabik tubuhnya sendiri dengan obat-obat tersebut. Saya yakin dia mati karena perasaan pedih dan marah. Perasaan itu memangsanya hidup-hidup.
Dia terserang AIDS yang telah menyebar ke seluruh tubuhnya sekitar dua tahun sebelum meninggal. Saya telah mengetahuinya --sebelum dia diperiksa. Kami pergi melakukan shalat hari raya, di Prospect Park. Saya sedang berdiri dalam jarak yang agak jauh dari Malik, berbincang-bincang dengan seorang teman wanita. Lalu saya mendongak dan menatap Malik. Saya berkata pada diri sendiri, Ya Tuhan, dia telah terjangkit AIDS yang parah yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Saat itu dia tidak tampak kurus. Saya tidak pernah memberitahunya apa yang saya lihat. Ketakutan mencekam saya lebih dari segalanya, sebab sebagai Muslim kami diajarkan untuk tidak takut terhadap apa pun kecuali Allah. Saya meyakini hal ini.
Malik takut dikucilkan. Dia takut direndahkan. Dia takut orang lain tahu bahwa dia kacau balau, bahwa dia telah membuat kesalahan.
Kadang-kadang seorang Muslim ingin orang lain mempercayai bahwa dia tidak pernah melakukan kesalahan, atau dia tidak dapat berbuat kesalahan. Tetapi kita manusia. Kita selalu berbuat kesalahan dari waktu ke waktu. Allah menyatakan hal itu dalam Al-Quran. Begitulah cara Dia menciptakan kita.
Begitulah cara orang-orang Muslim menangani hal itu. Mereka lebih takut terhadap apa yang dipikirkan orang lain daripada kenyataan bahwa mereka mengidap virus itu. Saya tidak dapat mengerti hal itu. Sebab saya masih tetap berpendapat kami orang Islam. Jika Anda mengucapkan, La ilaha illa Allah, Anda telah mengikrarkan janji pada Allah. Anda harus percaya pada Allah bahwa Dia akan memimpin Anda, membimbing Anda, bersama Anda di mana pun Anda berada. Saya menjadi lebih memahami hal itu sejak saya mengidap virus tersebut.
***
Pada awalnya saya merasa takut menerbitkan laporan berkala ini. Penerbitan itu telah berumur dua tahun. Saya menginginkan nama para imam agar saya dapat mengirimkan laporan berkala itu kepada mereka. Saya membeli buku petunjuk Muslim yang memuat alamat segala macam bisnis dan organisasi. Dalam waktu satu tahun jurnal itu telah mencapai oplah lebih dari 900 eksemplar.
Tujuan penerbitan jurnal itu sebenarnya adalah untuk memberikan informasi yang sebagian besar orang tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya. Sebagian besar orang tidak mau pergi ke organisasi AIDS untuk mencari keterangan tentang hal tersebut. Terutama orang-orang Muslim.
Saya memberikan informasi secara gamblang. Saya memasukkan dalam tulisan saya surat-surat dari Al-Quran sehingga orang dapat membaca sesuatu yang benar-benar meresap ke dalam hati. Ayat-ayat itu menjadi peringatan-peringatan kecil.
Saya mendapatkan beberapa tanggapan bernada marah lewat surat dan telepon: Mengapa seorang Muslimah membeberkan segala macam tentang AIDS?
Membeberkan "masalah" apa? Saya memberi Anda informasi. Anda mungkin berpikir Anda tidak membutuhkannya? Berapa banyak rekan wanita yang berada dalam situasi seperti yang saya alami? Hidup didampingi pria yang kecanduan narkotika? Banyak orang berganti-ganti suami dan istri seperti berganti kaus kaki. Laki-laki boleh memiliki lebih dari satu istri.
Seorang rekan pria Muslim dari Sri Lanka yang tinggal di Manhattan menulis kepada saya sepucuk surat yang manis, menerangkan bagaimana dia dulu terbiasa melakukan tindakan-tindakan tercela ketika baru datang ke Amerika Serikat, dan bagaimana sekarang dia kembali mengenakan thobe dan kufi-nya, dan dia akan mencari seorang Muslimah yang baik untuk diperistri dan hidup bahagia bersamanya selamanya. Dia memberitahu saya jika saya telah menemukan diri saya kembali (bertobat) dan tidak lagi melakukan apa pun yang pernah saya lakukan, maka Allah tidak akan menghukum saya dengan penyakit AIDS.
Saya menjadi marah. Betapa beraninya Anda berpendapat bahwa saya telah berbuat salah, dan hal itu menunjukkan pada saya tingkat kebodohan Anda!
Lalu saya menulis kepadanya dan mengatakan, "Saya bahagia Anda kembali pada thobe dan kufi Anda. Tapi Andalah yang telah mengacaukan semua rencana dengan satu hentakan, bukan saya. Saya hidup bersama satu pria dalam separuh umur saya. Saya mendapatkan lima anak dari satu laki-laki yang sama. Saya tidak pernah menggunakan narkotika. Tidak pernah! Saya memanggang roti dan membuat biskuit ketika Anda berkeliaran di luar melakukan segala perbuatan keji Anda.
"Dan sekarang ketika Anda telah memakai thobe dan kufi Anda kembali, jika seorang Muslimah melihat Anda, dia tidak akan menanyakan tentang masa lalu Anda. Dia akan memandang Anda dan berkata, 'Alhamdulillah!' Katakan pada saya apakah hal itu benar atau salah. Anda terlalu sombong sehingga Anda bahkan tidak mau bertanya lebih dahulu. Bagi saya, Anda berbahaya! Saya takut pada Anda. Sebab semua orang yang tidak terjangkiti virus itu akan memandang pada Anda dan pada orang-orang seperti Anda dan akan dininabobokan oleh rasa aman palsu yang Anda proyeksikan.
"Jangan khawatir. Saya tidak mengenal Anda. Dan Anda juga tidak akan membiarkan saya mengetahui siapa Anda. Anda tahu bahwa apa yang saya katakan adalah benar."
Saya tahu cara menghadapi orang-orang dengan pola pikir seperti itu.
Saya mengenal sedikitnya 150 orang Muslim yang mengidap AIDS, laki-laki dan perempuan. Yang paling banyak laki-laki. Tak mudah mengajak mereka untuk bergabung. Tapi saya coba mempengaruhi mereka.
Saya berkorespondensi dengan rekan-rekan pria di mana-mana. Mereka ketakutan. Mereka bahkan tidak ingin bertemu satu lama lain, sebab mereka tidak ingin yang lain tahu bahwa mereka mengidap virus itu --walaupun orang lain itu juga terkena virus tersebut.
Saya mempunyai daftar --yang saya sebut daftar sahabat pena yang terdiri dari orang-orang Muslim yang HIV-positif. Saya mengedarkan daftar itu kepada orang Muslim yang terjangkiti virus tersebut, supaya mereka tidak merasa bahwa mereka tidak mempunyai pilihan lagi. Setiap orang yang tertera dalam daftar itu telah setuju untuk ikut dimasukkan ke dalam daftar tersebut. Jika Anda tidak mau mencantumkan nama Anda dalam daftar, maka Anda pun tidak akan mendapatkan copy daftar tersebut. Saya hanya menuliskan nama, jabatan, dan nomor seri. Untuk membuat mereka terus berkomunikasi.
Saya diperkenalkan dengan seorang imam yang istrinya juga mengidap AIDS. Orang yang mengenalkan saya dengannya juga mengidap AIDS, tetapi imam tersebut tidak mengetahuinya. Saya ingin imam itu memberitahu istrinya bahwa banyak orang yang seperti dia, yang berbicara dengan bahasa yang sama dengan bahasanya. Yang semuanya juga orang Islam. Saya tidak tertarik bagaimana atau mengapa dia sampai mendapatkan penyakit itu. Saya hanya prihatin pada kenyataan bahwa keadaan itu adalah cara yang mengerikan untuk mati. Bukan karena AIDS tetapi karena rasa kesepian, amarah, dan kepahitan.
Allah berfirman, jangan berputus asa, jangan berkecil hati. Itu artinya Anda tidak boleh mendahului menyimpulkan sesuatu yang Anda tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikannya. Anda tidak dapat berbuat apa pun mengenainya. Jadi jangan sesali keadaan itu dan carilah hikmahnya.
Imam itu heran bagaimana saya tahu. Dia berkata, "saya ingin tahu siapa yang telah memberitahu Anda."
Saya berkata, "Saya tidak ingin membicarakan hal itu."
Dia tidak peduli, "Anda tidak akan dapat membicarakan masalah ini dengan saya sebelum Anda memberitahukan siapa yang menceritakan pada Anda."
Kemudian saya berkata, "Mengapa Anda mempersoalkan masalah ini? Istri Anda terkena AIDS! Saya juga terkena virus itu. Biarkan saya menjadi temannya, sebab jika Anda tidak terjangkiti virus ini, imam, tidak mungkin Anda dapat memahami apa yang dia alami. Saya tidak peduli apa yang telah Anda baca dari buku."
Saya tidak pernah berhasil membujuknya.
Ketika saya sadari bahwa yang jadi persoalan baginya adalah siapa orang yang memberitahu saya, saya sadar bahwa penyakit AIDS tidak menjadi persoalan. Maka saya mohon diri dan pamit.
Tetapi saya ingin mereka mengerti. Betul, saya mengidap virus itu, tetapi Anda tidak dapat mengusir saya keluar dari masyarakat ini. Lalu saya jalan-jalan berkeliling dan meyakinkan diri bahwa mereka melihat saya. Yah, saya masih di sini. Allah belum memanggil saya kembali kepada-Nya.
Saya pergi ke masjid Al-Farooq di Atlantic Avenue [di Brooklyn]. Beberapa sukarelawan dari organisasi-organisasi AIDS di seluruh Brooklyn, Manhattan, dan Queens diundang. Kami menggantungkan poster-poster di mana-mana.
Kami mengadakan pertemuan di sana. Tak ada seorang Muslim pun yang hadir. Ada sekitar dua puluh lima orang non-Muslim yang datang, saya pikir ini luar biasa. Mereka harus duduk di lantai. Itu hal yang sulit bagi mereka.
Sang imam akhirnya masuk. Dan seorang rekan wanita yang merencanakan program itu berkata, "Imam, apakah Anda mau mengucapkan sepatah kata?"
Dia berkata, "Ya. Orang Islam mempunyai obat ampuh untuk AIDS: jangan bergonta-ganti pasangan, maka AIDS pun tidak akan datang!"
Kami tidak percaya dia akan berkata begitu.
Saya berkata kepadanya, "Imam, bolehkah saya menyampaikan sepatah kata?"
Dia menjawab, "Ya."
"Sayalah yang mengirimkan pada Anda laporan berkala itu. Lupakan masalah gonta-ganti pasangan. Saya tidak mempunyai pacar. Saya tidak pernah melakukannya. Saya mempunyai seorang suami. Tapi saya terjangkiti virus itu. Mengapa saya diperlakukan seolah-olah saya harus bungkam mengenai semua masalah ini?"
Dia begitu terperanjat bahwa ada seseorang yang terjangkiti virus duduk di dekatnya. Dia hanya bisa memandang saya. Dia tidak pernah menjawab pertanyaan itu. Dia berdiri dan berkata, "Assalaamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuh." Dan dia pergi. Dia meninggalkan kami duduk terperangah di sana. Saya memandang orang-orang non-Muslim yang duduk di sana. Saya berkata pada diri sendiri: Tak mungkin saya dapat menyeru mereka untuk memeluk agama Islam. Tak mungkin mereka mau mendengar apa yang akan saya sampaikan.
Sekarang, mungkin saya telah salah menafsirkan semuanya. Tetapi jika mereka memerlukan bantuan, maka Anda harus memberikannya. Itulah ajaran Islam yang saya tahu. Itulah yang diajarkan Allah kepada kami. Dia mengajarkan pada kami bagaimana menjadi manusia yang bijak.
***
Saya tidak mencari keuntungan apa pun dari laporan berkala itu. Siapa yang mau terkenal sebagai penderita AIDS? Tetapi saya harus melakukan itu dengan tujuan mengajak orang-orang Muslim yang lain untuk muncul. Saya sedih kalau mengingat mereka.
Pilihan apa lagi yang saya miliki? Saya telah menyaksikan apa yang terjadi pada Malik ketika dia tidak dapat menghadapinya. Saya sering menyaksikan hal itu terjadi pada orang lain. Saya melihat mereka mati karena berbagai sebab yang saya pikir tidak ada hubungannya dengan AIDS.
Saya tahu banyak orang Muslim lain yang terkena AIDS di luar sana. Saya tahu apabila saya tidak datang untuk memberikan pertolongan, mereka tidak akan mendapatkannya. Mereka berhubungan dengan saya dan mereka meneruskan korespondensi mereka. Orang memiliki sejuta cara untuk menangis, menjerit. Saya telah melanggar beberapa ketentuan stunnah. Misalnya, masalah hubungan antara pria dan wanita. Saya pergi mendatangi tempat tinggal rekan pria Muslim dan berkata, "Nah, istri pengganti Anda telah datang." Dan saya pergi belanja untuk mereka, dan saya bersahabat dengan mereka. Saya belanja dan masak untuk mereka.
Semua itu merupakan suatu petualangan. Saya telah berjumpa dengan orang-orang yang paling baik dan menyenangkan di planet ini. Dulu saya selalu berpikir bahwa semua orang adalah iblis yang menyamar menjadi manusia dan saya adalah sebuah pasak persegi yang tidak sesuai dengan lubang bulat, yang juga tidak berusaha untuk cocok dengan lubang bulat itu.
Saya duduk dengan sekelompok orang. Saya tidak menilai mereka: Oh, dia orang baik... orang ini lesbian, dan sebagainya. AIDS telah memisahkan manusia menjadi dua kelompok: Orang-orang yang tidak terkena AIDS dan orang-orang yang terkena AIDS.
Saya berpegang pada kehendak Allah, dan tidak akan melepaskannya. Saya tidak tahu kemana Dia akan membawa saya, tetapi saya tahu itu benar, kemana pun saya pergi. Dan Anda dapat merasakannya di sini [menepuk dadanya dengan kepalan tangan]. Anda tahu itu benar.
Saya tidak pernah berangan-angan menjadi penasihat AIDS, tetapi jika itu yang harus saya lakukan, saya akan melakukannya.
Segala sesuatu telah direncanakan dan dirancang untuk mengajar Anda. Itulah yang membentuk karakter Anda. Itulah yang mendefinisikan Anda. Keadaan selalu membuat Anda harus melakukan definisi ulang. Itulah yang membentuk Anda. Itulah gunanya kesengsaraan --untuk menguatkan karakter kita. Tanpa itu Anda tidak akan menjadi pribadi yang tegar.
***
Sebelum saya memulai jurnal itu, saya berhadapan dengan satu persoalan: bagaimana cara berjumpa dengan orang lain? Saya benar-benar tidak menyukai pilihan yang dihadapkan pada saya apalagi bertemu dengan orang lain yang juga terkena virus itu.
Saya membaca The Village Voice dan menilik rubrik pencari jodoh. Saya belum pernah melihat kolom itu selama hidup saya. Saya menandai beberapa iklan khusus untuk kaum pria. Mereka semuanya gay, mereka terkena virus itu, dan mereka mencari orang lain yang juga mengidap virus yang sama. Saya berkata, oh, ini ide yang bagus! Lalu saya mengirimkan sebuah iklan. Saya menulis sebagai berikut:
WANITA MUSLIM, HIV-POSITIF, UMUR 40-AN, SETEGAR KARANG, JUJUR. TIDAK UNTUK MAIN-MAIN, MENCARI SEORANG PRIA MUSLIM YANG SAMA. DI MANAKAH ANDA? MARI KITA PERGI.
Saya mendapatkan banyak jawaban. Saya juga mendapat balasan dari orang non-Muslim. Saya mengenal mereka semua sampai sekarang. Dan saya sangat akrab dengan mereka, tetapi saya tidak ingin menghabiskan sisa hidup saya bersama salah satu dari mereka.
Saya mendapat teguran dari seorang rekan Muslim pria yang mengetahui bahwa saya begitu peduli tentang AIDS, tetapi tidak tahu saya terkena virus itu. Dia sangat marah. Iklan itu ditunjukkan kepadanya oleh salah seorang Muslim lain yang membacanya. Mereka berkumpul di Al-Farooq untuk suatu rapat kecil membahas iklan itu. Mereka tidak tahu yang menulis iklan tersebut adalah saya.
Dia berkata, "Lihat? Seorang rekan wanita Mushmah mengirimkan iklan dalam koran Sodom dan Gomorah. Dia terjangkit AIDS dan dia mengiklankan mencari seorang suami!"
Saya berkata, "Hei, mengapa kalian membaca kolom pribadi jika kalian pikir itu sebuah kolom yang menjijikkan?"
"Tidak, tidak, tidak. Pesolek ini membawanya kepada kami dan berkata, 'Saya tidak tahu ada orang Muslim yang juga terjangkiti virus ini'."
Lalu saya jawab, "Nah, adakah di antara kalian yang HIV-positif?" itu.
"Tidak, tidak, tak seorang pun di antara kami terjangkiti virus"
Saya berkata, "Kalau ada, suruh dia menghubungi nomor kontak di koran itu."
Dia heran, "Apa maksudmu?"
"Itu iklan saya."
Sejak saat itu saya tidak pernah mendengar apa pun dari dia. Tidak pernah. Saya membuat diri saya menjadi seorang musuh.
Cara kaum Muslim memberi salam, antar sesama pria atau wanita, adalah dengan berpelukan. Sebelum saya terkena AIDS, itu merupakan kebiasaan yang saya lakukan secara otomatis. Setelah saya terjangkiti virus itu, saya menghentikan kebiasaan tersebut.
Saya menghentikannya karena dua alasan. Pertama: Saya tidak tahu sebenarnya setakut apakah orang-orang itu. Mengapa saya membuat diri saya merasa begitu pedih menyaksikan orang-orang itu menarik diri? Saya pernah mengalami peristiwa itu. Tapi saya tetap melakukannya dengan orang-orang yang paham bahwa mereka tidak akan tertulari lewat cara itu. Untuk orang yang tidak mengerti, saya tidak ingin menakuti mereka, dan saya tidak ingin melukai perasaan mereka.
Saya menyaksikan peristiwa itu terjadi pada seorang rekan pria Muslim. Dia meninggal dunia dua tahun yang lalu. Dia tertular AIDS melalui transfusi darah. Dia seorang penderita hemophily, masih muda. Dia tidak pernah keluar untuk melihat dunia.
Saya ingat suatu saat saya sedang berada di rumahnya ketika bibinya bersama dua anaknya datang menjenguknya. Dia duduk di tepi tempat tidur, dan dia berkata pada kedua gadis kecil itu, "Kemarilah beri saya sebuah pelukan." Mereka gemetar ketakutan, dan saat itu saya menyadari apa yang sedang terjadi.
Saya pikir dia akan membiarkannya, tetapi ternyata tidak. Dan dia berkata lagi, "Kemarilah, kemari dan peluklah saya."
Anak yang lebih besar, berusia sekitar delapan tahun, berkata, "Mama bilang saya tidak boleh memelukmu karena engkau terserang AIDS."
Saya benar-benar terguncang. Bukan untuk diri saya sendiri --saya telah mengerti hal-hal semacam itu-- tetapi untuk efek yang akan timbul pada diri orang itu. Ada beberapa orang di ruangan itu. Saya meminta mereka untuk meninggalkan kami.
Dia menangis, hatinya hancur berkeping-keping. Saya berkata, "Sekarang dengarkan. Engkau tahu mereka menyayangimu, tidak semua orang dapat menerima hal ini. Beberapa orang masih merasa takut dan engkau harus memahaminya. Mereka prihatin, ya, tetapi mereka masih takut menyentuhmu. Begitulah kenyataannya. Sekarang, engkau harus membasuh wajahmu, dan jangan menempatkan dirimu dalam posisi seperti itu lagi. Jangan pernah begitu."
Dia berusia dua puluh dua tahun ketika meninggal. Dia berada di rumah sakit. Saya datang menjenguknya. Saya membawa minyak. Saya berkata, "Nah, istri penggantimu telah tiba." Saya sudah pernah melihat pantatnya dan semuanya. Saya membantunya ke kamar mandi jika dia memerlukannya. Dan saya memijitnya dan bercanda dengannya. Lalu dua orang laki-laki Muslim masuk, mereka memandang saya dan berkata: "Astaghfirullah, saudaraku! Dia bukan suamimu, engkau tidak boleh menyentuhnya!"
Itu sebuah kebodohan. Mereka menanggapinya dengan begitu buruk, sehingga saya mengambil sebotol minyak dan berkata, "Baiklah, kalau begitu, Andalah yang harus menggosoknya."
Tak seorang pun yang berani menyentuhnya.
Saya bilang pada mereka, "Bisa saya bicara sebentar dengan kalian di ruang duduk?"
Saya katakan pada mereka, "Betapa beraninya Anda bicara tanpa memikirkannya. Allah mengetahui niat saya. Jika yang saya lakukan itu hanya membatalkan wudhu saya, maka saya akan berwudhu lagi. Jika Anda tidak bisa membantu, jika Anda tidak mau memasukkan kaki Anda ke air yang keruh, maka jangan halangi saya."
Penderitaan karena alkohol, tuna wisma, penyiksaan istri, penyiksaan anak-anak, homoseksual --semuanya sama saja. Semua itu persoalan yang harus diselesaikan. Jika Anda menyembunyikannya setiap kali Anda menjumpainya, itu berarti Anda tidak menyelesaikan apa pun.
Ketika Malik terlibat penggunaan narkotika dan saya mengharapkan dukungan dari masyarakat Muslim, saya mendatangi mereka dan berkata, "Tolong saya, Tunjukkan pada saya ada yang harus saya lakukan. Katakan pada saya bagaimana saya harus menghadapinya. Saya tidak ingin dia menjadi begini. Saya tidak akan minta cerai. Anda seorang laki-laki, dia pun seorang laki-laki, bicaralah sebagai seorang laki-laki padanya. Bicaralah padanya dengan bahasa yang engkau lebih tahu dari saya." Mungkin dia akan mendengar sesuatu yang engkau katakan, yang saya tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Malik tidak mau datang kepada seorang penasihat dengan saya, jadi saya berusaha mengajak penasihat itu ke rumah. Saya mengharapkan pertolongan, saya mengharapkan pertolongan yang Islami.
Saya diberitahu sesuatu yang menarik, seperti, "Siapa? Abdul Malik terlibat obat-obatan? Dia selalu bekerja setiap hari." Dengan kata lain, "Saya tidak melihatnya melakukan apapun."
AIDS merajalela di sana. Saya ingin kaum Muslim yang tidak terjangkiti virus itu mengusahakan supaya pelayanan AIDS dapat diperoleh, dan saya ingin melihat mereka melakukannya secara Islami, bukan berdasar pada ada yang mereka rasakan.
Rekan-rekan pria yang selalu berkomunikasi dengan saya, tidak pernah menghubungi saya lagi. Saya telah menghubungi mereka, berkomunikasi dengan mereka mungkin selama setahun, dan mereka tidak mau memberitahu saya siapa mereka. Mereka tahu bahwa saya terjangkiti virus itu juga.
Ada seorang rekan yang telah berkorespondensi dengan saya selama tiga tahun. Dia tinggal di California. Dia menikah dengan seseorang yang tidak terkena virus tersebut. Dia mendapatkan dirinya terkena virus itu, dan untungnya istrinya tidak tertular. Istrinya mengetahui hal itu, mereka telah menikah selama enam belas tahun. Dia tidak melakukan hubungan seks dengan suaminya. Hati saya trenyuh pada pria ini. Tak ada pelukan, tak ada ciuman, tak ada hubungan intim di antara mereka. Mereka hanya berhubungan tentang anak-anak. Dia memasakkan makan malam. Hanya itu. Menyedihkan sekali ketika akhirnya dia berkata betapa mudahnya dia melakukan perzinaan.
Sementara itu, dia mulai mengalami gangguan syaraf, karena tidak mempunyai seorang pun tempat mengadu. Dan itulah yang menyebabkan kematiannya. Dia tidak mati karena virus itu. Saya memahami ketakutan istrinya. Lepaskan dia. Atau biarkan dia menikahi wanita lain --seseorang yang akan mengurus kebutuhannya. Itu tidak bisa diabaikan. Kebutuhan itu tidak hilang begitu saja hanya karena Anda terjangkiti virus itu. Kini, komunikasi dan uluran tangan justru merupakan sesuatu yang sangat membantu. Keadaan tidak lagi sama.
Saya ingat suatu ketika saya sedang duduk di kereta api dan ada seorang wanita tua duduk di samping saya. Dia tertidur, dan bersandar pada saya. Saya pikir betapa indahnya hal itu. Saya mendapat kehangatan darinya. Saya begitu menikmati kehadirannya dengan perasaan yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.
Ini membuat saya mengerti apa yang dibicarakan pria itu.
Tetapi juga memahami apa yang dibicarakan istrinya.
Saya menikah lagi untuk waktu yang sangat singkat, empat bulan, dengan seorang pria yang telah saya kenal selama lima belas tahun. Dia tahu saya mengidap virus itu; selama empat tahun dia meminta saya untuk menikah dengannya, dan saya menolak karena dia tidak terkena virus itu.
Akhirnya saya mengatakan ya, tetapi saya merasa tidak nyaman selama perkawinan itu. Tentu saja kami menggunakan alat pelindung. Tetapi saya selalu khawatir kalau-kalau alat itu robek. Pikiran saya selalu penuh kecurigaan. Saya ingin mencium. Tapi saya tidak akan menciumnya. Karena saya selalu merasa khawatir. Saya tidak pernah mendapatkan perasaan apa-apa dari hubungan intim kami karena saya tidak bisa santai. Saya tidak ingin bertanggung jawab karena menyakiti seseorang dengan cara seperti itu. Maka saya memutuskan orang yang terkena virus harus bersama dengan orang yang juga terjangkiti virus itu. Saya tidak dapat menghadapi hal itu lagi. Seseorang yang mengidap virus itu lebih membutuhkan saya daripada yang tidak.
Perjuangan yang sebenarnya bukan mengenai virus AIDS. Tetapi mengenali fakta bahwa Allahlah yang berkuasa. Persoalannya begitu sederhana. Manusialah yang mempersulit semuanya. Manusia ingin mendapatkan apa yang diinginkannya ketika dia menghendakinya. Kenyataan tidaklah seperti itu.
Saya tahu kepada siapa saya harus pergi. Saya mengucapkan syahadat. Saya memasuki perjanjian dengan Allah. Saya merasa seperti menemukan sebelanga emas di ujung pelangi. Rasanya saya dapat merasakan segala sesuatu. AIDS membuat saya mengerti siapa Allah.
Bagaimana saya memandang AIDS saat ini? Saya memandangnya seolah-olah Allah memberi kita kesempatan hebat untuk menggalang aksi spiritual kami bersama-sama. Tetapi saya tidak dapat berdiri dengan tombak dan perisai saya dan muncul dari pusat Amazon sambil berkata, "Sekarang lihatlah! Kalian semua harus bangkit dan melakukan hal ini!" Saya harus mengatakannya dengan kalimat yang lebih halus, "Lindungi kami. Dukunglah kami ketika kami melintasi dinding-dinding bata ini. Banyak pekerjaan yang harus kami lakukan, walaupun tugas itu tidak menyenangkan. Kami harus melindungi kepentingan kami di sini."
Anak-anak saya sangat cantik. Semua anak saya mengetahui saya mengidap virus itu, kecuali yang paling kecil. Umurnya delapan tahun. Sekarang saya masih membiarkannya bermain dengan boneka Barbienya. Mengapa saya harus membuatnya takut?
Anak saya yang paling besar tampaknya begitu penasaran dengan dunia luar. Dia sedikit nakal. Saya melihat dia mulai aktif secara seksual, lalu saya berkata kepadanya, "Saya mendapat AIDS dan saya telah menikah. Kamu harus sangat hati-hati, kamu juga tidak terlepas dari kemungkinan itu, mengerti?"
Saya memeriksakan mereka. Mereka mengira kami pergi untuk kunjungan rutin kepada dokter anak-anak. Segalanya berjalan dengan baik. Tak satu pun dari anak-anak itu HIV-positif. Saya sangat bersyukur bahwa anak-anak saya tidak terjangkiti virus itu, saya tidak berhenti memekikkan Allahu Akbar!


Dari Al-Azhar ke Oak Park
Hoda Boyer


Hiduplah di dunia ini seakan-akan engkau adalah orang asing atau musafir dalam perjalanan panjang. Hadis Nabi Muhammad (Al-Bukhari)


Ia seorang warga Amerika kulit putih, pejuang hak-hak wanita (feminis). Ia tinggalkan negerinya untuk hidup di dunia Arab, tenggelam dalam budaya dan agama bagaikan batu karang di lautan. Dipilihnya seorang lelaki sebagai pembimbing spiritualnya. Wanita-wanita Timur Tengah juga banyak mewarnai pemahamannya tentang masalah-masalah kewanitaan. Dipeluknya seorang syekh pertama yang ditemuinya, ia hidup di perkampungan miskin, makan jeruk bersama-sama penjaga toko dan penjaga masjid, dan bertemu dengan keluarga Muslim di Spanyol. Kini ia menjadi seorang penganut Sufi Naqsyabandiyah dan juga penyair. Memilih untuk menjanda karena rerai, dia tinggal bersama dua orang anaknya yang Muslim di Oak Park, Illinois.
Sebenarnya, saya mempelajari Islam dengan maksud untuk menambah wawasan tentang sejarah seni. Tapi kemudian saya benar-benar jatuh cinta pada agama ini dengan segala romantikanya. Ketika itu, saya sangat tertarik pada sufisme, tetapi saya belum ingin menjadi seorang Muslim yang harus melakukan segala kerepotan berwudhu, shalat dan menutup aurat.
Saya berkenalan dengan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar, Kairo. Sesudah saya mengutarakan maksud, ia katakan bahwa saya tak mungkin jadi sufi tanpa menjadi seorang Muslim. Kemudian saya bertemu dengan Mufti Besar Al-Azhar. Sekretarisnya bersedia memberikan les privat tentang Islam. Empat pekan kemudian, secara resmi saya memeluk Islam.
Saya mengucap syahadat di depan Mufti Besar. Hal yang pertama kali saya lakukan sesudah mengucap syahadat, tentu saja, memeluknya. Tapi ia berkata, 'berhubung kau sekarang seorang Muslimah, kau tak dapat lagi memelukku:' "Oh, baik. Saya mengerti," kata saya tersipu.
Ketika itu tahun 1978, sulit rasanya untuk menemukan seorang wanita asing yang tertarik pada Islam dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama ini. Saya masih giat mencari seorang guru sufi. Saya pergi ke Damaskus, dan menemukan guru yang saya cari. Ketika bertemu dengannya saya merupakan pengikut berkebangsaan asing pertama di Damaskus. Kini dia mempunyai sekitar 10.000 pengikut. Mereka berkebangsaan Eropa seperti Inggris, Jerman, Swiss, dan Italia. Dia juga mempunyai banyak pengikut di Malaysia dan Srilanka. Pengikutnya mula-mula hanya terdiri dari orang Turki dan Arab.
Saya juga mengunjungi makam Ibn Arabi.1 Tempat tinggal sang guru lebih di atas dari makam itu. Syeikh Nazim Al-Haqqani hidupnya amat sederhana. Saya dibawa ke rumahnya dan diterima di ruang tamu. Dia keluar, duduk, dan minum segelas air putih. Dia tersenyum dan dengan perlahan berucap, "La illaha illa Allah." Lantas dia mulai ngobrol dengan saya, dalam bahasa Inggris.
Selama beberapa pekan, saya tinggal bersama keluarganya. Suatu hari dia pergi ke Lebanon, sementara saya sendiri ke Inggris. Selama beberapa pekan tinggal bersama mereka, dia tak pernah memaksa saya untuk melakukan apa pun. Dia mengajar dengan memberi contoh. Saya banyak mengerjakan shalat sunah karena dia juga mengerjakannya, dan agaknya ini membuat dia dan keluarganya senang. Istrinya juga seorang guru yang membimbing sekitar dua ratus wanita di Damaskus. Saya sungguh kagum dengan pengetahuan istrinya. Dia hapal Al-Quran, menguasai bahasa Turki, Arab, dan Rusia. Dia juga memahami hadis dengan baik.
Kalau menengok ke belakang saya benar-benar tak habis pikir. Bayangkan, seorang wanita asing yang nekat, yang tak tahu apa pun tentang budaya Muslim, begitu ngotot untuk menggeluti hal-hal di dalamnya. Tetapi, teryata mereka menerimanya dengan penuh kebaikan dan ketulusan. Mereka juga penuh simpati. Tak ada yang berlaku kasar, dan semua perintah dan ajaran disampaikan dengan cara lemah lembut dan bijaksana.
Saya katakan pada diri sendiri, saya bukan seorang pejuang kebebasan wanita lagi karena saya memang menginginkan pengalaman mistis semacam ini. Saya harus lakukan semua ini dan mungkin harus mengalami tekanan dan penderitaan. Di Mesir, pria dan wanita masih bercampur, tetapi di negara-negara seperti Syria, wanita benar-benar dikesampingkan. Menyaksikan hal ini saya agak sakit hati. Mereka pikir tak ada hal-hal berarti yang dapat dilakukan oleh kaum wanita. Hanya kaum prialah yang dapat melakukan semuanya. Dalam hal imi saya benar-benar merasa direndahkan! Ini tak pernah terbayangkan oleh saya dan takkan pernah terbayangkan kalau saja saya tidak mengunjungi sebuah masyarakat Islam.
Begitu saya paham bahasa Arab sedikit-sedikit, saya baru bisa merasakan nikmatnya berada di tengah-tengah kelompok wanita. Dalam masyarakat Islam, tak ada persaingan untuk berebut laki-laki. Buat saya ini merupakan sesuatu yang baru. Yang saya maksud, mereka benar-benar seperti saudara satu sama lain. Jika pun ada persaingan, tak lain adalah berlomba-lomba dalam ketakwaan dan keimanan. Saya mengalami perasaan yang benar-benar indah. Saya juga merasa bahwa Islam telah berbuat sesuatu untuk saya: meyakinkan bahwa kaum wanita mempunyai peran yang amat penting, dan bersama-sama mereka merupakan saat-saat yang penting pula.
Sekembalinya saya ke Mesir saya kehabisan uang, dan akhirnya saya mengajar bahasa Inggris. Sejak itu saya tak pernah punya masalah keuangan lagi.
Saya tinggal di lingkungan masyarakat miskin. Mereka tak punya gula, garam, kopi, teh, apalagi obat-obatan. Mereka hidup dalam kemiskinan materi. Hanya punya selembar pakaian, tetapi mereka punya naluri dan perasaan yang indah tentang bagaimana hidup yang seharusnya. Mereka memiliki keanggunan dan keluwesan yang mungkin, Anda pikir, hanya ditemui dalam dongeng-dongeng negeri Baghdad. Kepedulian tentang nasib sesamanya benar-benar menakjubkan. Itulah hal-hal yang saya pikir tak pernah ada di mana pun.
Tahun 1980 saya menunaikan ibadah haji bersama sejumlah warga Mesir. Sejak itu saya rasa, dengan alasan apa pun, saya tak akan pernah bisa meninggalkan Islam. Ketika itu saya satu-satunya orang Amerika, karena itu para pemeriksa paspor mengira kebetulan saja ada satu paspor Amerika yang terselip di situ.
Saya hidup dan makan sebagaimana mereka makan. Sama sekali tak ada kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan mereka, karena saya terbiasa dengan kehidupan dan makanan yang serba sederhana, dan saya juga terbiasa dengan cuaca panas. Banyak orang mengira saya keturunan Syria atau Turki. Di wilayah itu memang ada sekelompok suku yang para wanitanya bermata bening. Mata saya mirip sekali dengan mata mereka, karena itu saya dikira berasal dari wilayah itu. Ketika mereka tahu bahwa saya orang Amerika, persahabatan kami bertambah akrab.
Di Ka'bah, ada perasaan damai dan kebersamaan yang luar biasa-tak ada duanya. Di depan makam Rasul, saya merasakan emosi, kebahagiaan, kegembiraan, dan cinta. Berjam-jam lamanya bersimbah air mata, merasakan kebahagiaan dan cinta yang mendalam. Saya masih ingat semua itu, hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ada kira-kira dua setengah juta orang di sana, dan semuanya mengalami perasaan yang sama. Perasaan cinta dan damai muncul pada setiap orang, tak peduli apakah Anda seorang Amerika, Saudi, Persia, kulit hitam, ataupun kulit putih. Jelasnya itu semua merupakan rahmat bagi setiap orang yang ingin bersama-sama menunaikan ibadah haji.
Di Mesir, saya seperti hidup dalam negeri dongeng. Saya selalu shalat di masjid yang begitu indah, dan tinggal di wilayah tua Kairo. Rasanya seperti ada dalam Kisah Seribu Satu Malam. Berdiri di persimpangan jalan dan melihat sekehling, ternyata selama tiga belas abad lamanya tak ada sesuatu pun yang berubah di sini. Suasananya masih sama ketika para pengrajin, seperti penenun, pandai besi, dan tukang sepatu, menggunakan alat dan metode yang sama dengan yang digunakan tujuh ratus tahun lalu.
Suatu kali saya pergi ke the American University Kairo, dan menemukan sebuah buku. Di dalamnya terdapat peta Kairo dimasa Dinasti Fathimiyyah --sebuah dinasti Syi'ah yang memerintah sekitar tahun 909 sampai 1171. Peta itu menggambarkan pembagian wilayah dan jalan-jalan utama di Kairo di masa itu. Ternyata jalan-jalan itu hingga kini masih menggunakan nama yang sama. Saya berjalan keliling kota. Di salah satu sudut peta tertera tulisan 'pembuat arang' dan lokasi itu ternyata masih ditempati pembuat arang. Di bagian lagi terdapat petunjuk adanya pengrajin tembaga, setelah saya periksa ternyata di lokasi itu masih ada pengrajin tembaga. Tukang tenda juga masih ada di lokasi semula. Di situ orang-orang sedang membuat kain tenda, menjahit, dan memasukkannya ke dalam kantung-kantung. Tampaknya ada upaya yang sungguh-sungguh untuk melestarikan lokasi-lokasi bersejarah. Dan harap Anda tahu, busana masyarakat Timur Tengah tak pernah berubah, mungkin sejak zaman Nabi Ibrahim. Suasananya mirip sekali dengan museum hidup, bagaikan menggeser kehidupan ke masa lalu. Begitu romantis --seperti yang diimpikan oleh para ahli sejarah seni. Mengamati semua itu saya seperti mabuk kepayang, dan dengan mudah melupakan hal-hal yang lain.
Peta itu ada di dalam buku yang berjudul Fatimid Cairo. Ada sejumlah foto lama yang menggambarkan bangunan-bangunan yang hingga kini masih berdiri. Di buku itu juga ada peta yang dibuat ketika gedung-gedung itu baru dibangun. Peta itu menunjukkan bangunan mana yang masih ada dan juga gedung yang telah dibongkar. Ada sebuah masjid dengan ornamen kayu yang indah, yang dibangun pada 1200-an. Karena keringnya udara, bangunan masjid itu jadi tahan lama.
Biasanya saya selalu shalat di masjid. Di Mesir kaum wanita mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Wanita dari kalangan kelas menengah biasanya datang ke masjid-masjid untuk mengerjakan shalat. Ada juga kaum wanita yang berjualan buah-buahan di warung-warung sekitar masjid. Di bulan Ramadhan, orang-orang tumpah ruah di jalanan. Dan kaum wanita boleh masuk ke mana saja.
(Tidak demikian halnya dengan Sudan. Di negeri itu, pada 1981, saya tak diizinkan masuk ke masjid. Begitu pula di Kashmir, saya ditempatkan di ruang khusus wanita yang tampaknya sudah lima belas tahun tak pernah dipakai. Debu berserakan di mana-mana. Memang, kaum wanita di negeri itu tak terbiasa datang ke masjid. Karenanya meskipun ada ruangan yang sengaja dibuat ketika masjid itu dibangun, tetap saja tak pernah digunakan. Karena ruangan untuk wanita itu tertutup dan agak jauh, Anda tak akan dapat mendengarkan Imam. Oleh sebab itu Anda tak seperti sedang shalat berjamaah. Kalau saja saya tak pernah tinggal lama di Mesir, mungkin saya tak akan begitu kecewa dengan pengalaman itu).
Ada banyak masjid besar sebagaimana tertera dalam buku-buku seni. Tetapi lebih banyak lagi masjid-masjid kecil yang tersebar di wilayah-wilayah kumuh. Masjid semacam ini hampir tak pernah menarik perhatian para turis.
Bagi seorang Muslim, keindahan sebuah masjid tak semata-mata terletak pada bentuk arsitekturnya, tetapi juga pada perasaan berada di dalamnya. Ada perasaan tenang jika Anda masuk ke sebuah masjid. Ada rahmat yang selalu mengalir, karena masjid-masjid itu telah digunakan untuk shalat selama ribuan tahun lamanya. Masjid-masjid yang telah berubah menjadi museum tak akan menimbulkan perasaan semacam itu.
Amat jarang rasanya saya menemukan masjid yang tak saya sukai. Salah satu kesukaan saya adalah mengunjungi masjid-masjid yang tak banyak diperhatikan orang, bak perhiasan yang tersembunyi. Misalnya Masjid Mamluk yang dibangun pada 1350 dan hingga kini masih utuh. Masuklah dan coba shalat di dalamnya.
Pada saat pembangunannya, masjid-masjid itu banyak didukung pendanaannya. Di sekitar masjid dibangun toko-toko. Dan penghasilan dari toko-toko itu digunakan untuk menyokong keuangan masjid. Sebuah sistem yang amat bagus yang hingga kini masih berjalan.
Di bagian selatan Perancis, banyak gereja yang dihiasi dengan huruf-huruf besar gaya Romawi, yang tampak begitu jelas, dan dibingkai dengan hiasan kecil-kecil dan indah. Saya menemukan beberapa gereja yang juga dihiasi dengan tulisan Arab yang berbunyi: Bismillah-ar-Rahman-ar-Rahim. Saya terheran-heran dibuatnya.
Perjalanan Muslim ke Barat terhenti di Perancis. Tetapi sebelum itu Perancis bagian selatan sebenarnya wilayah yang sangat Islami. Saya tak tahu persis, apakah mereka telah dipaksa pindah ke agama Kristen atau apakah para seniman di sana hanya mengikuti tradisi yang tak dimengerti maknanya. Kalau Anda tidak mengerti bahasa Arab, ornamen dalam gereja itu tampaknya seperti hiasan arabes biasa. Tetapi kalau Anda memahaminya, Anda pasti akan terkejut dengan makna hiasan yang ada dalam gereja-gereja itu.
Dan tentu saja, di Spanyol sejarah Islam telah berakhir karena masyarakat Muslim di sana telah dipaksa untuk masuk Kristen dan ini terus berlanjut selama beberapa waktu.
Ketika mengunjungi Cordoba,2 saya masuk ke Masjid Raya, yang di tengah-tengahnya dibangun sebuah gereja. Masjid itu benar-benar indah. Saya memasuki masjid besar itu di suatu siang. Tak banyak orang di dalamnya. Karena waktu shalat telah tiba, maka saya tunaikan kewajiban shalat saya. Selesai shalat, di belakang saya berdiri seorang laki-laki Spanyol. Ketika itu saya pikir saya telah melakukan kesalahan. Tak tahunya pria itu mendekat dan berucap "Assalamu'alaikum.". "Wa'alaikum salaam;" jawab saya. Dia mengundang saya mampir ke rumahnya. Belakangan saya tahu bahwa dia salah satu penjaga masjid itu, yang dipekerjakan oleh Kantor Pariwisata setempat. Ia dan keluarganya adalah kripto-Muslim. Mereka telah menjadi Muslim sejak sebelum 1492.3
Dia perlihatkan foto-foto keluarganya, kakek neneknya berbusana Muslim, mengenakan jubah dan serban. Ia benar-benar kagum dan tak percaya melihat seseorang shalat dalam masjid itu. Kini ada beberapa komunitas sufi tinggal di sana.
Pada bulan Ramadhan, mereka mengerjakan shalat sunnah dan juga aktivitas-aktkvitas lainnya. Lingkungan mereka memang kurang mendukung. Penjaga masjid itu bercerita kalau orang-orang tahu bahwa mereka Muslim, bisa-bisa mereka dianiaya. "Dari luar kami berpura-pura menjadi pemeluk Kristen, malahan pergi ke gereja segala. Tetapi di dalam hati kami tetap berpegang teguh sebagai Muslim;" katanya. Mereka menyimpan Al-Quran di tempat yang tersembunyi, dan tetap membacanya. Penanggalan Hijriyah untuk bulan Ramadhan telah ditandainya untuk keperluan selama 500 tahun.
Dia benar-benar tersentuh melihat seseorang melakukan shalat di masjid itu secara terang-terangan. Tetapi, saya pikir, ini kan masjid dan ketika waktu shalat tiba, saya pun segera shalat. Lantas apanya yang salah?
Ia katakan, keluarganya merasa seperti pelindung Islam di Cordoba; merekalah yang menjaga kebersihan masjid, membuka dan mengunci pintu-pintunya. Dan mereka memilih melakukan pekerjaan itu karena ingin menjadi Muslim secara bersungguh-sungguh, meskipun harus sembunyi-sembunyi.
Sebagaimana diketahui, di masa Inkuisisi4 siapa pun yang dicurigai akan dibunuh atas nama Kristus. Karenanya masa itu benar-benar tak aman, tetapi mereka tetap melindungi dan menjaga masjid sebagai bagian dari kewajiban mereka terhadap agama Islam.
Saya pikir ini merupakan contoh yang baik bagaimana keislaman seseorang dapat dirahasiakan dan tetap dipegang teguh selama bertahun-tahun, sambil menjaga tradisi dan masjid itu.
Untuk dapat menarik masyarakat, sampai tingkat tertentu, sebuah agama haruslah dapat menyesuaikan diri dengan tradisi setempat. Jika tidak, mempengaruhi orang-orang untuk pindah agama tak akan berhasil dalam jangka panjang. Dalam hal ini, baik Kristen maupun Islam, telah mampu beradaptasi dengan tradisi animisme penduduk asli Afrika. Anda dapat menyaksikan hal ini di Sudan. Di sana masih ada tradisi melempar tulang untuk meramal masa depan.
Dan di Sudan, seorang wanita tak boleh kawin sebelum dia disunat. Ini merupakan tradisi yang mengerikan. Akibatnya mereka terserang infeksi. Bagi mereka, masa-masa menstruasi adalah penderitaan yang berkepanjangan. Tetapi, jangan salah paham, tradisi itu bukan tradisi Islam. Dan ternyata orang-orang Kristen di sana juga melakukannya.
Orang-orang Sudan merupakan Muslim yang baik. Bayangkan, mereka tetap berpuasa di bulan Ramadhan, meskipun udara panas sampai 120 derajat (Farenheit). Ketika saya mengunjungi pelabuhan Sudan, saya pernah menyaksikan seseorang harus mengalami kematian gara-gara ngotot berpuasa di bulan Ramadhan. Dan seorang Imam kemudian berkata, 'Tidak, bukan itu yang dimaksud. Demi Tuhan, jika engkau merasa letih, minumlah. Maksud puasa di bulan Ramadhan sama sekali bukan untuk mencari mati." Memang orang-orang di sana benar-benar rela mengorbankan hidupnya untuk berpuasa di bulan Ramadhan.
Di negara-negara dunia ketiga, banyak sekali orang dan juga binatang berkeliaran di jalanan. Sedangkan hidup orang Amerika telah diatur seperti dalam sebuah mesin besar, sehingga susah untuk menyesuaikan dengan hal-hal yang baru. Di sana tak ada tiang-tiang ataupun dekorasi bernafaskan Islam, seperti di masjid-masjid yang menakjubkan. Keindahan sebuah masjid rasanya dapat membuka hati Anda dan mengkhusyukkan shalat Anda.
Saya percaya betul bahwa bentuk fisik benda-benda di sekitar kita akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita. Dan ada bentuk sakral dari arsitektur. Setiap masjid terdiri dari ruang-ruang kosong. Tak ada patung-patung yang diletakkan di hadapan orang-orang shalat. Tak ada altar, seperti pada gereja-gereja. Anda menghadapkan shalat Anda secara horisontal ke Kiblat di Makkah, dan secara vertikal kepada Allah. Dan juga ke dalam hati Anda sendiri. Adalah menarik untuk memahami bahwa ruang-ruang kosong masjid itu, agar dipenuhi dengan rahmat Tuhan. Ada perasaan keislaman manakala Anda masuk ke dalam masjid, entah itu Taj Mahal atau Masjid Sultan Hasan, dan masjid-masjid itu memang ekspresi dari perasaan ini.
Karena saya tinggal jauh dari masjid, saya shalat di rumah. Saya rindu suasana shalat dalam masjid. Ada masjid dekat rumah tetapi masih baru. Kita tahu bahwa masjid Al-Azhar adalah sebuah masjid tua yang dibangun oleh Dinasti Fathimiyyah. Di dalamnya terdapat mihrab. Mereka "memperindah" mihrab itu dengan plastik berlapis batu pualam, yang sepintas tampak seperti ruangan kamar mandi murahan. Hiasan yang mudah dicopot dan dibersihkan itu merupakan pengganti dari ornamen tua yang sudah hancur. Lapisan batu pualamnya imitasi dan kelihatan seperti linoleum. Sungguh sangat memprihatinkan.
Tetapi saya merindukan keindahan semacam itu. Dan tentu, saya merindukan ucapan selamat dari orang-orang, yang sambil menepuk-nepuk punggung saya berucap betapa indahnya menjadi seorang Muslim. Saya pikir akan selalu ada penguatan kembali.
Kembali ke kehidupan Amerika mirip dengan apa yang dikatakan Rasul ketika kembali dari sebuah peperangan --bahwa dia baru kembali dari jihad kecil dan menuju ke jihad yang lebih besar. Jihad yang lebih besar adalah melawan ego dan hawa nafsu kita.
Saya percaya bahwa Tuhan ada di mana-mana dan Anda tak dapat hidup tanpa bimbingan Tuhan. Saya masih merasakan keberadaan Tuhan di Amerika, sama kuatnya ketika saya berada di Kairo, Damaskus, Delhi, dan di mana pun juga.
Masalah yang saya hadapi adalah berkaitan dengan gaya hidup seorang Muslim, terutama tata cara berpakaian, di tengah-tengah masyarakat perkotaan Amerika. Saya pikir para imigran Muslim akan lebih mudah berbusana Muslimah ketimbang saya yang jelas-jelas orang Amerika.
Bagi seorang Amerika seperti saya sulit rasanya untuk berbusana sebagaimana para imigran Muslim mengenakannya, karena masyarakat Amerika akan menganggap pakaian mereka sebagai bagian dari kebudayaan. Karena itu wajar saja mereka berpakaian demikian. Padahal sebenarnya mereka itu berpakaian secara Muslim.
Saat ini media massa dan pers tak berpihak kepada Muslim. Banyak pemberitaan tentang Muslim yang meledakkan pesawat. Islam selalu dikait-kaitkan dengan hal-hal yang negatif seperti terorisme dan semacamnya.
Seperti telah dikemukakan berulang-ulang, adalah lebih mudah untuk menjadi pemeluk Budha atau Hindu dan berpenampilan seperti halnya orang-orang Amerika kebanyakan. Tetapi tak demikian halnya untuk menjadi seorang Muslim. Karena sejarah Perang Salib dan pertentangan bangsa-bangsa Eropa dan Timur Tengah, maka sikap antipati terhadap Muslim begitu besar.
Meskipun sarat dengan kesan-kesan negatif, Islam toh tetap merupakan agama yang paling cepat perkembangannya di Eropa maupun di Amerika. Karena itu saya merasakannya sebagai sebuah gelombang masa depan. Dan saya bangga menjadi bagian dari gelombang itu.
Syeikh saya menekankan pentingnya selalu menjalankan syariat Islam, karena dengan cara itulah kita menghambakan diri kepada Tuhan. Percampuran antara pria dan wanita seperti kaum Yahudi, jelas sudah tak perlu lagi dipertanyakan hukumnya. Tetapi saya kira keluwesan masih dimungkinkan. Nah, saya lebih sering menutup rambut dengan topi daripada dengan kerudung. Dengan begitu saya tak terlalu menarik perhatian secara berlebihan.
Kemarin saya bertemu dengan seorang wanita di Dunkin' Donuts, yang sedang bersama-sama dengan suaminya. Wanita itu mengenakan baju panjang dan kerudung, menutup seluruh tubuhnya. Saya lihat dia tidak diganggu. Orang-orang tak lagi melotot kepadanya. Sama saja dengan seseorang yang mengenakan bikini dan masuk ke toko ini untuk beli donat.
Saya kagum dengan saudara-saudara wanita yang sanggup berbusana Muslimah, mereka sungguh hebat. Saya rasa, kalau Anda berpakaian dengan maksud untuk menarik perhatian banyak orang, maka Anda telah mengabaikan fungsi hijab. Karena itu saya berpakaian seperti ini, yang saya pikir merupakan sunnah bagi orang Amerika. Inilah yang saya sebut dress for success bagi Muslimah: karena saya mengenakan jas longgar, celana panjang, topi, dan scarf.
Saya biasa pergi berbelanja ke toko, dan pelayannya selalu bersikap ramah. Saya juga sering membawa serta anak-anak untuk ikut berbelanja. Pada suatu hari si pelayan tampak seperti terharu hendak menangis. Saya tak mengerti kenapa ia bersikap demikian. Kemudian kami ngobrol tentang kehidupan masing-masing. Saya ceritakan padanya bahwa saya sudah bercerai dengan suami. "Aduh, sedih sekali," katanya. "Ah, tapi 'kan banyak ya pasangan yang cerai." Akhirnya ia bertanya, "Sudahkah kau memikirkan bekal bagi anak-anakmu. Sekadar berjaga-jaga."
"Berjaga-jaga karena apa?" tanya saya keheranan.
Ia tak mau menjawab. Setelah yakin tak ada seorang pun di sekitar kami, ia bertanya lagi,"Apakah kau terkena kanker?".
"Tidak;" jawab saya. Akhirnya saya mengerti.
Saya jelaskan kepada pemilik toko itu bahwa saya menutup kepala karena saya seorang Muslim, dan itu merupakan ajaran agama, bukan karena kanker.
Itu mirip cerita komik yang sedih. Saya tetap mengenakan tutup kepala, tetapi menampakkan sedikit rambut saya. Sekadar menunjukkan bahwa saya masih punya rambut.




 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SaLe - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template | Distributed By: BloggerBulk
Proudly powered by Blogger